Jika lo langit, gue nggak mau jadi bumi. Gue maunya jadi bintang, bulan, atupun awan. Karena gue ingin selalu ada didekat lo. Bukan jauh dari lo.
-Devano Matteo Adhitama-
Sekarang sudah memasuki pukul dua siang. Setelah selesai mengobati kaki Vani yang terkilir dan bersiap-siap, sekarang Vano dan Vani sedang dalam perjalanan ke tempat wisata selanjutnya. Entah mereka mau kemana, yang penting mereka sedang menelusuri jalanan yang menanjak.
"Pegangan ya, Van," pinta Vano dibalik helm full facenya.
"Ogah!"
Vano menghembuskan napasnya, "Gue mau ngebut nih."
"Ya, jangan ngebut kan bisa," omel Vani yang masih tak mau pegangan dengan Vano.
"Pegangan pundak gue aja deh."
"Gue bilang ogah ya ogah!"
"Ya udah, kalau ada apa-apa jangan salahin gue ya. Gue udah peringatin lo buat pegangan."
Vani hanya mencebikkan bibirnya, tetap tak mengindahkan perkataannya Vano. Bahkan kedua tangannya malah terlipat didepan dada. Kesal dengan sikap Vano yang selalu menjailinya.
Saat di tengah perjalanan, motor KLX yang Vano kendarai sedikit oleh ke samping. Hal ini membuat Vani terpekik kaget.
"Vano, jangan ngeselin ya," seru Vani yang sedang berusaha menetralkan detak jantungnya.
"Bukan gue. Jalanannya yang menanjak. Lagian, udah gue peringatin tadi," jawab Vano.
Vani hanya mencibirkan bibirnya lagi. Ditengah rasa kekesalannya, motor mereka oleng lagi. Dengan otomatis, Vani melingkarkan tangannya diperut Vano. Vani memeluk tubuh Vano dengan sangat erat, tak ingin jika dirinya jatuh.
Hingga tak lama kemudian terdengar suara kekehan dari depan. Vani tersadar, jika Vano baru saja mengejeknya. Seketika juga Vani tersadar, jika kedua tangannya masih memeluk tubuh Vano. Saat akan melepaskan tangannya dari tubuh Vano, sebuah tangan menahan kedua tangan putihnya. Dan ternyata itu adalah tangan kirinya Vano. Vani berusaha untuk melepaskan tangan itu, tapi tetap tidak bisa. Tenaga Vano jauh lebih besar.
"Ck, nggak usah ngeselin deh," gerutu Vani yang masih berusaha menarik kedua tangannya.
Terdengar suara kekehan lagi, "Kan, udah gue bilangin. Jalanannya makin menanjak. Pegangan aja deh, biar nggak jatuh," balas Vano menyebalkan.
"Tapi tangan lo singkirin gih," pinta Vani.
"Ogah. Kalau nggak gue pegangin, lo pasti nggak mau pegangan ke gue."
"Terserah," putus Vani yang kesal.
Dalam sisa perjalanan, mereka berdua hanya diam saja. Lebih tepatnya, menikmati pemandangan yang indah dengan udara yang dingin. Jika di Candi Borobudur, udaranya sejuk tapi masih panas, disini beda lagi. Meskipun panas, tapi udara terasa diangin. Tebak dimana mereka? Ya mereka sedang menuju ke pegunungan. Bukan berniat untuk naik gunung ya.
"Van, kaki lo udah mendingan?"
Vani memajukan kepalanya, karena tak begitu mendengar Vano yang sedang berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You My Pawang [REVISI]
Teen Fiction"Lo jangan seperti magnet. Jika menarik, ya menarik saja. Jangan menarik tapi juga menolak." -Devano Matteo Adhitama- -------------------------------- Ketua gengster The Draks yang merupakan cowok suka gombal, humoris dan tebar pesona berte...