Berteman Bukan PDKTan

301 36 50
                                    

Dear Vani. Lo milih berteman atau jadi kesayangan?

-Devano Matteo Adhitama-

Masih pagi. Tapi suasana dirumah Vani terlihat sepi. Entah mengapa kedua orang tuanya belum pulang dari Korea Selatan. Dan sekarang, Gilang sudah tak ada dirumah. Mungkin ada keperluan jadi Gilang berangkat lebih pagi. Dan juga, sopir pribadinya sedang balik kampung. Jadinya Vani memilih untuk berangkat dengan bis kota saja.

Setelah sarapan pagi, Vani segera mengambil tasnya dan segera keluar dari rumah. Setelah menutup pintu rumah, Vani segera melangkah keluar dari pekarangan rumahnya. Vani berjalan sembari mencari headphone maroonnya. Setelah menemukan yang dia cari, Vani menegakkan kepalanya. Seketika kedua matanya membulat dengan sempurna. Didepan pintu gerbang, berdiri seseorang dengan motor merahnya.

"Lo ngapain disini?" tanya Vani mengernyit heran.

"Selamat Pagi, Sweety," sapa Vano ramah.

"Gue tanya, kenapa lo disini? Dan satu lagi, jangan panggil gue sweety. Nama gue Vani" tuntut Vani tegas.

"Seharusnya lo nyapa dulu. Baru tanya," balas Vano santai. "Gue disuruh sama abang lo buat berangkat bareng. Yuk."

"Ogah," balas Vani dilanjutkan berjalan meninggalkan Vano. Dengan cepat Vano mendekati Vani. Setelah itu menyambar pergelangan tangan kanannya Vani.

"Udah ayo, berangkat sama gue. Udah gue belain bangun pagi juga. Masak lo nggak kasian sama gue?"

Vani melepas tangan Vano kemudian menarik tangannya dengan cepat. "Babu banget. Disuruh-suruh sama kak Gilang mau," ejek Vani. Vano hanya menghela napasnya, sabar.

"Abang lo pake acara ngancem tahu. Mana lagi, kalau gue nggak mau, geng gue bakal dikeroyok sama The Kingzer," balas Vano yang terlihat kesal.

"Terus? Masalah buat gue," Vani melanjutkan perjalannya lagi.

Vano menyambar tangan Vani kemudian dibawanya ke arah motor merahnya berada. "Udah ah. Sekali-kali nurut sama gue kenapa sih."

Karena Vani malas berdebat dengan Vano hari ini dan juga sekarang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih, akhirnya Vani pasrah mengikuti kemauan Vano. Setelah Vano dan Vani naik ke atas motor, segera Vano menstater motor, menuju jalan raya. Hening sesaat, tak ada yang membuka suaranya, meskipun itu hanya sekedar basa-basi saja. Sudah sepuluh menit berlalu, dan mereka masih diam saja. Seperti biasa Vano tak suka dengan keheningan.

"Vani, lo tahu? Kenapa kaca spion lebih berguna dari pada cermin?" tanya Vano sembari melirik ke spion, dimana dikaca spion itu bayangan Vani terlihat.

Vani memutar kedua matanya malas, "Nggak tahu."

"Serius, lo nggak tahu? Ya udah gue kasih tahu ya. Kalau cermin itu, hanya buat ajang pamer wajah aja."

"Terus?" tanya Vani sembari mengangkat alisnya sebelah.

"Tapi kalau kaca spion, ajang buat melirik masa depan," ujar Vano kemudian terkekeh.

Vani bingung. Dia tak paham dengan arah pembicaraan Vano. "Maksudnya?"

"Gini lho, kan kalau cermin dibuat untuk memperbaiki penampilan kan. Nah kalau kaca spion itu dibuat untuk melirik masa depan. Seperti gue gini. Nih buktinya, sekarang gue bisa lirik masa depan gue," terang Vano sembari tersenyum tengil.

I Love You My Pawang [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang