Si cowok berjaket denim segera mendekat ke arah Vani, kemudian menatap kedua mata indahnya. Vani menelisik netra hijau itu yang kini juga menatap dirinya. Merasa belum pernah melihat cowok itu, tetapi tak asing dengan netra matanya. Seperti pernah bertemu, tapi tak ingat dimana.
"Lo-" si cowok berjaket denim itu mengatur napasnya yang terengah-engah, "Lo nggak papa, Vani?"
Vani tekejut, saat menyadari cowok berjaket denim ternyata mengenali dirinya. Sedangkan dirinya tak mengenali cowok itu.
"Lo-" Vani mengernyitkan pelipisnya. Terlihat bingung dengan kehadiran cowok itu, "Lo, siapa?"
"Gue..."
Vani tambah bingung, saat melihat si cowok berjaket denim malah terdiam. Melihat Vani seperti orang yang tak percaya. Vani rasa cowok itu tak aman bagi dirinya. Tapi dia tak bisa menyimpulkan dengan semudah itu.
"Lo, bukan bagian dari mereka, kan?"
Cowok si berjaket denim mengerjapkan kedua matanya, "Hah? Maksut lo, dari preman yang tadi?"
"Iya," balas Vani sembari mengangguk.
"Bukanlah. Gue bukan bagian dari mereka. Lagian gue nggak kenal sama mereka," kata cowok berjaket denim sembari berjalan mendekati Vani.
Si cowok berjaket denim mengambil kantong belanja milik Vani. Kemudian menyerahkan kepada Vani.
"Lo, apa kabar?" tanya cowok itu sembari mengulurkan tangannya yang menggenggam kantong belanjaannya.
Tentu saja Vani bingung. Dia tak mengenali orang itu. Tapi ketika dia melihat kedua matanya, mata hijau indah itu seperti tak asing baginya. Vani hanya mengernyitkan pelipisnya sembari meraih kantong belanjannya.
"Ehm... sorry. Pasti lo bingung ya. Okey gue kenalan lagi. Hai Vani, kenalin gue Anton. Teman satu SMP sama lo," ujar Anton sembari mengulurkan tangan kanannya.
Vani hanya melihat telapak tangan yang terulur itu. Dia masih tak mengingat siapa si Anton itu.
"Anton?" gumam Vani. "Lo, tahu dari mana, nama gue Vani? Seinget gue, gue nggak punya temen satu SMP disini."
Sedikit informasi, dulu saat SMP vani dan keluarganya tinggal dibandung. Tapi setelah lulus, dia harus ikut keluarganya ke Jakarta. Karena kata mamanya, papanya dipindah tugaskan. Jadi Vani tak mempunyai teman sama sekali di Jakarta.
"Gue baru pindah ke Jakarta, kemarin. Soal gue tahu nama lo, karena lo temen gue. Gue temen deket lo dulu," terang Anton. Melihat Vani yang tak mempercayainya akhirnya dia mengeluarkan handphone dari dalam sakunya. "Lihat, ini lo kan?"
Vani shock banget, saat dia melihat foto dirinya yang berada di handphone milik Anton. Disana dia berfoto dengan Anton menggunakan seragam SMP. Vani tak dapat mengingat kejadian dua tahun yang lalu, karena saat itulah Vani mengalami kecelakaan yang mengakibatkan dirinya gegar otak. Vani hanya diberitahu oleh keluarganya, jika dia mengalami kecelakaan yang cukup parah saat kelas delapan. Setelah itu mereka tak mengungkitnya lagi.
"Lo-lo tahu kecelakaan itu?"
"Iya," balas Anton mantap. " Sorry, gue nggak ada di samping lo waktu lo sakit. Saat itu gue harus ikut keluarga gue keluar kota."
"Sorry, gue mengalami gegar otak. Kejadian dua tahun yang lalu, gue nggak bisa inget. Bahkan gue nggak inget, kalo lo temen deket gue," ucap Vani lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You My Pawang [REVISI]
Jugendliteratur"Lo jangan seperti magnet. Jika menarik, ya menarik saja. Jangan menarik tapi juga menolak." -Devano Matteo Adhitama- -------------------------------- Ketua gengster The Draks yang merupakan cowok suka gombal, humoris dan tebar pesona berte...