Cukup tampan, cukup kaya, cukup macho, cukup sekian dan terima kasih.
-Devano Matteo Adhitama-
Minggu pagi, cuaca yang cerah, matahari bersinar terang, dan sekumpulan awan yang ikut menghiasi angkasa. Rumah elit milik salah satu pengusaha, terlihat aman dan damai. Tak ada percakapan yang terjadi di dalam rumah itu kecuali,
Duk. Duk. Duk
Hening sejenak. Hingga suara yang lain menyusul.
Brak! Duk!
Sorakan seseorang yang memecah keheningan, "Yes. Threeple kill. Yuhuuu...."
Vano segera mengambil bola basket yang tadi dia masukan ke dalam keranjang. Nafasnya memburu, rambutnya berantakan, dan kucuran keringat yang menetes dipelipisnya. Vano melirik jam tangan hitam yang selalu bertengger dipergelangan tangan kirinnya. Kemudian melepaskan kaos hitamnya.
Memghela napas lelah, "Huh, lama banget sih mereka. Mana asupan gue dirumah udah habis lagi."
Vano bermain basket lagi. Tak peduli seberapa lelahnya tubuhnya, tak peduli banyaknya keringat yang dia hasilkan. Saat ini, yang dia inginkan adalah banyak bergerak. Karena dengan banyak bergerak itu sehat. Makanya dia termasuk cowok yang proaktif. Selain banyak gerak, Vano adalah cowok banyak tingkah dan banyak menggombal. Itulah ciri khas dari seorang Vano.
Hingga suara bising sepeda motor mengganggu kegiatan favoritnya. Dia menggeram kesal, hingga suara bising itu tergantikan dengan suara cempreng milik teman-temannya.
"Seru banget tadi malem. Lo sih Zo, nggak ikut. Si Galih mukanya, anjir udah kek bocah dimarahin emaknye," ucap Cakra sembari berjalan masuk ke dalam halaman rumahnya Vano.
Kenzo hanya memutar kedua bola matanya malas. Sebenarnya dia tahu apa yang terjadi tadi malam, makanya dia tak mau waktu tadi malam si Cakra mengajaknya untuk bermain bersama, "Lo fitnah orang mulu bisanya. Kasian kan si Galih. Kena damprat emaknya. Udah tahu emaknya Galih galak bener. Terus itu si Galih gimana? Dari tadi diem mulu."
Cakra menggaruk kepalanya, dia hanya menyengir tak jelas, "Ya itu, si Galih ngambek sama gue. Dari tadi malem sampai sekarang dia puasa ngomong sama gue."
"Lo sih, ada-ada aja," ujar Kenzo.
Tiba-tiba Cakra terdiam menatap lurus didepannya. Kenzo yang tak mengerti hanya mengguncang-guncang tubuh milik kawannya itu.
"Cak, lo kesurupan lagi? Apa roh mak surti, sekarang lagi kangen sama badan lo?" tanya Kenzo ngawur.
Cakra tak menjawab, dia hanya menatap lurus dengan kedua mata yang berbinar. Kenzo yang menasaran akhirnya mengikuti arah pandang Cakra. Hingga kemudian,
Plak!
"Sakit, anjir," keluh Cakra sembari mengelus bahu yang kena tabokannya Kenzo. "Lo kenapa sih, Zo?"
"Yang kenapa itu elo. Lo nafsu liat badannya Vano? Apa lo lagi kerasukan mbak kunti jones disebrang rumah gue?"
Cakra tak mendengarnya. Kita tatapannya kembali lagi ke Vano. Vano saat itu sedang melepas kaos hitamnya. Kemudian menyiramkan air mineral yang ada di botolnya ke rambut yang sudah sedikit basak oleh keringan. Itu adalah pemandangan yang sangat sangat menakjubkan. Jika saja yang melihatnya adalah kaum hawa.
"Ya Allah, bisa kejang-kejang gue tiap hari lihat Vano shirtless kek gitu," ujar Cakra penuh penghayatan sembari mengibas-ibaskan telapak tangannya didapan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You My Pawang [REVISI]
Teen Fiction"Lo jangan seperti magnet. Jika menarik, ya menarik saja. Jangan menarik tapi juga menolak." -Devano Matteo Adhitama- -------------------------------- Ketua gengster The Draks yang merupakan cowok suka gombal, humoris dan tebar pesona berte...