6. Dilema 2

879 47 4
                                    

happy reading🌈

.

.

.

   "aleyahh.." suara bunda, membuatku terkejut.

"bunda, ngagetin aja deh, biasanya kan bunda ketuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar"  bunda mengerutkan keningnya.

"bunda sudah mengetuknya ale, tapi kamu tidak merespon bunda sama sekali. kamu kenapa?dari tadi siang tidak keluar kamar. om wahyu dan tante dewi menunggumu tadi. kamu sakit nak?" bunda menempelkan punggung tagannya di keningku.

aku hanya menggeleng pelan. "Jadi mereka tadi orang tua nya ka syafiq bun?". bunda menghampiriku dan duduk di ujung ranjang.

"Iya, mereka calon mertuamu nak, kamu sudah dengar kan tadi siang?" bunda membelai halus rambutku yang tidak tertutup jilbab.

"tapi bun, aku belum lulus sekolah, bahkan usiaku masih 18 tahun. aku tidk mau di jodohin bun" elakku.

"nak, percaya sama bunda dan ayah, yang di jodohkan denganmu adalah pria baik nak, sangat baik, bunda dan ayah yakin, kalo dia akan menjagamu dengan baik, kami melakukan ini demi kebaikan mu juga nak. bunda berharap kamu mau ya nak"

sekarang aku harus apa? dari nada suara bunda kentara sekali harapan yang begitu besar agar aku mau menerima perjodohan ini. aku masih mau kuliyah, masih banyak yang ingin aku lakukan setelah lulus sekolah. apa nanti suamiku memberiku kesempatan untuk kuliyah? kalo tidak bagaimana? bagaimana nasib pendidikan ku, bagaimana dengan cita cita ku sebagai dokter. janjiku kepada abang bahwa aku akan menjadi seorang dokter, apakah akan tercapai?.

banyak sekali pertanyaan pertanyaan yang tercipta di kepalaku. apa aku terima saja perjodohannya? Sakit hati ku semenjak kepergiannya belm pulih total, rasa kecewa yang dia toreh kan begitu besar.

sunyi, baik aku ataupun bunda, terhanyut kedalam pikiran kita masing masing.

"kamu fikirkan ya nak, setelah ujian  mu selesai, kamu beri tau apa jawaban mu" bunda berlalu pergi.

🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂✨

🌻DI KELAS

"le, kamu kenapa bengong mulu si dari tadi" fatma menepuk bahuku, ia bicara dengan suara yang sedikit berbisik.

"gapapa, jangan berisik, nanti kita kena marah pak jul" jawabku dengan suara yang hampir tidak terdengar.

hari ini adalah hari tarakhir ku ujian. hari penentuan nilaiku selama 3 tahun aku belajar di sini. semoga nilai ku bagus dan aku di terima di universitas Kedokteran.

"le, bareng ngga? aku bawa mobil nih" fatma menawarkan tumpangan pada ku. aku mengangguk. saat di parkiran, aku melihat seseorang yang tampak familiar

saat tatapan kami bertemu, orang itu berjalan menghampiriku. laki laki berperawakan tinggi, badan yang tegap, lengkap dengan seragamnya. 

"le, itu kan pak tentara yang tempo hari bantuin kamu, mau apa dia?" ternyata fatma juga mlihat dia.

ya, dia pak tentara yang tempo hari membantuku saat aku terjatuh di lorong. mau apa dia.

"permisi, mba aleyah?" tanyanya tiba tiba sudah ada di depan kami.

"i-iya, saya" jawabku gugup. 

"saya di perintah olek komandan untuk menjemput mba, mari " ujarnya

"hah? komandan? ayah maksudnya?" 

"iya, ayah nya mba" aku hanya diam. tak berani membantah. karena apapun itu perintah ayah, aku tidak berani untuk menolaknya.

"fat, aku tidak jadi ikut dengan mu ya" aku menoleh ke arah fatma.

"iya le, gak papa kok. pak tentara, jagain sahabat saya yaaa pak" tentara itu hanya tersenyum tipis ke arah fatma.

saat di dalam mobil, tidak ada yang membuka suara satupun. tatapanku terfokus pada jalanan di luar jendela. sedangkan pak tentara itu, fokus menyetir.

"emm pak, terimakasih waktu itu sudah menolong saya" ku putuskan untuk membuka suara. rasa nya tidak enak juga jika hanya diam sampai batalyon. 

"sama sama.memangnya saya terlihat tua sampai kamu panggil pak?" sambungnya.

"ti-tidak, saya hanya menghormati seragam bapak saja, pak- asyraf" aku membaca papan nama yang ada di dada sebelah kanan nya. di papan namanya hnya tertera Asyraf S.R. dan yang jelas tertulis hanya asyraf saja.

"andai saat ini saya tidak mengenakan seragam, apa kamu akan terus memanggil saya dengan sebutan pak?"

" saya harus panggil apa? om, abang, mas atau kaka?" ujarku 

"apa saja, asal tidak pak atau om, umur kita tidak beda jauh" 

saat sampai pos jaga  batalyon, para tentara yang sedang bertugas memberi hormat padanya. sebenarnya siapa sih dia ini, sepertinya begitu di segani. bahkan di batalyon tempat ku tinggal. apakah dia juga tinggal di sini? tapi aku tidak pernah melihatnya, mungkin beda blok. sudah, aku tidak mau ambil pusing prihal itu. yang penting aku sudah sampai rumah.

"makasih ya kak" aku kembali gugup, rasanya jantungku sudah maraton di dalam sana

"sama sama, kalo begitu saya undur diri" lalu dia memberi hormat. 

"tidak perlu sehormat itu kak, aku ini bukan komanda kaka" 

"bukan kamu, tapi ayah kamu" lalu ia berlalu pergi. kulihat ayah sudah berdiri tegap di teras rumah. tumben sekali sudah ada di rumah. apa ayah cuti? tapi ayah pakai seragam lengkap.

"tumben ayah merintah anak buah ayah untuk jemput ale" aku menyalami tangan ayah.

ayah hanya tersenyum tipis. kami berdua masuk ke dalam rumah. di dalam ternyata ada bang marta juga. dan bunda, sepertinya sedang sibuk di dapur. karena aku mencium aroma kueh yang sangat lezat. siapa lagi kalo bukan bunda.

"bang, kok ga tugas?" aku melempar tubuhku ke sofa.

"tadi cuma apel doang" lalu ia menyeruput kopi nya . ayah duduk di sofa singel sebelah bang marta. tak lama bunda datang dengan membawa sepiring bolu coklat kesukaan ku.

"wahhhh, bunda pengertian sekali. tau aja ale lagi laper"

bunda meletakkan piringnya di meja, lalu duduk di sebelahku, sekarang aku di apit oleh abang dan bunda. kita menyantap bolu buatan bunda dengan nikmat. 

"al, jadi gimana nak? kamu terima perjodohan nya?" tanya ayah yang sontak membuat ku kaget. 

"ayah nih, anaknya biar dulu selesaikan makannya, bersih bersih badan, baru kita bahas ini" bunda menatap lekat ke arah ayah.

"bun ale mandi dulu yaaa, nanti akan ale jawab bun, yah" aku berlalu menuju kamar. Aku sudah kembali ke kamarku. kata abang, kamarku terlalu cewek. semuanya serba pink soft dan putih. dia fikir adiknya ini bukan cewek apa?.

setelah aku selesai mandi, ku tunaikan kewajiban ku sebagai umat muslim. meminta kepada Tuhan, agar keputusan yang ku ambil tidak salah dan ku sesali nantinya.

"bun, ayah mana?" Akuberjalan mendekati bunda yang asik menonton siaran televisi.

"ayah kembali ke kantor nak tadi, katanya ada kunjungan dari atasanya" ale hanya ber-oh ria.

"anu bun, soal perjodohannya, ale terima bun. ale percaya kalo pilihan ayah sama bunda, itu yang terbaik buat ale" aku benar benar bingung. di jodohkan dengan laki laki yang dulu meninggalkan ku begitu saja. bagaimana jika peristiwa itu terulang lagi. aku di tinggalkan di tengah jalan. gimana nasib ku nantinya. bahkan sampai sekarang, aku juga belum bertemu dengannya.

.
.
.

Berbelit belit ya? Author nya juga lagi kusut ni wkwk.
Semoga tetep penasaran yaaa.samapi ketemu di part selanjutnya

'

A soldier's sincerityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang