SEDIH TAK BERUJUNG (1)

87 6 9
                                    

Suatu hari nanti, semua akan berlalu dan baik-baik saja. Jadi untuk sekarang, tertawalah karena kebingungan, tersenyumlah melalui air mata, dan terus mengingatkan diri sendiri bahwa semua yang terjadi sudah waktunya diikhlaskan.

SELAMAT MEMBACA KISAH SHEIRA.

***

Siang hari di kota Hamburg, Jerman. Setelah Yona mengalami masa kritis yang sangat hebat, dokter terhebat di Singapura pun angkat tangan. Ia sudah tidak bisa menangani hal seperti ini. Takut terjadi hal yang tidak diinginkan, dokter itupun memberi saran bahwa sebaiknya Yona dibawa ke rumah sakit khusus untuk menangangi kanker yang letaknya di Jerman.

"Pa, apa tidak sebaiknya kita ngasih tahu Sheira soal ini?" Tanya Reza pada Arkan yang sedang menggenggam tangan istri tercintanya. Hanya bunyi alat EkG yang bergema diruang rawat VVIP nan luas itu.

"Sekali papa bilang tidak, akan terus seperti itu." Tegas Arkan.

"Maaf pa, tapi apa yang papa lakukan ini salah. Reza mengerti alasan papa melakukan ini. Tapi gimana perasaan Sheira kalau sampai ia dengar dari mulut orang lain? Perusahaan kita bukan perusahaan kecil, pa. Akan ada banyak media yang melakukan berbagai cara agar dapat informasi mengenai kita," Jelas Reza.

"Reza! Papa tidak suka memperdebatkan hal seperti ini lagi. Lihat adikmu. Defan dan juga Refan yang tiap malam selalu memandangi foto Sheira dan juga foto mama kamu. Apa kamu tidak kasihan? Bahkan tidur seperti itu, mereka selalu mengigaukan Sheira. Sudahlah, papa sudah memikirkan konsekuensinya. Saat bangun nanti, suruh mereka pulang ke Indonesia. Kasihan adikmu sendirian. Papa belum percaya sepenuhnya pada Sharga."

"Dari mana papa tau?"

"Apa kamu masih menanyakan papa soal seperti itu? Kamu tahu papa, Reza. Istirahatlah"

Reza keluar dari kamar rumah sakit nan mewah ini untuk sekedar mencari angin. Ia rindu adiknya. Sangat. Tapi papanya ada benarnya juga. Kelemahan keluarga Mahatma adalah air mata Sheira.

"Sayang, bangunlah. Kamu tidak kasihan sama anak-anak kita? Mereka sangat mengkhawatirkanmu. Aku menjaga amanahmu untuk tidak memberitahukan hal ini pada Sheira. Biarlah aku yang menanggung kekesalan mereka. Kamu yang kuat. Kita semua yakin kamu akan sembuh. Kamu rindu Sheira bukan?" Ucap Arkan. Berat sekali rasanya melihat istri tercintanya berbaring dengan banyak alat bantuan ditubuhnya. Arkan menggenggam tangan istrinya lalu menciummnya lama. Hingga akhirnya setetes air bening berhasil lolos dari kedua matanya.

Defan mengerang, merentangkan seluruh otot-otot tubuhnya. Ia bangun dari tidurnya dengan mengucek matanya pelan. Defan menatap nanar punggung papanya yang terlihat bergetar naik turun. Defan tau kalau saat ini Arkan tengah menangis.

Defan menghampiri Arkan lalu mengusap punggungnya, "Pah.."

Arkan tersentak kaget dan langsung menghapus air matanya. "Defan, kamu sudah bangun rupanya. Makan dulu. Abangmu sudah menyiapkan makan siang untuk mu. Bangunkan adikmu," kata Arkan dengan suara beratnya.

"Sekuat-kuatnya papa, papa tetap tidak bisa menyembunyikan kesedihan papa. Kita semua merasakan hal yang sama."

"Papa baik-baik saja, nak. Kamu sama Refan balik ke Indo, ya. Adikmu sendirian disana,"

"Kita kasih tau Sheira soal ini ya, pa?" Tanya Defan pelan.

"Berhenti menanyakan hal itu, Defan."

SHEIRA [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang