Semakin besar dan dewasa, aku semakin mengerti.
Mengerti akan hal 'manfaatkan waktu sebaik mungkin dan menghargainya'. Aku semakin paham bahwa waktu tidak bisa diulang kembali.SELAMAT MEMBACA KISAH SHEIRA.
***
"REFAN?!" ucap Defan melotot saat berhasil menerobos pintu ruangan yang baru saja dr.Louis masuki. Sebelumnya, Defan memang sudah penasaran dan kurang yakin dengan penjelasan dari Dr.Louis kepada Reza tadi. Ada orang yang segampang itu mendonorkan ginjalnya tanpa meminta imbalan apa-apa? Itu diluar nalar Defan. Alhasil, tanpa sepengetahuan Dr.Louis, Defan mengikutinya dari belakang.
Dr.Louis tersentak kaget melihatnya. Kenapa anak muda ini bisa sampai ke ruangan yang hanya sedikit orang yang tahu? Ruangan ini khusus dipesan oleh pasien sebelumnya. Singkatnya, ini ruangan privat. Apa keluarga mereka mengandalkan kekuasaan?
"REF, BANGUN LO! APAAN BANGET BERCANDAAN LO KAYA GINI. GAK LUCU, TOLOL! LO NGGAK LAKUIN INI KAN REF?! BANGUN GUE BILANG! KALAU LO NGGAK BANGUN, GUE BAKAL PULANG DAN BAWA SHEIRA KESINI!" Teriak Defan tepat diwajah adiknya. Perasaan Defan begitu hancur saat ini. Belum lagi ia memikirkan mamanya yang sampai saat ini kondisinya belum stabil dan masih dalam proses pemulihan. Kondisi Refan yang sekarang pun hampir mirip dengan kondisi Yona sebelumnya.
Jadi ini alasannya Defan sering mengalami sakit pada bagian dadanya?
"Maaf. Tapi pasien sedang dalam proses pemulihan tubuh. Alangkah baiknya jika pasien dibiarkan istirahat dulu." Hanya kalimat itu yang dapat dr.Louis ucapkan.
Defan menatap tajam dan langsung menarik kerah baju dr.Louis, "APA JANGAN-JANGAN LO YANG MAKSA ADIK GUE LAKUIN ITU? JELASIN KE GUE ADIK GUE KENAPA! KALAUPUN REFAN BENAR MENDONORKAN GINJALNYA, KENAPA KONDISINYA JADI LEMAH SEPERTI INI?"
"Kamu tenang dulu," Dr.Louis menghela nafas pendek dan langsung memberikan sepucuk kertas, "Ini hasil pemeriksaan sebelum Refan mendonorkan ginjalnya."
Defan lantas menerimanya dengan perasaan yang tidak menentu--terduduk lesu membacanya. Belum cukup semenit, kertas yang ada ditangannya ia robek tak tersisa. Mustahil! Adiknya baik-saja. Defan yakin 1000%!
"ADIK GUE BAIK-BAIK AJA! LO JANGAN MEMANIPULASI HASIL PEMERIKSAAN BODOH SEPERTI ITU! UDAH BOSAN LO JADI DOKTER? RUMAH SAKIT INI BISA GUE BELI KALAU GUE MAU! BERHENTI MENIPUKU WAHAI DOKTER YANG TERHORMAT!" Nafas Defan memburu. Seumur hidupnya, ia baru berteriak histeris kepada orang lain seperti ini, selain kepada orang yang telah menyakiti Sheira.
"JAWAB! PUNYA MULUT KAN LO??" Dr.Louis hanya diam membisu. Mungkin dengan seperti itu, Defan akan berhenti. Toh kewajiban seorang dokter sudah pasti berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Dr.Louis sebelumnya pun tahu, konsekuensinya akan seperti ini.
"Maafkan saya. Saya hanya menepati janji saya kepada pasien untuk tutup mulut sebelum kalian sendiri yang tahu. Sebelum itu, ini ada titipan surat dari Refan. Silahkan dibaca. Saya keluar dulu. Saya harus menangani pasien yang lain. Terima kasih."
Dengan tangan bergetar dan keringat dingin yang sudah berhasil menguasai tubuh Defan, ia pun langsung membaca surat tersebut.
Haloo epribadeh, siapapun anda yang sedang memegang atau baca surat ini, mungkin aku udah berbaring lesu di atas brangkar rumah sakit. Benar kan? Hahahaha, eh udah kenal aku kan? Udah dong pastinya, kan aku yang nyuruh dokter buat ngasih surat ini ke orang yang pertama tahu tentang kondisi aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEIRA [revisi]
Teen FictionSheira Keyla Mahatma, anak bungsu dari keluarga Mahatma yang terkenal dengan kekayaannya. Cantik, ramah, dan berteman dengan siapapun. Sayangnya, semua itu tidak berlangsung lama. Sepeninggal seseorang yang sangat berarti bagi gadis itu, Sheira menj...