⚠Please don't copy this story⚠
Bismillahirrahmanirrahim.
Selamat membaca..
***
Kicauan burung tak lagi terdengar kala awan mendung telah sempurna menyelimuti langit. Gemuruh kilat silih berganti bersahutan, menambah suasana mencekam sore hari. Rintik hujan mulai turun berjatuhan menerpa bumi dan segala yang berada di atasnya.
Di balik jendela ruang tengah seorang gadis tengah duduk termenung. Menatap kelamnya pemandangan di balik jendela rumahnya. Pandangannya sendu disertai pikiran yang entah mengembara tak berujung. Hatinya gundah gulana menanggung beban rasa yang ia pendam seorang diri.
Mungkinkah rasa yang ia tanam dalam hatinya selama ini sudah benar? Pantaskah ia mencintai pria berhati dingin dan kejam itu? Pria yang sudah enam bulan ini menjadi atasan di tempatnya bekerja. Akankah pria itu bisa melihat hatinya yang tulus menyimpan rasa? Bahagiakah ia nanti jika takdir menyatukannya?
"Aisyah..?" Seseorang membuyarkan lamunannya.
"Ya, kak Za?" Jawab gadis bernama Aisyah itu."Ada apa?" Lanjutnya setelah sampai di hadapan Zahira, orang yang memanggilnya tadi.
"Antar minuman ini ke ruang tamu, ya? Kakak harus menidurkan Rizki dulu."
Aisyah membulatkan kedua matanya. "Kenapa harus aku?" Tanyanya sambil menolak uluran nampan yang berisi dua cangkir teh. "Sini, biar aku saja yang menidurkan anak kakak," lanjutnya.
"Nggak bisa, nanti dia bangun kalau pindah gendongan." Zahira kembali mengulurkan nampan tersebut ke hadapan Aisyah. "Dia temannya abang kamu, bukan tamunya abi kok." Lanjut Zahira membuatnya memanyunkan bibir dan terpaksa menuruti perintahnya.
Dengan gontai dia menuruti perintah perempuan yang merupakan kakak iparnya itu. Hatinya tak berhenti berdebar selama melewati lorong menuju ruang tamu. Belum siap menatap wajah orang yang selama ini mengusik jiwanya. Langkahnya terhenti begitu kedua manik matanya terpaku menatap siapa tamu yang tengah asyik berbincang dengan abangnya itu.
Dia? Batinnya.
Habil, abangnya itu menahan tawa ketika melihat raut wajahnya yang menegang. Begitu pula dengan pria di samping abangnya, pria itu tertunduk sembari mengulum senyum.
"Kok malah bengong? Jadi tehnya itu buat kamu apa buat kita?" Ujar Habil, membuatnya tersenyum kikuk. Rasa malu kian merambat ke setiap inch organ lunaknya yang bernama hati.
"Silahkan, tehnya." Ucap Aisyah kikuk.
"Terimakasih."
Suara bas pria itu membuat dada Aisyah bergetar. Dia menganggukkan kepala kemudian bergegas pergi dari ruangan tersebut. Setelah sampai di salah satu lorong, dia berhenti sejenak untuk menetralkan jantungnya yang berdegup kencang. Ditepuknya dada kirinya tersebut seraya mengatur napas.
Sadar, Aisyah! Dia itu atasan kamu! Batinnya.
Tidak ada yang bisa membuat hatinya berdesir, selain dari lantunan bacaan Qur'an dan tatapan mata pria itu. Meski terkenal garang, entah bagaimana hatinya bisa berlabuh pada pria itu. Sebaik mungkin dia menyembunyikan perasaan itu dibalik binar mata dan juga debar hatinya.
Pria itu, pemilik Mediatama. Anak dari pemilik Ubaidillah group tempatnya bekerja. Dia berharap pria tersebut yang akan menjadi pelangi-nya kelak. Pelangi yang akan mewujudkan mimpinya untuk membangun sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Menjadi sebaik-baiknya imam di dunia yang fana ini.
Akankah bahagia benar-benar bersanding dengannya nanti?
"Allah, kuharap pelangi-ku hadir tanpa didahului oleh badai lagi. Jadikanlah hamba sebaik-baik makmum baginya. Janganlah Engkau cabut fitrah cinta yang sebelumnya telah Engkau anugerahkan kepada kami. Jadikanlah kami pasangan hidup di dunia dan di akhirat."
"Rabbana hab lana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a'yun, waja'alna lil muttaqina imama."
Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa.
_________________________________________
Mari berteman,
Ig: @dianna_jannah
Support penulis dengan klik bintang dan komen.
See u next chapt ya 👋
Jannah_sha💐
***
Trailer
⬇️
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI- Finish (New Version)
Spiritual⚠ [RBO] karya k-1 Follow dulu ya... Menyesal, itulah yang dirasakan seorang Nur Aisyah. Ketika dia mengetahui kebenaran tentang jati diri dari seorang Nico. Tak seharusnya pria yang telah berstatus resmi menjadi suaminya itu menyembunyikan hal besar...