24. Mempersiapkan hati

231 13 78
                                    

⚠️Please, don't copy this story⚠️

Bismillahirrahmanirrahim...

Selamat membaca...

*
*
*

Jika tersenyum itu sedekah, maukah kamu menyedekahkannya untukku barang sedetik?

~Nico ferdiansyah~
Dari cerita pelangi by ©Jannah_sha
______________________________________


SEJAK keluar dari bandara, Aisyah tidak bisa duduk dengan tenang. Beberapakali dia memandang ke luar kaca jendela mobil sambil mengucap istighfar dengan lirih. Nico yang masih fokus dengan kemudinya, sesekali dia melirik ke arahnya.

"Ay, kamu kenapa gelisah begitu?" Tanya Nico, membuatnya reflek mengalihkan pandangan.

Ini hari pertama baginya kembali bersua dengan Nefisyah. Perempuan yang bukan hanya sahabatnya saja, melainkan madu dari suaminya. Ingin rasanya dia lari dari penyesalan, namun rasa itu terlanjur mengepung hatinya. Bagaimanapun dia harus melalui itu semua.

"Aku nggak papa, Mas. Mungkin karena aku akan tinggal satu atap lagi dengan, Mas, jadi aku gugup." Jawabnya sambil memaksakan senyum di sela kalimatnya.

Nico mengusap puncak kepala Aisyah dengan lembut. Dia tahu, istrinya itu gugup bukan karena akan tinggal seatap lagi bersamanya. Melainkan gugup karena harus berbagi suami dengan perempuan yang merupakan sahabatnya sendiri. Dari awal dia tidak yakin dengan keputusan istrinya itu. Dia tidak tahan bila suatu saat nanti harus melihat wajah istrinya sedih dan kecewa. Dia tersenyum kemudian kembali fokus pada kemudinya.

Mobil melaju dengan kecepatan 50km/jam melewati jalan utama daerah perbatasan kota. Keadaan lalu lintas ramai lancar, sehingga mobil yang mereka tumpangi bisa melaju dengan leluasa. Langit sore terlihat cerah, menciptakan pemandangan sawah di kanan dan kiri jalan raya tampak begitu asri. Aisyah mengeluarkan tangannya dari kaca jendela mobil. Merasakan setiap hempasan angin yang menerpa wajah dan tangannya. Melihat itu, Nico Merasa lega. Sepertinya Aisyah baik-baik saja.

"Ay, bahaya. Cepat masukkan tanganmu kembali." Tuturnya. Aisyah tersenyum kikuk menuruti titahnya.

30 menit perjalanan dari bandara, akhirnya mereka sampai di sebuah komplek perumahan yang tampak mewah. Nico memencet bel mobilnya dan seketika pintu gerbangnya terbuka dengan sendirinya. Aisyah terperangah melihat sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Kedua bola matanya sibuk memandangi rumah barunya yang menurutnya terlalu besar untuk ditinggali 3 orang.

Nico membukakan pintu mobil untuknya seraya mengulurkan tangan kanannya bak seorang pangeran. Dengan anggun Aisyah turun dari mobil sembari tangannya bertumpu pada genggaman tangan sang suami. Di ambang pintu, berdiri seorang perempuan berhijab bergo warna hitam. Langkah Aisyah terhenti ketika sepasang matanya menatap perempuan tersebut.

"Syah, ayo masuk. Aku sudah buatin kalian makan malam." Ujar perempuan itu.

"Makasih, Sayang. Yuk, kita ke dalam, Ay." Ajak Nico.

Sepertinya badai yang sesungguhnya baru saja menerpa hatinya. Berbagi kata sayang itu terasa menyakitkan. Dia mengangguk, sekali lagi dia menahan gemuruh di hati yang kian beradu. Suaminya itu menarikkan kursi untuk Nefisyah, sedangkan dia menarik kursinya sendiri.

Aisyah bermaksud menuangkan nasi ke atas piring sang suami, namun perempuan yang duduk di hadapannya itu mendahuluinya. Panas, matanya yang berkaca-kaca membuat kantung matanya penuh dengan air. Ini baru beberapa menit, belum sehari. Tapi hal tersebut sukses membuat dirinya jadi serba salah.

PELANGI- Finish (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang