Sore ini Lisa benar-benar tidak datang meski Jungkook sudah menunggu hingga matahari hampir tenggelam. Setelah pertemuan tadi, Lisa sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Pada akhirnya Jungkook mengalah, melajukan lagi kursi rodanya untuk kembali ke kamar.
Matanya membulat ketika didapatinya Lisa tengah duduk manis disana. Menunggunya dengan senyum khas miliknya.
"Kau dari mana?"
Jungkook mendengus. "Taman. Aku menunggumu yang malah ada disini."
"Bukannya aku sudah bilang kalau aku malas keluar?"
"Ya, dan kau berbohong. Buktinya sekarang kau justru ada di kamarku."
Lisa tertawa. "Sejujurnya rencana awalku memang begitu. Tapi aku bosan di kamar, jadi kuputuskan datang kemari dan menemukan kamarmu dalam keadaan kosong."
"Kau ini benar-benar tidak punya teman yang lain, ya?"
"Sudah kubilang, hanya kau satu-satunya temanku."
"Sebentar lagi teman-temanku datang, mau kukenalkan pada mereka?" tawar Jungkook.
Lisa menggeleng. "Tidak perlu, lagipula aku hanya sebentar. Ada jadwal pemeriksaan setelah ini."
Hening menyelimuti. Jungkook bahkan yakin jika dia bisa mendengar suara napas Lisa dari tempatnya.
"Kook, apa kau pernah merasa putus asa?" tanyanya.
"Setiap orang pasti pernah merasakannya. Kenapa?"
"Bagaimana kalau seandainya aku menyerah atas hidupku?"
"Kau ini bicara apa?"
Tatapan Lisa menyendu. "Aku hanya lelah. Aku lelah melihat kakakku terus menangis sepanjang malam, terus terjaga sepanjang hari. Dan aku tidak bisa melakukan apa pun untuknya, untuk meringankan bebannya."
"Padahal baru pagi tadi kau bilang ingin hidup dan bahagia. Kenapa sekarang ucapanmu seperti bertolak belakang?"
Lisa hanya tersenyum saja.
"Aku pernah ingin menghabisi nyawaku sendiri di sungai Han," ucap Jungkook. Lisa menoleh, membulatkan matanya.
"Aku pernah berpikir bahwa mati akan menyelesaikan semuanya. Aku hampir saja berhasil menenggelamkan diriku disana kalau saja seseorang tidak menarik tanganku dan merengkuh tubuhku. Mengatakan padaku jika mati bukanlah jalan keluar. Masih banyak cara lain, masih banyak jalan lain. Kau hanya semakin memperumit keadaan dengan drama mati konyolmu itu. Dan memang, butuh waktu untuk mencerna ucapannya. Tapi belakangan aku sadar, semua yang dia katakan adalah benar." Jungkook memutar kursi rodanya, menatap Lisa.
"Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidupmu sendiri, Lisa-ya. Hidupmu terlalu berharga. Kau tidak akan pergi dengan tenang kalau suasana hatimu saja sedang kacau saat meninggalkan dunia. Di kehidupan selanjutnya pun, kau akan terus dibayangi kesalahan yang kau sendiri tidak mengerti. Tidak akan ada ketenangan setelahnya, bahkan setelah tubuhmu menyatu dengan udara. Ada aku sekarang, kau bisa mengandalkanku meski aku tidak bisa menjanjikan apapun. Kalau itu terlalu berat, bagilah padaku. Kalau itu terlalu sakit, katakan padaku. Aku yang akan menjadi obatmu."
Lisa tidak mampu berkata apa-apa lagi. Kata-kata Jungkook memukul telak hatinya. Menyadarkannya dari kekeliruan yang selama ini merantainya. Membawanya pada sebuah rasa bersalah yang menyesakkan. Membuatnya ingin memutar waktu andai bisa.
Jungkook meraih tangan Lisa. Tangan itu terasa dingin, tapi Jungkook tidak mempermasalahkannya. Ditatapnya paras ayu Lisa yang kini memerah menahan tangis. Diusapnya lembut tangan itu, mencoba menyalurkan ketenangan. Dan berhasil. Lisa mulai bisa mengontrol dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason || Lizkook ✔
FanfictionBagi Jungkook, Lisa sesederhana angin yang berhembus. Pembawa ketenangan. Pembawa kesejukan. Dan bagi Lisa, pertemuannya dengan Jungkook seperti oase di padang pasir. Memberikannya alasan untuk bertahan. Lisa yakin, setiap hal punya alasannya masing...