Musim gugur.
Tepat satu hari setelah pernikahan Seokjin dan Jisoo digelar.
Yoongi dan Jungkook berdiri di rumah abu, di depan foto mendiang orang tuanya yang tersenyum amat manis. Menghadirkan sesak yang tak bisa dijabarkan dengan lisan.
Kerinduan itu hadir lagi. Memori itu datang lagi. Masa-masa dimana mereka pernah berbagi canda tawa di meja makan. Kepingan kenangan yang tersimpan rapi di kepala.
Yoongi mengusut air matanya. Tentang ayah dan ibu, selalu menjadi hal sensitif untuknya. Yoongi masih ingat benar kalimat terakhir ayahnya sebelum pergi bersama sang ibu, yang ternyata adalah kali terakhir Yoongi berbicara dengan mereka.
Seolah paham waktunya tinggal sedikit, Tuan Min mengusap surai milik si sulung, menatapnya dengan senyum hangat. Sedikit membuat Yoongi mengernyit meski menjadi masa bodoh setelahnya.
"Ayah dan Ibu mungkin pergi untuk waktu yang lama, Yoongi. Jaga adikmu selagi kami pergi, jadilah sulung kami yang membanggakan."
Lihat? Yoongi bahkan benar-benar hafal kalimat itu. Kalimat terakhir yang dilontarkan ayahnya tepat sebelum ajal merenggut nyawanya. Dan Yoongi benar melakukannya, menjaga Jungkook dengan segenap jiwanya. Meski hampir gagal pada awalnya.
"Ibu, Ayah, aku datang. Bersama Jungkook, kelinci nakal kesayangan kalian."
Jungkook tersenyum. "Ya, kami datang."
Jemari Yoongi terangkat untuk mengusap bingkai foto mendiang orang tuanya. Menolak getir yang hadir tanpa permisi.
"Banyak sekali yang terjadi setelah kepergian kalian. Rasa-rasanya aku hampir gila menghadapinya. Tapi semua bisa diatasi. Putramu ini, benar-benar bisa diandalkan. Jangan khawatir, beristirahatlah dalam damai."
"Kak Yoongi memang yang terbaik, Ayah, Ibu. Terima kasih telah memberiku kakak luar biasa sepertinya."
Lalu mereka menghentikan ocehannya. Beralih menatap kedua orang tuanya dengan mata yang perlahan menyendu. Masing-masing dari mereka memendam kerinduan yang terlampau besar, yang tak sampai hati dikeluhkan pada satu sama lain.
Tidak pernah ada yang baik-baik saja tentang sebuah kehilangan. Tidak ada. Tidak Yoongi sekalipun.
Si pemuda berkulit pucat yang bahkan tidak menangis di upacara kematian kedua orang tuanya. Sosok sulung yang terlihat tegar dengan terus mengusap punggung adiknya yang terisak. Berkali-kali menggumamkan kalimat penenang hingga si bungsu berhenti untuk menangis. Yoongi yang terlihat baik-baik saja, yang nyatanya hanya menutupi lukanya. Tidak ingin terlihat rapuh di depan adiknya. Harus bisa menjadi pilar untuk adiknya.
Yang tanpa diketahui siapapun, selalu terjaga dan menangis di sepanjang malam. Menyebutkan nama ayah dan ibunya, meminta mereka untuk kembali, meski itu hanya sebuah kesia-siaan.
Sekali lagi, tidak pernah ada kata baik-baik saja untuk sebuah kehilangan.
****
Mereka sampai di tempat tujuan dua jam kemudian. Iya, mereka. Bersama Yoonji dan juga Hoseok.
Seokjin sengaja mengajak teman-temannya untuk berlibur ke pantai sehari setelah pernikahannya. Seokjin tahu, mengumpulkan mereka semua bukanlah perkara mudah. Terlebih bagi Yoonji dan Hoseok yang belum berminat untuk kembali ke Seoul, masih betah menikmati ketenangan dunia di Ilsan.
Jadilah Seokjin mengajak mereka tepat sehari setelah ia menikah. Menginap di villa miliknya yang tidak jauh dari bibir pantai. Berlibur semalam Seokjin rasa bukan masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason || Lizkook ✔
FanfictionBagi Jungkook, Lisa sesederhana angin yang berhembus. Pembawa ketenangan. Pembawa kesejukan. Dan bagi Lisa, pertemuannya dengan Jungkook seperti oase di padang pasir. Memberikannya alasan untuk bertahan. Lisa yakin, setiap hal punya alasannya masing...