"Apa maumu sebenarnya?!"
Yoonji berdiri di hadapan Hanna yang kini menatapnya murka. Serapat apapun Yoonji menyembunyikan, pada akhirnya Hanna tetap tahu bahwa Yoonji sudah mencuri hal yang paling penting untuknya.
"Kau tahu apa akibat dari perbuatanmu itu, huh?! Kau mau memasukkan ibumu sendiri ke penjara, begitu?!"
"T-tidak, bukan seperti itu," cicit Yoonji. Hanna yang sedang marah bukanlah pemandangan yang ingin Yoonji lihat.
"Sial. Bagaimana bisa aku memiliki anak sepertimu?! Menyusahkan saja! Kau tahu seberapa banyak?"
"Semuanya. Aku tahu semuanya. Aku juga tahu kalau Hoseok adalah kakak kandungku yang sebenarnya." Yoonji memberanikan diri menatap Hanna.
"Jangan asal bicara! Dia bukan siapa-siapa, dia hanya detektif sok pintar yang selalu memata-mataiku, paham?!"
"Tidak! Hoseok itu kakakku. Aku tahu. Jangan sembunyikan apapun dariku, percuma. Jung Daeshim, itu ayahku, kan? Mantan suamimu."
Telapak tangan Hanna mendarat dengan keras di pipi Yoonji, wajahnya memerah menahan amarah.
"Sampai kapan mau berbohong, Bu? Aku bukan anak kecil lagi, aku tahu semua kejahatanmu. Kecelakaan Tuan Min, penyerangan Jungkook, itu semua ulahmu. Aku tahu!"
"Sialan! Kau ini bicara apa? Jangan mengatakan omong kosong di depanku! Dia mati karena kecelakaan, bukan karenaku!"
Yoonji memberanikan diri melangkah mendekat. Tidak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya. Yoonji sudah terlampau muak dengan semua kenyataan yang diketahuinya belakangan. Tentang asal-usulnya, tentang kemalangan yang menimpa Jungkook, tentang kejahatan ibunya. Yoonji sudah muak. Jadi, daripada semakin dipendam, lebih baik Yoonji bicara.
"Kim Hanna, menikah dengan Jung Daeshim dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Jung Hoseok. Yang kemudian Kim Hanna bertemu lagi dengan mantan kekasihnya, Min Dowoon. Jatuh cinta lagi, berusaha kembali pada Min Dowoon, yang sayangnya, tidak digubris. Hamil lagi anak kedua, memilih meninggalkan suami dan anak pertama di tengah kemelut kemiskinan. Memilih mengikuti Min Dowoon, kemudian melahirkan anak perempuan untuk diberi nama Min Yoonji. Sampai disini aku benar, kan, Bu?"
Yoonji mati-matian menahan air matanya, kendati sia-sia saja. Menatap mata Hanna justru membuatnya semakin sesak. Yoonji ingin Hanna berhenti, tapi yang dilihatnya justru kilat kemarahan di mata Hanna.
"Tutup mulutmu!"
"Ibu yang merencanakan kematian Tuan Min, menjadikannya seolah kecelakaan tunggal meski campur tangan Ibu ada di dalamnya. Biar kutebak, cinta Ibu tidak terbalaskan karena Tuan Min amat mencintai istrinya. Jadi Ibu menggunakan cara kotor untuk melenyapkan mereka, termasuk Kak Yoongi dan Kak Jungkook. Aku benar, kan?"
Yoonji meluruh, bersimpuh di hadapan Hanna. Menyembunyikan isaknya, lantas mengatupkan kedua tangannya.
"Berhenti, Bu. Kumohon sudahi semuanya. Ibuku bukan penjahat. Mari memulai kehidupan baru yang lebih baik, ikhlaskan semuanya. Hanya ada aku, Ibu, dan Kak Hoseok," lirihnya.
Lantas Hanna ikut berjongkok, menyamakan tingginya dengan Yoonji, membelai wajah Yoonji dengan lembut.
"Kau mau memulai hidup baru dengan Ibu, Nak? Mau membuka lembaran baru?" tanyanya.
Yoonji hampir-hampir tidak percaya mendengar suara lembut Hanna. Hampir berpikir kalau Hanna akan memukulnya lagi.
"Ya, mari kita ulang semuanya dari awal, Bu. Jauhi keluarga Min, mari hidup denganku saja." Yoonji menatap mata Hanna penuh pengharapan.
"Baik, kalau itu maumu. Aku tidak akan menyentuh keluarga itu lagi. Hubungi Hoseok, kita akan bicara. Sebagai keluarga."
Hanna beranjak, meninggalkan Yoonji dengan sejuta harap yang ia bumbung tinggi. Selangkah lagi, dan keluarga harmonis yang didambakannya akan terwujud. Dia mungkin akan kehilangan Jungkook dan Yoongi setelah ini, tapi dia akan mendapatkan ibunya kembali.
****
Pekae menggenggam tangan Lisa yang terbebas dari infus. Dipandanginya wajah si bungsu. Mengucap syukur sebanyak-banyaknya, memohon ampun pada Tuhan atas kelalaiannya.
Pekae sudah menemui mantan suaminya yang kini mendekam di bui. Berdamai, dan mengatakan akan mengambil hak asuh atas Jisoo dan Lisa. Yang untungnya disambut baik oleh mantan suaminya itu.
Setelah ini, Pekae berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi meninggalkan anak-anaknya sesulit apapun keadaannya nanti.
"Bangunlah, Nak, ayo mulai semuanya dari awal. Ibu akan memperbaiki semuanya." Pekae mencium punggung tangan putrinya, menyalurkan kasih yang terpendam lima tahun lamanya.
Lantas pintu kamar Lisa terbuka, menampakkan sosok Jungkook yang datang dengan senyum khas miliknya. Membuat Pekae ikut tersenyum, lagi-lagi bersyukur karena putrinya dikelilingi orang-orang baik.
"Selamat siang, Bibi." Jungkook membungkuk.
"Selamat siang, Jungkook." Pekae berdiri. "Mau menjenguk Lisa, ya?"
"Iya, Bibi. Bolehkah?"
"Tentu saja. Ah, jangan memanggilku Bibi, panggil Ibu."
Jungkook blank. Tunggu, dia tidak salah dengar, kan? Telinganya sedang tidak bermasalah, kan? Atau setelah pulang dari gereja pikirannya jadi melantur ke mana-mana?
"Aku tidak buta, Jungkook. Kau menyukai putriku, aku bisa membaca matamu. Jadi, panggil aku Ibu, ya? Sama seperti Seokjin juga."
Jungkook lebih blank lagi. Seokjin tidak pernah cerita apa-apa. Mendadak Jungkook jadi penasaran sudah sejauh apa langkah yang Seokjin ambil.
Pekae berjalan mendekat, mengusap pundak Jungkook lembut.
"Tidak apa-apa, Jungkook. Anggap aku ibumu juga, tidak masalah."
Lantas tangannya terulur membawa Jungkook dalam rengkuhannya, memberi kehangatan laiknya seorang ibu bagi Jungkook. Membuat Jungkook jadi merindukan ibunya yang sudah bersama Tuhan.
"Ibu," lirihnya.
"Iya, begitu. Jangan sungkan, kalian semua bisa memanggilku seperti itu, tidak masalah."
Suara Pekae mengalun lembut di telinga Jungkook, membuat kerinduan itu semakin membuncah di dada. Lalu tanpa aba-aba, Jungkook balas memeluk Pekae, mendekapnya seolah sang ibu yang memeluknya sekarang.
"Kau bisa menangis, Jungkook, tidak perlu ditahan. Anggap aku ibumu, tidak apa-apa."
Ujaran itu sukses membuat Jungkook benar-benar meneteskan air mata. Mengingat bahkan dirinya sudah lama sekali tidak pernah berkunjung ke rumah abu untuk menemui kedua orangtuanya. Merasa menjadi anak durhaka hanya karena ketakutannya.
"Kau bisa menemui Ibu kapanpun kau mau, kau bisa mengajak kakakmu juga. Tidak perlu ragu, Ibu sangat-sangat berterima kasih pada kalian. Terima kasih telah menjaga malaikat kecil Ibu, terima kasih sudah mau menjadi temannya, terima kasih karena telah melimpahinya dengan begitu banyak cinta."
Hingga sebuah suara menginterupsi, menciptakan euforia yang tak terbendung. Membuat dua orang yang tengah berpelukan itu lantas mengurai peluknya, mendekat. Mengucap syukur sebanyak mungkin.
"I-bu."
____
Hiyaaaaa... detik-detik menuju ending :)
Nanti jangan rindu kalau Reason agak jarang apdet, cz aku sedang menyiapkan ending yang semoga tidak mengecewakan :")
Juga, menyiapkan cerita baru pengganti Reason :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason || Lizkook ✔
FanfictionBagi Jungkook, Lisa sesederhana angin yang berhembus. Pembawa ketenangan. Pembawa kesejukan. Dan bagi Lisa, pertemuannya dengan Jungkook seperti oase di padang pasir. Memberikannya alasan untuk bertahan. Lisa yakin, setiap hal punya alasannya masing...