Lisa menatap wajah damai Jungkook. Pemuda itu belum juga membuka matanya sejak semalam, seolah benar-benar menikmati tidurnya. Lisa menerawang, mungkinkah Jungkook kembali bertemu ibunya seperti apa yang dia ceritakan waktu itu? Lagi-lagi ia menatap Jungkook dengan tatapan sendu, mengusap pelan surai hitam pemuda di hadapannya ini.
"Bukankah aku ini teman yang buruk, Kook? Aku bahkan tidak bisa mengatakan dan melakukan apapun meski aku melihatnya sendiri ketika dia menyakitimu," gumam Lisa.
Lisa mengalihkan pandangannya, beralih menatap ke luar jendela. Dari tempat ini dia bisa melihat jelas pemandangan di luar. Taman yang menjadi saksi pertemuan pertama mereka juga terlihat dari sini.
Saat itu Lisa hanya asal saja mendekati Jungkook, tidak berniat menyapa sebenarnya. Lisa sudah sering menyapa banyak orang, tapi tidak ada satupun di antara mereka yang bahkan menyadari kehadirannya. Lalu tanpa sengaja netranya menangkap Jungkook yang duduk sendirian di kursi roda dengan headset yang menyumpal telinganya.
Kakinya melangkah mendekati Jungkook. Duduk diam disampingnya tanpa mengeluarkan suara. Lisa pikir, keadaan akan tetap hening seperti itu. Duduk berdampingan tanpa sepatah katapun terucap. Lisa sedikit terkejut ketika Jungkook menolehkan kepalanya, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dan Lisa hanya tersenyum canggung saat itu.
Lalu semua mengalir begitu saja. Basa-basi tidak penting, dan berakhir Lisa yang mendatangi kamar Jungkook keesokan harinya, mengejutkan teman barunya itu. Katakanlah Lisa kelewat antusias karena mendapat teman setelah sekian lama berada di tempat yang sudah seperti rumah keduanya ini.
Sudah cukup nostalgianya. Lisa mengarahkan pandangannya lagi pada Jungkook. Menatap sekilas wajah pucat itu sebelum pada akhirnya keluar.
Seokjin masuk lima menit setelah kepergian Lisa. Pemuda jangkung yang satu tahun lebih tua dari Yoongi itu lantas melepas jaket yang dikenakannya sebelum mendekat ke ranjang Jungkook, menatap iba pada sosok yang sudah dianggapnya sebagai adik.
"Kau mengantuk sekali, ya? Sampai tidak mau cepat-cepat bangun? Tidak apa-apa, asalkan kau masih bersama kami," lirihnya.
Lantas tangannya terjulur untuk mengusap kepala Jungkook dengan sayang. Bersikap selayaknya seorang kakak pada adiknya. Lebih baik Seokjin melihat Jungkook yang merusuhinya di kantor daripada melihat Jungkook yang terbaring lemah seperti ini.
****
"Bagaimana keadaan Kak Jungkook?" Yoongi menoleh kala suara lembut Yoonji menyapa pendengarannya. Yoonji meminta Yoongi untuk mengunjunginya sebentar, dan Yoongi mengiyakan.
"Masih belum sadar," jawab Yoongi sekenanya.
Yoonji mengernyit. "Bukankah hari ini harusnya sudah pulang? Kakak sendiri yang bilang padaku kemarin."
"Harusnya begitu. Semalam dia sempat kritis, tapi sekarang sudah baik-baik saja."
Gadis itu mengangguk mengerti, lantas membawa Yoongi menuju ruang keluarga.
"Di mana Bibi Hanna?"
"Ibu sedang ke pasar," jawabnya sambil berlalu ke dapur. "Kapan Kakak mau membawaku untuk menjenguk Kak Jungkook?"
Yoongi menghela napas. "Nanti, setelah semuanya membaik."
"Apa Kak Jungkook masih belum bisa menerimaku?"
Dengan berat hati Yoongi mengangguk, membenarkan pertanyaan Yoonji. Melirik gadis itu yang rupanya tengah menghela napas.
"Aku minta maaf, Kak. Saat itu, aku benar-benar tidak bermaksud untuk mengacaukan semuanya. Aku datang bukan untuk maksud buruk. Aku hanya meminta pengakuan dari Ayah, tapi bahkan aku tidak tahu kalau mereka sudah di Surga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason || Lizkook ✔
Hayran KurguBagi Jungkook, Lisa sesederhana angin yang berhembus. Pembawa ketenangan. Pembawa kesejukan. Dan bagi Lisa, pertemuannya dengan Jungkook seperti oase di padang pasir. Memberikannya alasan untuk bertahan. Lisa yakin, setiap hal punya alasannya masing...