Mami duduk di kursi yang mengarah ke taman, gemericik air kolam renang membuat suasana lebih tenang, Nisa pun juga duduk menghadap Mami, dengan hati, pikiran yang masih diliputi dengan jutaan pertanyaan. Apapun yang akan Mami bicarakan Nisa akan mendengarkan, jika ada hal yang menyinggung perasaan artinya datang lagi ujian kesabaran.
“Ehm…” Mami tampak akan memulai pembicaraan, Nisa menatap Mami dengan senyuman meski perasaannya tak karuan tapi berusaha tetap berpikiran positif. Mami memegang kedua tangan Nisa yang ada di atas meja, pandangan Mami pun menunduk. Nisa pun sontak kaget dengan apa yang dilakukan Mami mertuanya.
“Nis…Mami tahu, Mami selama ini sudah jahat sama kamu, Mami udah banyak salah sama kamu, Mami sadar, Mami keterlaluan…” butir-butir bening pun mengalir tanpa permisi di pipi Mami yang putih berseri. Hati Nisa terenyuh melihat apa yang terjadi di hadapannya, antara percaya dan nggak percaya, begitu mudahnya Allah membolak-balikkan hati hamba-Nya, begitu indah Allah mengabulkan untaian doa-doanya selama ini. Mata Nisa pun berkaca-kaca, ia menangkup kembali kedua tangan Mami di meja.
“Mi…”
“Mami tahu Nis…Mami sangat keterlaluan, Mami nggak bisa jaga omongan, Mami nggak bisa jaga perasaan kamu, Mami sangat-sangaaaaat keterlaluan, selama ini Mami seakan dibutakan semua kebaikan-kebaikan yang kamu lakukan, kamu yang masih saja baik sama Mami, yang terus sabar ngadepin Mami…Mami minta maaf…tolong maafin Mami…padahal bersamamu Faisal jadi jauh lebih baik, bersamamu Mami melihat kebahagiaan selalu terpancar di wajahnya, sedangkan Mami seakan selalu menjadi ‘boomerang’ bagi kehidupan kalian, maafin Mami Nis…Mami akan berubah jadi lebih baik…” wajah penyesalan tergambar jelas di wajah Mami, tangisannya bukan lagi bualan belaka namun penuh ketulusan, benar-benar penuh penyesalan, bahkan Mami mengenggam erat tangan Nisa lalu mencium tangan menantunya itu. Sontak Nisa ingin langsung menarik tangannya namun Mami begitu memegang erat, sangat erat. Mami menempelkan keningnya di tangan Nisa yang ia genggam dengan kedua tangannya, dengan derai air mata, Nisa pun melakukan hal yang sama, ia mendekatkan keningnya ada kebahagiaan serta keharuan yang membuncah bersamaan dengan air mata yang turut tumpah seakan menumpahkan segala apa yang ia pendam dalam dada.
“Maafin Mami Nis…”
Nisa berusaha membuat Mami menatapnya, Nisa mendekati Mami ingin memeluknya erat, Mami pun bangkit keduanya berpelukan erat, saling mendekap, saling merangkul bukan memukul, saling mendukung bukan menikung.
“Mi…sebelum Mami minta maaf Nisa udah maafin Mami…Nisa juga pasti banyak salah sama Mami…maafin Nisa juga ya Mi…yang bikin Mami kesel, maafin Nisa…”
“Sama Nis…Mami yang jauh lebih banyak salahnya…”Dari kejauhan Faisal melihat adegan yang dramatis antara istri dan Maminya, ia memang tak dapat mendengar dari kejauhan apa yang menjadi obrolan keduanya, namun ia yakin ada hal baik yang terjadi antara keduanya, seakan tembok penghalang yang menjadi sekat selama ini telah runtuh seketika. Ia terharu, ia tersenyum, semoga ini tidak sementara, bukan hanya hari ini saja namun esok, lusa dan selamanya dekapan erat Mami pada Nisa yang selama ini diharapkan, yang selama ini dirindukan oleh istrinya, yang selama ini menjadi doa-doa dalam tiap sujud panjangnya. Akhirnya untaian doa-doanya dan istrinya diijabah, Allah buka hati Mami, Allah hilangkan ‘kebencian’ berganti rasa sayang penuh kecintaan.
Sebenarnya Faisal sedari tadi penasaran ingin ‘nguping’ pembicaraan antara Mami dan Nisa, namun ia harus mencari cara terlebih dahulu yaitu menidurkan Nafis dan Nafisa, setelah keduanya terlelap baru ia meninggalkan putra putrinya di kamar, dan melangkahkan kaki menuju taman belakang rumah. Beruntungnya ia masih menyaksikan potongan episode drama nyata hari ini yang lebih indah dari pada drama Korea kesukaan istrinya. Faisal merogoh sakunya, mengeluarkan ponsel mengabadikan momen haru ini dari kejauhan.Mami melepaskan pelukan, mengusap air matanya sendiri kemudian menatap Nisa mengelap air mata yang masih mengalir di pipi menantunya. “Makasih ya Nis…udah sabra ngadepin Mami yang seperti ini…Mami terlalu egois selama ini, terimakasih telah jadi menantu Mami…terimakasih telah menyadarkan Mami…”
“Sama-sama Mi…terimakasih sudah menerima Nisa sebagai menantu Mami…dengan segala kekurangan yang Nisa miliki”
Siapa yang tak bahagia setelah sekian lama akhirnya doa-doanya diijabah, Allah mengabulkan doanya di waktu yang tepat, tak butuh waktu cepat karena Allah ingin menguji seberapa kuat hamba-Nya, seberapa sabar dan ikhlas dalam menghadapi setiap ujian dan masalah yang ada, Allah ingin tahu seberapa gigih hamba-Nya melangitkan doa-doa yang sama pada-Nya. Tak ada doa yang dilangitkan sia-sia, Allah selalu mendengarkannya, justri DIA tak pernah bosan mendengar keluh kesah dan curhatan hamba-Nya, melalui untaian doa-doa dengan kedua tangan yang menengadah ke hadapan-Nya.
“Udahan ah…nangisnya…nanti malu kalau ketahuan yang lain… Nis…Mami nyesel banget udah menyia-nyiakan menantu sebaik dan sehebat kamu…” Keduanya kembali berpelukan erat.
Jutaan pertanyaan yang mengitari pikiran Nisa kini terjawab sudah, tak ada lagi ketakutan, taka da lagi keraguan, yang ada hanyalah keyakinan untuk terus menatap masa depan, kini kepedihan berganti perlahan dengan kebahagiaan, janji Allah pasti ditepati bersama kesulitan ada kemudahan. Mungkin kesulitannya di hari-hari yang lalu tak dapat dekat dengan Mami mertuanya, namun bersamaan dengan itu juga Allah berikan banyak kemudahan dalam kehidupannya. Hidup berumah tangga tiap orang berbeda-beda ujiannya namun semua kembali pada bagaimana cara mengatasinya dan selalu melibatkan Allah dalam setiap langkah.
“Oh ya Nis…ngomong-ngomong…lusa udah siap buat aqiqahan si Kembar?”
Nisa mengangguk “Udah kok Mi…Bang Isal udah menghubungi semuanya, dari mulai vendornya, yayasan yang ngurusin aqiqah dan keperluan lainnya, oh ya Mi…Nisa juga udah siapin baju seragam buat keluarga…”
“Wah…pasti bagus bajunya…”
“Semoga Mami suka ya Mi…oh ya Mi…gimana kalau kita ngobrolnya lanjut di dalem aja…hhehehee takut si Kembar udah butuh ASI”
“Oh ya…Mami sampek kelupaan…terbawa suasana soalnya Nis…yuk…eh tapi bentar…Mami cuci muka dulu, kamu juga…biar Faisal nggak ngelihat kalau kita berdua habis nangis bombay”*****
Faisal sudah kembali sebelum Mami dan Nisa sempat melihatnya, ia menyalakan televisi di ruang tengah, sembari bersandiwara pura-pura tidak melihat apa-apa saat Mami dan Nisa kembali. “Eh Mami…sendirian ke sininya Mam?” Ia bangkit menyambut Mami, mengulurkan tangan dan mencium wanita yang telah melahirkannya.
“Iya Sal…semalem Mami ngimpiin kamu…kangen juga sama di Kembar”
“Ngimpiin apa Mi?”
Mereka bertiga duduk di sofa, Nisa duduk di samping Faisal sedangkan Mami duduk di hadapan keduanya.
“Iya ngimpi aja ngelihat kamu…ternyata kata Bi’ Ijah dan Nisa kamu lagi sakit”
“Ah…udah nggak kok Mi…udah sehat begini…”
“Nggak ke dokter? Kata Nisa kamu nggak mau dipanggilin dokter”
“Lah udah ada dokternya di sini…” Faisal merangkul pundak istrinya, Nisa hanya tersenyum dan tersipu
“Bang Isal emang bisa ngeles aja nih Mi…”
“Bagus kalau gitu…istri serba bisa diandelin, oh ya Nafis sama Nafisa mana?”
“Oh itu Mam…tadi udah tidur…”
“Seriusan Bang…mereka tidur?”
Faisal mengangguk “Duarius malah…”
Melihat keromantisan dan kekompakan anak dan menantu di hadapannya, Mami turut bahagia, tidak ada lagi ganjalan dalam hatinya, dia lebih merasa tenang tak ada beban. Ya ternyata melepaskan ego, belajar untuk menerima memang tak mudah, namun justru dengan cara ini Allah mengingatkannya, Allah menegurnya sebelum menyesal sepenuhnya, sebelum Allah yang memberikan balasan setimpal padanya karena kelakuannya.
“Kalau gitu Mami mau pamit pulang dulu ya…Mami mau lihat si Kembar bentar terus pulang”
“Oh…jadi Mami ke sini tuh ada urusan sama Nisa dan si Kembar aja? Faisal dilupain nih…”
“Ya nggak gitu juga Cal…lagian kamu tadi lama banget mandinya, yaudah Mami ngobrol sama Nisa…”
“Tapi kok ngobrolnya kayak serius gitu di taman belakang lagi…ngobrolin apa sih?”
“Ada deh…urusan perempuan ya nggak Nis?”
Nisa mengangguk, meng-iyakan ucapan Mami mertuanya “Iya Bang…urusan perempuan…oh ya Mi…Nisa sekalian kasih bajunya buat Papi dan Eyang ke Mami ya?”
“Ya …boleh…boleh Nis…”
Melihat interaksi antara Mami dan Nisa, Faisal semakin yakin bahwa obrolan antara istri dan Maminya bukan hal biasa, dan ia juga yakin bahwa Maminya sudah berubah, ada tatapan yang berbeda, ada ucapan manis yang terlontar dari bibirnya..
Bagaimana?
Alhamdulillah bisa up 😊Makasih pembaca kesayangan yang udah sabar menantikan kisah "Faisal & Nisa"
KAMU SEDANG MEMBACA
Faisal & Nisa
Spiritual"Karena Cinta Bukan Sebatas Kata-kata" Nisa Khadijah Sabilah, seorang model muslimah ternama dengan karir yang semakin naik daun, dan memiliki banyak penggemar karena pribadinya yang baik dan humble. Sosok wanita yang kuat dan mandiri sepeninggal o...