6. Pengakuan

2.7K 209 24
                                    

Kita bongkar satu alasan kenapa Ira masih mau bertahan. Karena ada alasan lain yang lebih kuat kenapa Ira masih mau bertahan.
________________________

'kita berjuang bukan bersama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'kita berjuang bukan bersama. Kamu untuk cintamu padanya dan aku dengan cintaku padamu.'

~Hafidz~

****

'Aku telah jatuh lebih dalam lagi dalam kubangan kebencianmu'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Aku telah jatuh lebih dalam lagi dalam kubangan kebencianmu'

~Zahira~
_

______________________

Aku bukan lelaki sempurna, bahkan dosaku telah menggunung. Melihat dia yang kucinta menderita, hatiku terkoyak. Memandang secara hukum dia telah milik orang lain, tapi boleh 'kan jika aku hanya ingin menjaganya tanpa menjadi yang ketiga. Mencintai tanpa mengharap balasan serupa.

Usai mengajar aku langsung menuju parkiran mobil para dosen. Tidak seperti biasanya, kali ini entah aku ingin lebih dulu menuju taman, mencari dia yang biasa duduk bersama sahabatnya. Akhir-akhir ini aku khawatir dibuatnya, dia sering murung di dalam kelas ketika mata kuliahku  dan itu mengganggu pikiranku. Ya Allah, berdosakah aku? Semua pikiran itu sulit kuhilangkan.

Tepat perkiraanku, dia duduk di kursi taman tapi kali ini seorang diri. Mengetikkan sesuatu pada gawainya lalu bangkit berjalan menuju gerbang kampus. Aku  mengikutinya, berdiri mengawasinya dari jarak jauh cukup lama hingga tiba-tiba sebuah mobil warna hitam berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan cepat seorang yang ada di dalamnya keluar dan berjalan ke arah Ira.

Mataku menatap tajam, Pria itu mendekati Ira dan langsung mencengkeram tangannya. Terlihat jelas Ira kesakitan atas perlakuannya, berusaha melepaskan cengkraman itu namun berujung sia-sia. Pria itu masih mencengkeram tangan Ira sembari mengatakan sesuatu yang tidak dapat kudengar. Napasku memburu ketika tiba-tiba terdengar suara bentakan keras dari arah dua insan itu.

Pikiranku berkecamuk, ada hal yang tidak benar pasti terjadi antara mereka. Aku berjalan lebih dekat mencari tahu apa yang terjadi. Saat kakiku berdiri cukup dekat, kudapati kejadian yang membuat amarahku muncul. Ternyata dia Kamal, suami Ira yang dengan tega mencengkeram tangan Ira serta membentaknya di depan umum. Bahkan pria itu tak peduli dengan rintihan Ira karena merasa sakit kulitnya yang terluka akibat cengkraman mengeluarkan darah. Aku tidak bisa terima, dia sudah keterlaluan. Kupercepat langkah semakin mendekati pasangan itu. Sesekali meminta mahasiswa yang hendak mendekati Ira untuk menjauh.

"Semua salahmu! Jika kamu tidak berhubungan dengan Ayu, pasti semuanya tidak begini." Kamal membentak Ira, menatapnya dengan penuh kebencian. Ira  hanya menunduk dengan air mata mengalir deras.

"Jangan kasar dengan wanita." Timpalku berusaha tetap tenang tanpa menggunakan emosi yang sebenarnya sudah hampir meledak.

Pria itu menatapku, kulihat amarah pada sorot matanya. Mengendurkan cengkraman hingga tangan Ira bisa terbebas.

Aku menepatkan diri di depan Ira. Menjadikan punggungku sebagai penghalang antara Ira dan Kamal.

"Apa urusanmu? Kamu tidak tahu apa-apa." Dia menatapku sinis, berkata dengan nada dingin menusuk.

Aku maju satu langkah lagi, lebih dekat dengan Kamal. Hanya beradu pandang dengannya. Aku bukan tipe pria yang mudah melayangkan bogeman. Jika bisa diselesaikan dengan omongan yang baik kenapa menggunakan kekerasan. "Memang saya tidak tahu apa-apa. Tapi, melihat cara Anda memperlakukan wanita seperti itu membuat saya terganggu."

Kamal mendesis, berdecak tak terima. Mengepalkan tangannya, memberi tatapan tajam. "Dia isteri saya. Kamu tidak ada hak mengomentari apapun yang saya lakukan."

Aku menggeleng. Tersenyum kecut. "Memang Zahira isteri Anda. Tapi, bisakah Anda berbuat lebih halus padanya? Lihat, tangannya sampai terluka." Sungguh, perlakuannya tadi pada Ira tidak bisa kuterima. Berlaku kasar pada kaum hawa.

Hening, tanpa antisipasi apapun tiba-tiba kepalan tangan Kamal mengayun mengarah pada wajahku, memberi tinjuan disana. Ira memekik, menyaksikan perbuatan tidak terpuji suaminya. Pantaskah gadis tak bersalah itu harus terkungkung dalam ikatan pernikahan dengan pria pengecut seperti Kamal.

Aku meringis, menahan perih. Tanganku bergerak menyentuh sudut bibirku yang perih dan mengeluarkan darah akibat bogeman tadi. Aku tidak ingin membalas, membiarkan pria pengecut itu melakukan apa yang dia mau hingga puas. Tidak ingin melayani manusia yang tengah tersulut emosi itu. Membalas bukan menyelesaikan, malah menambah masalah. Karena apa, jika balasanku nantinya tidak setimpal dia akan membalas ku lagi dengan perbuatan yang lebih dari apa yang kulakukan.

Ternyata Ira tak tinggal diam, dia berjalan mendekati Kamal, menariknya mundur. "Mas, apa yang kamu lakukan?" 

Tak ada tanggapan, pria pengecut itu berdecak lalu mendorong Ira hingga terjatuh kemudian dia pergi begitu saja.

Sungguh tidak berhati pria itu, dengan tega melukai istrinya berulangkali. Dimana nuraninya, sedikitpun tidak menoleh untuk melihat apa yang baru saja diperbuat.

Hatiku sakit, Ira terduduk dengan tangis yang mulai terdengar. Suara tangisnya  begitu lirih dan menyiksa hingga menusuk relung terdalamku. Dia begitu rapuh. Ingin kuulurkan tangan dan menariknya  dalam dekapan tapi semua itu tidak mungkin.

Kepalaku menoleh, mendapati sahabat Ira, Anindiya yang berlari ke arah kami. Kuberi isyarat padanya untuk membantu Ira  berdiri lalu membawanya ke tempat lain.

Ira masih bergeming tak peduli dengan kedatangan Anin, mengabaikan uluran tangannya.  Masih dengan posisi yang sama, Ira mengusap wajahnya yang berlinang air mata. "Apa semuanya memang salahku?"

Anin menggeleng cepat, menunduk lalu menarik Ira dalam dekapan. "Kamu tidak bersalah. Semua yang terjadi adalah kehendak Allah. Manusia tidak bisa menolak."

"Mas Kamal menyalahkanku atas hal yang menimpa Mbak Ayu. Mbak Ayu keguguran karena memikirkan kelanjutan pernikahanku dan Mas Kamal."

Kulihat Anin mengendurkan pelukannya. Mengusap kedua pipi Ira yang masih tersisa bekas kesedihan. "Apa kamu masih mau bertahan?"

Mataku fokus pada Ira, menanti balasan yang begitu ingin kutahu. Memastikan sesuatu yang begitu menganggu hatiku.

"Aku cinta dengan Mas Kamal. Aku masih ingin berjuang untuk Mas Kamal."

Pengakuan Ira cukup meremas hatiku, tapi membuatku mengerti alasan kenapa dia masih mau bertahan. Namun, ketika kembali mengingat perlakuan Kamal tadi membuat napasku memburu, membuatku ingin bertindak lebih atas perbuatannya. Karena  perbuatannya tadi tidak bisa dimaafkan begitu saja. Kupastikan dia akan menyesal karena menyiakan wanita seperti Ira. Ketika cinta itu telah dilabuhkan ternyata malah kesakitan yang didapatnya.

Aku akan tetap berjuang untuknya entah pada akhirnya seperti apa, memberi kesempatan padaku bersamanya atau membiarkannya bahagia dengan yang lain. Itu terserah yang Maha Kuasa. Ternyata posisi kita sama, sama-sama berjuang. Tapi kita berjuang bukan bersama. Kamu untuk cintamu padanya dan aku  dengan cintaku padamu.

Namun, jika suatu saat Kamal melepas Ira, maka akulah orang pertama yang dengan senang hati membuka tangan lebar-lebar, menerimanya. Karena sebenarnya aku telah jatuh hati padanya sebelum dia ada ikatan dengan Kamal.

🍂🍂🍂🍂

Semarang, 13 April 2020

Dua Akad [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang