بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA****
Assalamualaikum, saya update agak cepet. Soalnya saya juga harus kuliah online.
Berhubung sekarang kuliah online masih longgar, insyaallah saya kebut.
Jangan lupa vote dan komentar 🙏
Ini 1000 kata lebih,.. kalau menurut kalian sedikit, bacanya pelan mawon biar kerasa lama😄
________________'Rasaku tidak akan kubuat alasan untuk membuka sebuah kebenaran yang akan menghancurkan usahanya meraih cinta, meski aku yang harus sakit'
~Hafidz~
__________________"Cak, kenapa masih menyembunyikan kebenaran ini?"
Pria yang dipanggil Cak menoleh, matanya menatap sang lawan bicara sembari mengembuskan napas panjang. "Aku tidak ingin melampaui batasku, Dit."
"Tapi, bukankah njenengan disuruh walinya untuk mengawasi dan menjaganya? Jadi, apa salahnya mengabarkan yang sesungguhnya."
"Aku tidak bisa melakukan itu, Dit. Jika aku mengatakan, itu sama saja aku mengundang hal yang dibenci Allah. Faruq akan meminta Ira dari Kamal, yang artinya meminta mereka bercerai." Pria berpeci hitam itu mengambil posisi duduk. Menyapu pandangan pada gemerlap bintang di langit malam dari teras. Meraih secangkir kopi hitam pekat yang tersaji pada meja kayu di depannya.
"Haruskah njenengan terus bersembunyi menjaganya? Melindungi meski tidak dianggap," ucap pria yang berdiri di samping pria yang duduk sembari menyesap kopi hitam.
"Aku memang mendapatkan amanah, tapi yang paling berhak mengatakan kondisi rumah tangganya Ira pada Faruq adalah Ira sendiri," jelas Pria berpeci hitam tadi yang baru saja menyesap kopi.
"Meski Cak Hafidz telah melihat bagaimana Ira diperlakukan tidak baik oleh suaminya?"
Pria tadi mengangguk dengan wajah tenang. "Aku bisa apa ketika Ira sendiri masih mau berjuang mempertahankan rumah tangganya. Apa aku tega menghancurkan usahanya? Tidak, Radit. Aku hanya berusaha mencegah Kamal berbuat buruk semampuku, tapi tidak untuk memisahkan."
Radit diam, menatap sosok di sampingnya dengan sejuta tanya dalam benak. Apa yang Cak Hafidz pikiran? Dia menjaga agar Ira tidak terluka, tapi malah dia sendiri yang harus terluka menerima keadaan. Alangkah bahagianya dia jika bisa melihat sosok cucu dari Kyainya ini bersatu dengan Ira.
Cak Hafidz dan Pak Hafidz adalah satu orang yang sama. Pria itu tinggal satu atap dengan santri sekaligus mahasiswanya yang tak lain adalah Radit. Panggilan Cak disematkan karena memang dari Pak Hafidz sendiri yang meminta. Menilik ayahnya yang berasal dari Jawa Timur, tepatnya Jombang.
"Bolehkah saya bertanya, Cak?" Ada sedikit ragu, tapi tertutup oleh keinginan tahuan Radit akan hal yang dia sendiri tidak tahu namun sekarang mulai andil peran.
Pria itu menatap Radit kemudian menggangguk, memberi isyarat memberikan kesempatan Radit bertanya.
"Bagaimana Cak Hafidz tahu tentang pernikahan Ira?"
Suasana tiba-tiba hening, Radit merasa tak enak telah bertanya terlampau jauh pada Pak Hafidz. Harusnya dia tidak lancang seperti ini.
Cukup lama dua pria itu terdiam hingga Pak Hafidz tersenyum tipis dan mengangguk. Memejamkan mata sesaat, menghirup udara malam yang mulai terasa dingin menusuk. "Aku datang sebagai tamu undangan oleh Faruq, kakak dari Ira. Dia teman karibku semasa kuliah di Mesir."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Akad [On Going]
EspiritualFollow sebelum baca Sebuah keadaan membuatku terjerat ikatan pernikahan yang tak kuinginkan. Ketika perlahan hati mulai ikhlas dengan takdir, dia tega menyisihkanku. Membangun kebahagiaan sendiri dengan wanitanya tanpa peduli lukaku. Haruskah aku...