بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN AL-QURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA***
'Ada hal yang tidak mungkin kulakukan, memaksakan dia mencintaiku. Dengan dia menganggapku ada, itu sudah lebih dari cukup.'
🍁🍁🍁
Suara azan membuatku terbangun, segera kutunaikan kewajiban pada sang Kholiq. Hanya karena-Nya aku masih bisa bertahan dalam hubungan rumit ini. Usai sholat kusimpan mukena lantas mengambil hijab instan, bergegas keluar kamar menuju dapur untuk menyiapkan sarapan Mas Kamal. Melupakan apa yang terjadi tadi malam. Aku tidak boleh melalaikan tugasku sebagai istri hanya karena masalah itu.
Tepat pukul enam semua masakan sudah tersaji di atas meja. Segera kuhidangkan sup ayam dalam mangkuk dan lauk lain di atas meja makan. Hatiku bersorak gembira, ini kali pertama aku memasak untuk Mas Kamal. Semoga Mas Kamal suka.
Aku menoleh, mendengar langkah kaki mendekat. Kuberikan senyum terbaikku padanya. Mas Kamal sudah rapi dengan kemeja warna coklat dan celana bahan hitam.
"Mas, sarapan. " Ucapku sembari menarik kursi untuk Mas Kamal duduk, mengambil piring lalu menyendokkan nasi serta sup dan lauk lainnya di atas piring Mas Kamal.
"Kata almarhumah Mama, Mas Kamal suka sup ayam sama tempe goreng. Jadi Ira buatin buat Mas." Tak henti-hentinya aku tersenyum melihat Mas Kamal menerima semua perlakuanku.
Hatiku mekar, tak ada penolakan darinya sudah membuatku bahagia. Tak peduli apakah dia mencintaiku atau tidak, tak peduli dia menikahiku dengan ikhlas atau tidak, aku tidak peduli. Semua yang kulakukan hanya dengan niat berbakti pada Imamku. Soal cinta biarkan Sang Sutradara Ulung yang mengatur bagaimana nasib cintaku kedepannya. Dia yang berkuasa membolak-balik hati manusia.
Baru saja hatiku mekar, ternyata bahagiaku tak bertahan lama. Suara dering ponsel membuat Mas Kamal menghentikan makannya. Meninggalkan meja makan, mengangkat panggilan dari seseorang. Kulihat matanya berbinar, bibirnya menyungging senyum. Suatu hal yang tidak pernah sekalipun di perlihatkan padaku.
"Aku harus pergi," ujarnya datar. Mas Kamal menyambar tas kerjanya yang ada di atas sofa. Bergegas masuk kamar mengambil kunci mobil.
Sepertinya tadi panggilan dari kantor, karena tidak mungkin Mas Kamal terburu-buru seperti itu jika tidak ada urusan penting. Segera kusiapkan bekal untuknya.
"Mas, ini bekal buat makan." Kuserahkan sebuah kotak bekal beserta air minum padanya.
Tak ada sambutan dari Mas Kamal atas kotak bekal yang kuserahkan. "Sudah kukatakan, kamu tidak perlu susah payah melakukan apapun untukku!" ujarnya dengan suara keras.
Hatiku tiba-tiba nyeri. Baru saja tadi Mas Kamal sedikit memberiku kesempatan melayaninya, kenapa sikapnya kembali seperti kemarin.
"Tapi Mas Kamal tadi hanya makan sedikit."
Tak ada tanggapan. Mas Kamal berjalan begitu saja meninggalkanku tanpa pamit.Aku tidak tega jika terjadi sesuatu pada Mas Kamal karena dia tidak makan dengan benar. Aku berlari mengejarnya sambil membawa kotak makanan tadi.
Tangan Mas Kamal sudah meraih pintu mobil. Sebelum benar-benar masuk, kuraih tangan kanannya. Menahan agar tidak masuk dahulu ke dalam mobil.
"Mas, bekalnya dibawa. Bisa dimakan waktu sampai kantor."
Dia berdecak. Mengibas kasar tanganku. "Apa sih mau kamu! Sudah kukatakan, jangan berbuat apapun untukku!"
Bukan sambutan hangat atas perhatianku, malah bentakan nyaring darinya yang pada akhirnya kuperoleh.
Tanganku mulai bergetar. Suatu hal yang tidak pernah kudapatkan dari keluargaku adalah bentakan, apalagi perlakuan kasar. Dia pria pertama yang melakukan itu padaku.
Tak sampai di situ, sebuah tatapan sinis dia lontarkan padaku, sembari berucap pelan namun membuat hatiku remuk redam.
"Dan satu lagi, Ayu sudah menyiapkan sarapan untukku di kantor. Jadi, simpan saja makanan itu. Aku tidak butuh." Menunjuk kotak bekal yang kubawa. Dia membuka pintu mobil, membawa kuda besinya meninggalkan pelataran rumah.
Tubuhku lemas, berjalan gontai masuk ke rumah. Ya Allah, hatiku kembali layu. Kuatkan aku hingga dia sedikit membuka hatinya untukku meski bukan sebagai wanita yang dicintainya.
Ada hal yang tidak mungkin kulakukan, memaksakan dia mencintaiku. Bagiku dengan dia menganggapku ada, itu sudah lebih dari cukup.
Jika dia tidak bisa mencintaiku sampai kapanpun, tapi setidaknya aku masih punya kesempatan membuatnya menganggap ku ada.
🍂🍂🍂
١٨ رجب ١٤٤١ ه
Semarang, 16 Maret 2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Akad [On Going]
SpiritualFollow sebelum baca Sebuah keadaan membuatku terjerat ikatan pernikahan yang tak kuinginkan. Ketika perlahan hati mulai ikhlas dengan takdir, dia tega menyisihkanku. Membangun kebahagiaan sendiri dengan wanitanya tanpa peduli lukaku. Haruskah aku...