Adakah yg nunggu part ini update lagi?
Kemarin aku tarik part ini, karena alur dan penokohan kurang sesuai. Semoga suka versi part ini
______________________Ada sebab hingga timbul akibat. Mungkin suatu saat akan menimpa bagi seorang hamba yang berbuat baik dengan balasan serupa pula bahkan lebih dan sebaliknya. Perbuatan buruk akan mendapatkan balasan buruk pula.
Cukup lama aku berada dalam pelukan Anin, hingga sebuah cubitan kecil pada pipi kananku membuatku melepas pelukannya.
"Sudah puas menangisnya?"
Ku usap ingus yang ternyata juga muncul tanpa undangan. Aku mengangguk, tersenyum, merasa lebih lega.
"Cerita sama aku, apa yang baru saja kamu alami. Aku belum paham dengan ucapanmu tadi tentang Mbak Ayu yang memintamu tetap bertahan." Aku menggeleng. Mengunci mulut.
"Kamu tidak ingin berbagi denganku?" Aku tahu maksud Anin baik, dia ingin aku membagi beban dengannya. Tapi aku tidak bisa. Sungguh, merasa berdosa aku jika kembali membeberkan semua masalah rumah tanggaku pada orang lain meskipun pada Anin. Cukup kamarin aku membagi, sekarang harus kututup. Bagaimana pun juga, masalah rumah tangga tidak benar bila diumbar. Hanya aku, Allah dan pasanganku yang tahu.
Aku kembali menggeleng. 'Maaf, Nin. Ada hal yang tidak bisa kukatakan menyangkut rumah tanggaku.' Batinku.
Anin mengangguk. Meremas tanganku tiba-tiba. Tatapannya mendadak kosong, seolah menyelami kembali memori masa lalunya yang telah lama tertimbun. "Aku pernah merasakan sedih seperti yang kamu alami, Ra. Tapi dengan sebab yang berbeda."
Mataku terbelalak, hal yang selama ini sudah tertutup sebentar lagi akan terbuka. Luka itu kembali.
"Kamu ingat, dulu aku pernah berada pada posisi merasa paling rendah. Kehilangan sosok penting bagiku, suamiku meninggal dalam kecelakaan yang membuatku sangat terpukul namun akhirnya aku harus ridho menerima takdir menjadi janda muda dengan pernikahan baru berjalan satu Minggu. Kamu selalu memberiku semangat, Ra. Dari situ aku tahu, Zahira Safitri wanita hebat, dia akan terus berjuang untukku dengan niat ridho Allah, dan selalu mengingatkanku tak lupa bertawakkal." Matanya terpejam bersamaan dibarengi air mata yang mengguyur pipinya. Dadaku sesak, Anin kembali dengan luka lamanya.
Ketika Anin kembali ingin melanjutkan, segera kugelengkan kepala pelan. Meraih jemarinya. Allah maha dari segala Maha, menampakkan padaku bahwa seharusnya aku tidak terus mengeluh. Keadaanku jauh lebih beruntung dari Anin, hanya hati yang belum bisa kudapatkan sedangkan Anin tidak bisa mendapatkan hati atau raga sosok yang di cintainya karena dunia mereka sudah berbeda.
Kuputuskan menghentikan sesi kisah dengan penuh air mata kami. Berjalan beriringan tanpa beban menuju ruang Pak Mustafa untuk bimbingan skripsi yang sempat tertunda.
****
Jika takdir Allah berkehendak tidak, apa gunanya manusia memaksa meski sudah tahu akan berakhir percuma.
Keputusan final mutlak milik Allah.Pria dengan rahang kokoh yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus itu tidak tahu harus bagaimana lagi menolak. Tidak mungkin mengajukan nama wanita lain yang sudah menikah pada Uminya. Tapi, bukan berarti dia mau menerima kenyataan kembali pada masa lalu.
"Umi, tolong. Kali ini saja biarkan Hafidz yang menentukan."
Wanita dengan lipatan kulit pada wajahnya menatap putranya penuh makna. Bukan apa-apa, karena dilihat dari manapun seorang ibu pasti ingin yang terbaik untuk anaknya.
"Umi hanya ingin kamu segera berkeluarga. Jika bukan Anisa, siapa yang kamu harapkan lagi? Umi ndak mau ada lagi berita tidak benar menimpamu."
Gugus kalimat yang hampir terlontar tiba-tiba menghilang di ujung tenggorokan. Hafidz bungkam, memilih meraih tangan penuh keriput wanita yang begitu dimuliakannya lantas memberi kecupan disana. "Hafidz butuh waktu untuk berpikir perihal pernikahan, Umi. Hafidz pergi dulu, assalamualaikum." Pria itu berlalu setelah mohon diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Akad [On Going]
SpiritualFollow sebelum baca Sebuah keadaan membuatku terjerat ikatan pernikahan yang tak kuinginkan. Ketika perlahan hati mulai ikhlas dengan takdir, dia tega menyisihkanku. Membangun kebahagiaan sendiri dengan wanitanya tanpa peduli lukaku. Haruskah aku...