بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمدSatu bulan ya aku ndak update ... Fokus lapak sebelah
Kutunggu vote+ komentar kalian...
Mencapai 150 vote insyaallah update lagi
.
.
Dering ponsel membuatku berjalan menuju taman kampus, menjawab panggilan dari Mas Kamal. Dia meminta maaf tidak bisa pulang malam ini, memberitahu jika ada sedikit kendala pada cabang perusahaan di kota Bandung hingga membuatnya harus turun tangan.Semoga tidak ada kebohongan darimu lagi Mas. Aku sungguh telah ikhlas sejak lama dengan situasi ini. Menjadikan wanita lain juga bertahta dalam hatimu.
Sudah cukup lama mata kuliah Pak Hafidz selesai sebelum datang panggilan dari Mas Kamal. Bahkan sekarang aku duduk pada kursi kayu di taman, menunggu Anin yang tengah bimbingan skripsi. Cukup dekat, mataku mangkap sosok wanita cantik dengan balutan hijab warna merah seakan kebingungan, berjalan lalu berhenti kemudian menengok kanan kiri. Mungkin kali pertama ia datang, hingga tidak tahu tempat tujuannya berada.
Pelan aku mendekatinya, "Maaf, Mbak. Kalau boleh saya tahu Mbak mau pergi kemana?" Wanita berhijab merah itu menoleh, menatapku. Mengatakan jika ia bukan mahasiswa kampusku, datang kemari karena ingin bertemu seorang dosen kenalannya. Lebih tepatnya ingin menyampaikan sesuatu. Katanya.
"Saya mau ke ruangan Pak Hafidz. Mbak tahu?" Aku mengangguk, menunjuk tikungan di ujung taman lalu menyebutkan gedung fakultasku, menjelaskan posisi tepat dimana ruang dosen berada.
Menatap kepergian wanita itu dengan tanya. Ada sedikit rasa penasaran, kali pertama Pak Hafidz di datangi wanita dari luar kampus. Katanya ingin menyampaikan hal penting. Tapi sudahlah, tidak pantas aku terlalu ingin tahu urusan orang. Mungkin memang ada hal penting yang harus disampaikan wanita itu pada Pak Hafidz.
****
Ditempat lain, pria dengan balutan kemeja hitam tengah duduk pada jajaran dewan sebuah anak perusahaan. Napasnya memburu, mengepalkan tangannya kuat. Kali pertama perusahaan cabang mengalami penurunan omset signifikan. Bahkan hampir gulung tikar jika tidak diatasinya segera.
Beberapa jam lalu, orang kepercayaannya memberikan kabar bahwa salah seorang karyawan melakukan korupsi yang ternyata telah terjadi cukup lama namun baru terciduk. Banyak pihak klien dirugikan atas hal itu dan menuntut ganti rugi. Yang paling membuatnya geram adalah hampir seluruh omset penjualan dimanipulasi, menghilangkan beberapa digit nominal dan memasukkannya pada kantong pribadi. Sungguh membuat kepala pria dengan kemeja hitam terasa mau pecah.
"Kalian teledor! Harusnya kontak perusahaan pusat sebelum mengangkat orang baru pada jabatan bagian keuangan!!" Ujar pria dengan jabatan CEO penuh emosi. Tak ada jawaban. Semua orang dalam ruangan ber-AC itu membisu. Tak berani mengatakan apapun, karena memang kejadian ini terjadi juga salah mereka. Membiarkan sosok baru menduduki jabatan itu tanpa ijin dari pusat.
"Untung biaya kerugian bisa dicover oleh perusahaan pusat." Sambungnya. Masih dengan amarah, berjalan keluar ruangan menuju ruangan lain membuat setiap pasang mata yang melihat merasa takut. Memikirkan kemungkinan yang akan terjadi, antara PHK atau pemotongan gaji.
Jemari besar pria dengan kemeja hitam memijit pelipisnya. Duduk pada kursi kebesarannya, mencoba meredam pening yang mendera karena situasi keuangan perusahaannya. Ia sedikit bisa bernapas lega manakala kerugian masih bisa diatasi. Mungkin jika ini terjadi kembali nasib anak perusahaan ini akan sama dengan perusahaan ayahnya dulu, bangkrut.
Sebuah tepukan pada punggung membuatnya merubah posisi, yang semula menjadikan lengannya penopang kepala yang menunduk menjadi tengadah. Menghela napas panjang. "Aku bisa gila jika cabang perusahaan ini gulung tikar. Disini awalku merintis usaha ini."
"Ada yang salah disini, Pak Bos." Pria yang dipanggil Pak Bos mengernyitkan kening. Menatap penuh tanya sosok pria dengan setelan formal di sampingnya.
"Perusahaan ini dipantau dari pusat baik-baik saja. Hanya pada akhir-akhir ini pimpinan disini teledor dalam memberikan jabatan pada orang yang tidak bisa dipercaya. Untungnya segera terdeteksi, Dani." Pria yang di panggil Dani menggeleng pelan.
"Bukan hanya sekedar itu. Sepertinya ada yang bermain kotor disini, Pak. Yang pasti orang dalam." Balasan yang berhasil membuat pria dengan kemeja hitam mengeraskan rahangnya.
****
"Ada perlu apa kamu jauh kemari dari Jombang, Laila?" Wanita yang di panggil Laila itu menunduk, mengaduk minuman di depannya. Kantin kampus menjadi tempat mereka saat ini.
Dalam hati kecil wanita itu merasa malu, tapi ini yang menjadi pilihannya. Tidak butuh waktu selama dua Minggu, karena jawabannya sudah ada sejak beberapa hari lalu dimana esok hari usai malam lamaran itu digelar.
"Gus Hafidz, boleh saya mengatakan sesuatu?"
"Tentu, katakanlah," ucap Hafidz. Terlintas dalam pikiran malam dimana ia melamar wanita di depannya. Menduga akan ada jawaban dari Laila masalah itu.
"Soal lamaran njenengan beberapa hari lalu." Hafidz mengangguk. Benar dugaannya, tak jauh dari persoalan lamaran pastinya.
"Bismillah, saya menerima lamaran njenengan, Gus." Ujarnya dengan semringah. Membuat sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk lengkungan. Sebuah pernyataan yang anehnya membuat Hafidz tidak gembira. Malah bingung atas balasan lamaran darinya yang diterima.
Yang anehnya lagi malah membuat dadanya seakan terhimpit. Sesak, tak bisa leluasa mengambil udara. Merasakan dilema antara tetap lanjut atau menghentikan karena takut menyakiti hati wanita di depannya. Tidak seharusnya begini, dia telah memilih jalan Ini. Jangan sampai perasaan tak keruan dalam hatinya juga berakhir mengecewakan Uminya yang berharap banyak pada lamarannya kali ini.
***
Semarang
10 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Akad [On Going]
SpiritualFollow sebelum baca Sebuah keadaan membuatku terjerat ikatan pernikahan yang tak kuinginkan. Ketika perlahan hati mulai ikhlas dengan takdir, dia tega menyisihkanku. Membangun kebahagiaan sendiri dengan wanitanya tanpa peduli lukaku. Haruskah aku...