Maaf saya tadi malam ketiduran. Baru bisa update sekarang.
Komentar ya tentang part ini 😊
___________________'Semua yang terjadi adalah takdir, tidak untuk disalahkan pada manusia. Karena manusia juga tidak berkuasa melawan.'
~Dua Akad~
_______Terhitung sudah tiga hari Mas Kamal hanya menjadikan rumah yang kutempati sebagai tempat singgah, hanya mengambil suatu barang kemudian pergi lagi tanpa kabar. Semenjak Mas Kamal memutuskan untuk kembali tinggal bersama Mbak Ayu, aku hanya bisa pasrah menerima. Sadar betul jika posisiku hanya ada karena terpaksa terlepas dari apapun niatnya menikahiku.
Mataku tak lagi mudah berurai air mata, hatiku tak lagi cepat layu. Aku menjalani semuanya dengan sabar dan sabar. Hanya doa dan tawakal yang mampu kubuat. Aku akan melakukan sesuai tanggung jawabku. Berlaku pada Mas Kamal melayani seperti istri pada umumnya.
Jam menunjukkan pukul setengah sembilan, pertanda jam mata kuliah Pak Hafidz segera dimulai. Aku duduk pada jajaran kursi paling depan, menunggu kedatangan Anin.
Tak lama sebuah senyuman menyapaku. Anin datang beriringan dengan Radit.
"Assalamualaikum, Ira. Sudah lama?" ucap Anin dan Radit bersamaan.
Aku menggeleng. "Wa'alaikumussalam. Baru saja. Kalian bareng dari rumah?"
Anin duduk pada kursi di sebelahku, disusul Radit yang duduk pada kursi yang berada pada barisan lain di samping Anin.
"Tidak, kami tidak sengaja bertemu di depan pintu kelas," balas Radit. Aku mengangguk, paham.
Setelah duduk dengan nyaman, secara tiba-tiba Anin mengusap tanganku, memasang wajah serius. Tatapannya dalam mengunci. "Aku sudah tahu semuanya, Ra. Tolong berbagilah sedikit saja bebanmu padaku," ucap Anin lirih.
Tubuhku seketika menegang. Aku tidak mengerti, apa saja yang dia tahu. "Nin, aku ..."
"Nanti saja, aku setelah mata kuliah Pak Hafidz kosong." Potong Anin cepat.
****
"Maaf jika aku terkesan lancang." Anin mendesah berat, menatap ke depan pada jajaran bunga pada taman tanpa teralih.
"Selama tiga hari terakhir ini aku mencari tahu tentang apa yang terjadi padamu, Ra. Aku datang ke rumahmu, tapi yang kudapat adalah kabar bahwa kamu sudah tidak tinggal disana."
Anin menolehkan wajahnya padaku, menatapku dengan mata mulai berembun. " Sebuah pernikahan ada ketika kamu belum sepenuhnya mengenal sang pria. Sudah berjalan lebih dari dua bulan, tapi ketidak adilan masih saja kamu dapatkan. Menjadi pertama yang diduakan itu sangat menyakitkan, ketika sudah ikhlas malah kembali harus menerima perlakuan kurang mengenakkan."
Mendengar ucapan Anin, aku menangis tergugu, menarik tubuh Anin dan memeluknya erat. Menumpahkan sesak yang selama ini menyiksa Semua yang dia katakan benar, entah dari mana dia tahu. Tapi semuanya sudah jelas bahkan aku tidak bisa menyembunyikan apapun dari Anin. "Aku sakit, Nin. Sebisa mungkin menjalaninya dengan baik tapi ternyata aku masih belum mampu. Aku kalah, Nin."
Tangan Anin bergerak mengusap punggungku. "Kamu tidak kalah, Ra. Hanya kamu sekarang sedang berperan sebagai tokoh utama yang diminta bersabar. Kamu bisa menang, entah endingnya seperti apa."
Aku tak tahan. Semua yang menimpa padaku akhirnya kuceritakan pada Anin. Mulai dari aku dimadu pada malam pertama pernikahan hingga Mas Kamal yang sama sekali tidak mau berlaku adil padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Akad [On Going]
روحانياتFollow sebelum baca Sebuah keadaan membuatku terjerat ikatan pernikahan yang tak kuinginkan. Ketika perlahan hati mulai ikhlas dengan takdir, dia tega menyisihkanku. Membangun kebahagiaan sendiri dengan wanitanya tanpa peduli lukaku. Haruskah aku...