"Hahh..... gimana-gimana?"
"Iya, aku suka sama kamu. Kamu mau gak jadi pacarku?"
Laki-laki ini sedang berdiri di depanku, dengan wajahnya yang memelas namun senyuman tetap terlukiskan di wajahnya.
Gila nih laki-laki, kenapa coba dia suka sama aku. Bingung banget kan jadinya, mana aku gak punya apa-apa lagi dan ini pertama kalinya seseorang menyatakan perasaannya secara langsung dan bertatap muka seperti ini, beraninya dia.
"Tapi kenapa?" aku masih tetap bingung, aku belum lama mengenalnya, baru saja sekitar tiga bulan dan itu kami kenalan pertama kali di depan gereja yang biasa aku datangi setiap hari minggu, entah kenapa aku mengiyakan untuk kenalan sama dia.
"Aku gak tahu kenapa. Pertama kali aku ketemu sama kamu, aku langsung tertarik aja dan mungkin dari pertemuan pertama kita, aku langsung menaruh hatiku."
Aku masih tidak percaya, sebenarnya aku senang, seseorang dengan serius menyatakan perasaannya kepadaku sekarang di umurku yang dibilang masih muda kali ya, sekarang aku 25 tahun, dan benar bahwa rencanaku akan menikah di usia 26 tahun.
Aku masih tetap berdiri di depannya dan sedikit memalingkan kepala sembari mengelus keningku. Aku bingung harus menjawab apa. Ini laki-laki enggak mau pendekatan dulu apa, main langsung nembak aja.
"Tapi pasti ada sesuatu yang membuatmu menyukaiku. Apa karena aku pendek? Atau karena aku pesek? Atau karena pipiku yang tembem? Atau apa?"
Aku mencoba untuk membukakan semua kejelekanku agar dia memutar sedikit pikirannya, kenapa coba dia suka samaaku, aneh banget.
"Apakah aku harus menilai fisikmu lalu menyukaimu?" Dia masih tetap ngotot gak memiliki alasan menyukaiku.
"Yah... menurutku seharusnya gitu."
"...."
Dia terdiam dan terlihat sedang berpikir.
"Setidaknya kamu harus mengatakan apa yang membuatmu terkesan sama diriku. Lihat dirimu..."
Aku menunjuk dia dan melihatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Waww, dia memang sempurna, dia tinggi, rambutnya hitam, hidungnya mancung, dan omaigat aku suka waktu dia senyum seperti lautan lepas. Satu hal lagi yang aku suka dari dia, alisnya aku suka alisnya, tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal juga. Pass banget, dia memang laki-laki idaman aku, tapi kenapa?
"Aku suka semuanya." Dia mulai berbicara dengan sedikit menunduk.
Terkesan aku seperti ibu-ibu yang memarahi anaknya karena bermain tanah dengan baju yang sangat kotor.
Dia tetap belum menegakkan pandangannya.
Aku menghisap bibirku dan menggigitnya sedikit.
"Aku jamin pasti kamu juga belum mengenal aku sepenuhnya, iya kan?"
Aku mulai mengorek apa yang diketahui lelaki ini tentangku.
Dia langsung melihat ke arahku dengan tersenyum dan memegang tanganku, dia mulai berbicara
"Aku tahu tentangmu, walaupun tidak banyak mungkin. Kamu Nana Robert kan, usia kamu 25 tahun, setiap minggu kamu gereja di tempat pertama kita ketemu, kamu kerja di salah satu perusahaan sebagai asisten manajer, kamu terbiasa hidup sendiri, akun sosial media kamu Ohh Nana, dan kamu suka menggambar dan ngefans juga sama 5 Second of Summer, band asal Australia. Karena kamu suka mereka, aku jadi mencari info tentang mereka dan akhirnya suka sama mereka juga. Menurut aku mereka keren."
Aku terdiam mendengar dia mengungkapkan semua itu tanpa henti seperti rapper saja.
"Kamu penguntit ya?"
Aku menarik sedikit wajahku menjauhi dia. Aku penasaran dia tahu semua itu dari mana.
"Oh, enggak kok, aku lihat semua dari sosial media, dan karena aku tertarik samamu, jadinya aku sedikit nanya-nanya sama temanmu yang di gereja. Dia cerita sedikit. Hehehe..."
"Ahhh, bodo amat lah, kalau kamu memang suka sama aku dan mau pacaran sama aku, kita harus membuat sedikit kesepakatan."
"Kesepakatan? Apa?"
"Yahh, aku enggak mau aja kita berdua dirugikan dengan pacaran. Gimana?"
"Baiklah, kalau memang bisa ditoleransi kenapa tidak."
"Okee, sekarang aku nerima kamu jadi pacar aku, dan aku kasih tahu ke kamu kalau kamu itu pacar pertama aku di sepanjang hidup aku."
Dia tersenyum-senyum mendengar perkataanku dan tetap melihat ke arahku, seakan dia mengungkapkan bahwa dia adalah orang yang paling beruntung dan paling bahagia di dunia ini.
"Oke..." Dia mencoba menjawab dengan nada ringan namun bibirnya masih tetap tersenyum.
"Kalau gitu, dari kamu dulu deh. Karena aku belum pernah pacaran jadi belum tahu gimana."
Aku memberikan pandanganku kepadanya, berharap ada sesuatu hal yang baru aku dapatkan.
"Baiklah, kalau dari aku yang pertama dan yang paling penting itu, hmmm... gak boleh selingkuh."
"Yah, menurut aku itu pasti dan harus juga. Kalau memang pengen selingkuh, kenapa tidak putus aja."
"Oke lanjut, kedua jangan lupa berkabar dan saling terbuka satu sama lain baik itu menyakitkan."
"Oke, lagi?" Aku berusaha untuk mengingat dan mengulang-ulang di pikiranku semua yang dia sampaikan.
"Ketiga, aku mau setiap minggunya kita gereja bareng dan mendoakan satu sama lain."
"Waww. So sweet...." Aku melihatnya dengan senyum manis di wajahku. Ternyata masih ada laki-laki semanis ini.
"Oke deal. Kalau dari aku, pertama, tidak ada seks selama pacaran, tidak ada megang payudara atau kemaluan. Itu dilarang."
Dia terlihat syok melihat aku mengungkapkan semua itu secara terbuka dan tidak ada keraguan di raut wajahku.
"Oke, itu benar." Dia menjawab dan kembali fokus melihat wajahku.
"Terus yang kedua, tidak ada minuman keras, mabuk-mabukan, drugs, dan hal-hal yang dapat merusak tubuh kita berdua. Ogah banget."
"Oke, aku tidak seperti itu."
"Hmmm... apalagi ya." Aku berusaha keras memutar pikiranku, mengingat apa lagi yang kurang.
"Sudah, itu saja menurutku." Aku senyum, diam dan kembali menatap dia.
"Oke, siap...tapi kalau ciuman pipi, kening, tangan, dan..... bibir gimana?" Dia bertanya dengan suara pelan tapi masih tetap bisa aku dengar dengan jelas.
"Menurutku gak papa, itu sebuah tindakan untuk menunjukkan kasih sayang antar kekasih."
Dia tersenyum kembali, wajahnya sangat bahagia dan melihatku tanpa henti-henti.
"Oke, maaf, tadi nama kamu siapa?"
"Nama aku Theo, Theo Parkin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Amore
Romance"Oke deal. Kalau dari aku, pertama, tidak ada seks selama pacaran, tidak ada megang payudara atau kemaluan. Itu dilarang." Dia terlihat syok melihat aku mengungkapkan semua itu secara terbuka dan tidak ada keraguan di raut wajahku.