Setelah yang dia cari ketemu, dia menunjukkan kepadaku.
Sebuah kotak merah kecil yang berisi cincin.
“Bae, menikahlah denganku.” Dengan suara yang lembut namun tegas. Dia menatapku dan wajahnya merah.
Aku terdiam sejenak, pikiranku buyar. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari wajahnya yang begitu manis mengungkapkan semua itu.
Jantungku rasanya mau lepas karena detakannya yang begitu cepat dan kuat. Aku sangat senang sekali.
“Ya, tentu saja.” Aku mencoba menjawabnya dengan tenang namun tidak bisa, suaraku berat seakan hendak menangis, dan aku masih tetap melihatnya.
Dia memasang cincin di jari manisku, dan bersyukurnya ukurannya pas di tanganku.
Setelah dia memasangnya, dia memelukku dan mencium kepalaku. Pelukannya begitu hangat dan erat.
“Aku menyayangimu.” Kata-kata itu dia bisikkan lembut dekat telingaku, membuatku merinding namun menyukai ucapan itu.
“Aku juga.” Aku memeluknya erat dan mencium aroma tubuhnya. Begitu wangi dan aku suka.
Kemudian dia melepas pelukannya dan melihatku. Seakan masih ada hal yang belum dia sampaikan.
Aku melihatnya kebingungan.
“Ada ap..” Belum selesai kuucapkan, bibirnya tiba-tiba menyentuh bibirku, membuatku sontak terdiam dan mataku masih terbuka lebar.
Aku terkejut dengan bibirnya yang melumatkan bibirku membuatku terhanyut. Lebih terkejut lagi bahwa mata kami berdua bertemu saat dia menghisap bibirku.
Kuputuskan untuk menutup mataku karena aku tidak kuat lagi. Tatapannya begitu mempesona.
Kami berdua begitu terhanyut dengan ciuman hangat ini.
Ciuman kami sedikit terlepas saat aku menarik bibirku sedikit menjauh darinya.
“Aku kesulitan bernapas.” Aku mengatakan hal itu membuat dia terdiam sejenak dan melihatku.
“Kamu tidak apa-apa?” Dia mengatakan dengan ekspresi sedikit panik.
“Iya, aku tidak apa-apa.” Aku tersenyum dan masih tetap melihatnya.
Dia juga melihatku namun fokus ke mata dan bibirku. Entahlah apa yang ada dipikirannya.
Dia memegang wajahku lembut dan kembali menciumku. Sekarang ciumannya lebih tenang, aku dapat merasakannya. Dia menggigit bibirku lembut, aku tiba-tiba terkejut. Apa itu, batinku.
Aku membuka mataku dan kulihat matanya masih tertutup. Dia masih tetap menciumku dan mungkin dia tidak sadar kalau aku sedang melihatnya.
Theo masih terhanyut dalam ciuman kami berdua, aku bahkan tidak bisa menghentikannya.
Aku dapat merasakan lidahnya menyentuh bagian dalam mulutku. Astaga, dia menciumku dengan lidahnya juga.
Aku tidak bisa berpikir jernih dan aku kembali menutup mataku, merasakan setiap hembusan napasnya yang hangat dan menikmati ciuman yang penuh dengan gairah itu.
Saat lidahnya mulai menyentuh lidahku, aku terkejut dan sedikit mendorongnya, ciuman kami terlepas.
“What…” Aku sedikit terengah-engah, aku bernapas panjang dan berat.
Aku melihatnya dengan wajah terkejutnya. Dia tidak berkata apa-apa.
“Bae, kamu…” Aku menghentikan ucapanku dan mencoba menarik napas dalam-dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amore
Romantizm"Oke deal. Kalau dari aku, pertama, tidak ada seks selama pacaran, tidak ada megang payudara atau kemaluan. Itu dilarang." Dia terlihat syok melihat aku mengungkapkan semua itu secara terbuka dan tidak ada keraguan di raut wajahku.