“I..Iya pak, ada yang bisa saya bantu?”ucapanku terbata-bata.
Kurasakan telapak tanganku berkeringat.
Astaga, aku kenapa. Jawabanku tidak sesuai dengan pertanyaannya. Dan kenapa juga aku berdiri? Malunya.
“Bisa kita bicara sebentar?” Dia kembali menanyakan kepadaku.
“Hmmm…” Aku melihat ke Beni, seakan meminta bantuan, apa yang harus aku jawab.
“Tentu saja, saya permisi dulu pak, ternyata saya ada kegiatan lain.” Beni meninggalkanku.
Dia bukannya membantuku kabur malah dia yang kabur.
Dasar penghianat, batinku.
Aku hanya bisa pasrah dengan kondisiku sekarang, Theo tepat di depanku dan melihatku dengan seksama.
Dia melangkahkan kakinya dan duduk tepat di kursi menghadap ke arahku.
“Silakan duduk bu.”
Aku pasrah dan duduk menghadap dia. Aku tidak berani melihatnya. Kualihkan pandanganku ke gantungan hpku yaitu bumble bee, kesukaanku.
Dia masih tetap melihatku, aku dapat merasakannya.
Aku harus bagaimana, batinku.
“Bae…”
Aku terkejut dia tiba-tiba ngomong seperti itu.
Aku melihat sekelilingku memastikan orang yang ada di sana tidak mendengar ucapan Theo barusan.Kemudian aku melihatnya. Wajahnya sangat serius dan masih tetap pucat.
“Kenapa?” Aku mencoba untuk baik-baik saja dan masih tetap melihatnya.
“Kamu apa kabar?”
“Aku?... Aku sehat.” Aku masih tetap melihatnya, begitu juga dengan dia.
Namun, selanjutnya dia menundukkan kepala.
“Kamu mengabaikanku ya?”dia bertanya.
Aku terkejut mendengar dia mengatakan itu. Hatiku sedikit bergetar, entah aku sedih atau senang, aku tidak tahu.
Aku masih tetap melihatnya sedangkan dia masih menunduk.
“…” Aku tidak tahu harus ngomong apa.
“Aku tahu aku salah, tidak seharusnya aku memperlakukan kamu seperti itu. Aku akui aku salah dan maafin aku. Aku hanya panik, saat aku presentasi semua melihat kesalahan itu dan begitu juga dengan atasanku yang memindahkanku itu. Aku sedikit kesal saat dia tertawa melihat kesalahanku. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, ini semua tidak sesuai dengan ekspektasiku. Maafin aku, aku salah melakukannya padamu.”
“…”
Aku tidak menanggapi omongannya. Aku mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulutnya, dan semua itu seperti kata-kata putus asa.
“Bae, katakan sesuatu…” Dia melihatku dengan wajah memelas.
“Kamu pengen aku ngomong apa?”
Aku masih tetap melihatnya.Dia menundukkan kepala kembali, terlihat di wajahnya penuh penyesalan.
“Huft… dasar kamu.” Aku berdiri dari kursiku dan mendekat ke arahnya.
Aku memeluknya yang masih duduk menunduk.
“Kamu tahu, aku memang mengabaikanmu. Aku kesal kamu berbuat seperti itu. Kuakui semua itu memang kesalahanku dan aku tidak tahu harus bagaimana. Mungkin karena malam hari aku mengerjakannya, sedangkan seminarnya lumayan menguras pikiran, jadinya aku membuat kesalahan. Maafkan aku.”
Setelah aku mengatakan semua, aku melepaskan pelukanku dan melihat wajahnya.
“Aku tahu kamu kecewa, maafkan aku ya…” Aku memastikan kembali dengan ucapanku kalau kami sudah berdamai.
Dia hanya mengangguk menjawabku.
“Kamu tau, kesalahannya sudah aku perbaiki. Nanti aku kirim langsung ke kamu yang terbaru.” Aku menambahkan.
Dia tersenyum, dan aku kembali ke kursiku.
Aku masih tetap melihatnya, dan dia masih tetap tersenyum kepadaku.
“Sudahlah, sekali lagi kamu gak boleh seperti ini, bukan hanya kepadaku tapi karyawan yang lain juga. Itu tidak baik, semuanya bisa dibicarakan baik-baik.”
Dia tersenyum dan mengangguk.
“Juga, kamu harus lebih banyak cerita kepadaku. Aku gak akan tau apa-apa kalau kamu gak cerita. Aku bisa salah paham tau.”
“Iya…”
“Apapun juga, harus cerita.”
“Iya…”
“Janji?”
“Janji…”
“Kalau kamu seperti ini lagi dan gak cerita. Aku akan..” Aku berpikir sejenak.
Aku harus bilang apa? batinku.
Dia melihatku, mengerutkan keningnya penasaran apa kelanjutan ucapanku.
“Aku akan mengabaikanmu.” Aku mengucapkannya dengan menyilangkan kedua tanganku di depan dadaku.
Dia hanya tersenyum, sepertinya ekspresiku sangat lucu hingga membuat dia seperti itu.
“Ayo kita pergi.” Aku berdiri dan memegang lengannya.
Kami berjalan bersama.
Rasanya aku sudah lupa dengan kejadian kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amore
Romance"Oke deal. Kalau dari aku, pertama, tidak ada seks selama pacaran, tidak ada megang payudara atau kemaluan. Itu dilarang." Dia terlihat syok melihat aku mengungkapkan semua itu secara terbuka dan tidak ada keraguan di raut wajahku.