Bagian Ketujuhbelas

1.7K 53 9
                                    

Aku masih tetap terdiam saat dia mengatakan hal itu.

Kulihat wajahnya yang penuh keyakinan untuk pergi jauh dari tempat kami sekarang.

“Apakah kamu tidak mau pergi denganku?” tanyanya padaku.

“Aku?” Aku kebingungan harus menjawab apa.

Aku memang menyukainya, namun aku memikirkan orang tuaku. Bagaimana jadinya mereka tau kalau putrinya pergi ke luar negeri dengan pacarnya dan belum memiliki hubungan yang sah. Dan pastinya bukan dengan waktu yang singkat, aku yakin dia akan mengajakku tinggal di sana.

Dia masih menatapku, menunggu jawaban dari mulutku.

“Aku harus jawab apa? Tidak mungkin aku ikut denganmu tanpa persetujuan orang tuaku.” Aku memberanikan diri mengatakan semua itu.

“Aku akan minta ijin, mungkin besok.” Dia melihatku.

“Besok? Kamu gila. Secepat itu?” Suaraku sedikit meninggi saat mengatakan itu.

“Tidak, aku yakin dengan keputusanku...”

“Sebentar…” Aku menahannya untuk melanjutkan kalimatnya lagi.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Kamu harus menceritakan semuanya kepadaku.”lanjutku.

Dia menundukkan kepalanya, tidak melihatku lagi.

“Kamu tau kalau aku dikeluarkan dari kantor?”

“Iya aku dengar, tapi bukannya dipindahkan?”

“Hah, kata halusnya sih dipindahkan.” Dia mengatakan semua itu dengan sinis.

“Trus, kenapa kamu dikeluarkan?” Aku melanjutkan perkataanku.

Dia terdiam sejenak dan kembali menatapku.

“Aku menolak perjodohan yang sudah direncanakan.”

“Perjodohan? Kamu dijodohin sama siapa?” Aku terkejut.

“Entahlah, sepertinya dengan orang yang tidak kukenal.” Dia melanjutkan.

“Siapa yang menjodohkanmu?”

“Ayahku.”

“Ayahmu? Apa hubungannya ayahmu dengan kamu dipecat dari pekerjaanmu sekarang?” Aku kebigungan.

“Ayahku itu pemilik kantor kita, lebih tepatnya dia itu CEO di perusahaan itu, dan dia yang seenaknya memindahkan aku kesana kemari.”

“Berarti yang tertawa saat presentasimu gagal itu ayahmu?”

“Iya.” Dia kembali menundukkan kepala.

“Sebentar, kamu dijodohin buat apa?” Aku bertanya penasaran.

“Untuk apa lagi selain memperluas kekuasaan.” Nadanya begitu sinis mengatakan itu.

Aku terdiam mendengar semua perkataannya itu. Aku menunduk sebentar dan kembali melihat Theo di depanku.

“Bagaimana? Kamu mau ikut denganku?” Pertanyaan itu kembali keluar dari mulutnya, dia menatapku lembut dan penuh dengan harapan.

“Aku tidak tahu harus bagaimana, aku bingung.”jawabku.

“Besok aku akan menemui orang tuamu.”

“Kamu seriusan ingin bertemu dengan orang tuaku?”

“Iya, aku serius. Aku ingin tahu alamat orang tuamu.”

Aku terdiam sejenak, memikirkan setiap konsekuensi yang mungkin akan kami terima.

“Orang tuaku ada di Jakarta. Kalau kamu memang ingin menemuinya, aku akan memberikan alamat lengkapnya, tapi besok mungkin aku akan menyusulmu sehabis kerja.”

AmoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang