Bagian Keempat

5.1K 75 6
                                    

"Aduhh, dia di mana sih, lama banget datangnya. Udah ini gereja mau masuk lagi."

Aku memainkan kakiku menunggu Theo tepat di depan gereja. Kami memang janjian untuk bertemu di sini.

Aku gelisah dan sesekali melihat layar hpku, dan mencoba mengirim pesan kepadanya, namun tidak ada balasan.

Tiba-tiba hpku berbunyi. Theo. Aku mengangkatnya.

"Kamu di mana?" Aku bertanya panik.

"Sebentar, aku sudah dekat. Aku sudah melihatmu."

Seorang laki-laki sedang berlari ke arahku dengan jaket di tangannya. Dia memakai kemeja batik dengan kancingnya yang terbuka dua dari atas. Lehernya terlihat jelas begitu juga dengan dadanya hampir terlihat juga.

"Astaga, kamu dari mana aja, ini sebentar lagi masuk. Ini juga bajumu berantakan." Aku mengancingkan bajunya dan merapikan pergelangan tangannya.

"Rambut kamu juga berantakan." Aku menata rambutnya sedikit. Dia hanya tersenyum dan napasnya belum teratur.

"Oke, tarik napas dulu, terus buang pelan-pelan." Dia melakukan seperti yang aku perintahkan.

Sangat penurut, batinku.

"Yuk masuk."

Kami pun masuk, setelah kami duduk, lonceng gereja pun berbunyi. Kami berdoa masing-masing mempersiapkan diri untuk ibadah.

Kami mengikuti seperti biasa, walaupun aku masih merasa canggung banget karena perasaanku.

Sesekali Theo melihat ke arahku, aku dapat merasakannya dengan jelas namun kuputuskan untuk tidak melihat wajahnya.

Aku harus konsentrasi, Tuhan bantu aku, batinku.

Setelah berdiri, bernyanyi, berdoa, dan akhirnya mendengarkan firman.

Theo mendekatkan wajahnya ke telingaku, aku terkejut.

"Aku punya topik doa."

"Apa?" Aku mencoba tetap tenang dan bersikap seperti biasa, walaupun sebenarnya jantungku berdetak tidak beraturan lagi. Beruntung karena pendeta sedang berkhotbah, jadinya suara jantungku tidak terdengar.

"Kamu doain aku semoga aku tetap sehat, dan keluargaku juga, dan pekerjaanku, dan semoga kita semakin dekat dan selalu langgeng. Itu dari aku, kalau kamu?"

Aku terdiam sejenak.

Astaga, inikah yang namanya mendoakan pasangan. So romantic, batinku.

Aku mendekatkan wajahku ke telinganya dan mengucapkan kalimat yang akhirnya fiks untuk kuucapkan.

"Doain aku semoga bisa lebih baik lagi baik dalam pekerjaan, hubungan, dan pacaran. Oh iya doain juga keluargaku."

"Oke siap."

Akhirnya ibadah selesai.

Seperti biasa, di akhir ibadah selalu ada jabat tangan dan senyuman terindah untuk orang di samping kanan, kiri, depan, dan belakang kita.

"Selamat hari minggu..."

"Selamat hari minggu Bae."

Kami keluar dari gereja, dan berjabat tangan dengan para pelayan Gereja di sana.

"Hei Theo, selamat hari minggu." Sapa seseorang dan mereka berjabat tangan.

"Selamat hari minggu Mer..."

"Apa kabar kamu?"

Mereka mulai berbincang-bincang dan aku memutuskan untuk mundur dan berdiri di belakang Theo.

AmoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang