Aku masih belum percaya kalau sekarang Theo sedang berdiri di hadapanku.
Dia tersenyum kepadaku. Wajahnya masih tetap sama.
Aku kangen banget sumpah, batinku.
“Thanks God…” hanya itu yang bisa kuucapkan dan aku mendekat ke dia.
Aku sekarang sangat dekat berdiri di sampingnya. Kuberanikan diriku untuk menyentuh tangannya.
“Hai Bae…” ucapnya kepadaku.
Dia masih tersenyum dan menatapku
Tiba-tiba kesadaranku terkumpul, mengingat bahwa ada Papa dan Mama di sini.
Aku kemudian melepas genggamanku dan berbalik arah.
“Ayo makan…”ucapku.
“Baiklah…”ucap Papaku, seakan tahu bahwa aku butuh dukungan agar tidak terlalu malu.
“Ayo sebelum makan kita berdoa dulu, biar Papa yang pimpin.”ucap Papa.
Kami semua mengambil sikap berdoa dan Papa mulai memimpin doa kami.
Satu hal yang paling aku suka dari doa makan yang Papa pimpin yaitu Papa selalu doain orang-orang di manapun dan siapapun dengan kondisi kekurangan makanan atau bahkan tidak dapat makan agar sekiranya Tuhan memberikan berkat makanan kepada mereka dan mereka dapat bersukacita juga.
Diakhir doa Papa juga selalu ada ucapan bahwa kehendak Tuhanlah yang terjadi, begitu banyak yang kami kehendaki tapi yang terbaik adalah kehendak Tuhan.
“Amin…”kata terakhir dari doa yang Papa pimpin mengakhiri doa makan kami hari ini.
Akhirnya kami makan. Tidak ada percakapan serius selama kami makan, hanya percakapan ringan.
Sesekali aku curi pandang ke Theo, aku ingin melihat semua ekspresinya saat merespon percakapan kami, namun aku berulang kali tertangkap basah, Theo melihatku.
Beruntungnya, dia hanya tersenyum dan tidak bilang apa-apa.
Setelah selesai makan, aku dan Mama merapihkan meja yang kami gunakan.
“Tante, biar saya yang cuci piringnya.”ucap Theo tiba-tiba.
Aku terkejut dia menawarkan diri.
Aku menatapnya seakan tidak percaya. Dia hanya tersenyum melihat tatapanku.
“Bole, kamu sedang belajar jadi menantu yang baik ya.”ucap Mama dengan sedikit bercanda.
Namun, aku tiba-tiba memegang tangan Theo.
“Gak usah, biar aku aja. Kamu duduk aja di sana.”ucapku dan menunjuk ke kursi.
“Bae, gak papa… biar aku aja ya.”ucap Theo tidak mau mengalah.
“Tapi…”
“Udah Nana sayang, sepertinya biar Mama dan Theo saja yang mencuci piring, kamu temani Papa sana.”ucap Mama tiba-tiba menyela kalimatku.
Aku pasrah, aku tidak akan bisa membantah Mama.
Aku sedikit cemberut dan pergi meninggalkan mereka.
Aku berjalan ke pintu depan rumahku, ku lihat Papa sedang duduk di salah satu kursi taman rumahku.
“Hai Pa…”sapaku.
“Hai sayang…”
Aku melihat Papaku sedang sibuk membaca sebuah buku.
Tiba-tiba aku teringat kejadian kemarin, Papa dan Theo ngobrol sampe malam-malam banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amore
Romance"Oke deal. Kalau dari aku, pertama, tidak ada seks selama pacaran, tidak ada megang payudara atau kemaluan. Itu dilarang." Dia terlihat syok melihat aku mengungkapkan semua itu secara terbuka dan tidak ada keraguan di raut wajahku.