"Apa? Kamu pacaran? Dengan siapa? Cepat ceritakan padaku!" Teriak seorang wanita yang sedang duduk di tempat tidurku, sedangkan aku sedang duduk di kursi favoritku sembari mengeringkan rambutku yang masih sangat basah.
"Iya, aku bahkan sudah selesai makan malam dengannya."
"Gimana bisa?" Wanita itu masih penasaran dan mulai mendekatiku, menatapku dengan aneh.
"Bisalah, aku kan wanita dan dia pria." Aku mendorong wajahnya yang semakin dekat karena rasa penasarannya.
"Maksudku, kalian kenal dari mana? Sudah berapa lama kenalnya. Aku mau tau semua pokoknya..." Dia menarik hairdryer ku dan mematikannya.
"Hei, aku belum selesai mengeringkan rambutku."
Aku sedikit meninggikan suaraku dan melihat dia dengan tajam, tetapi itu tidak mempengaruhinya.
Dia menarikku dan kami berdua pun duduk di atas tempat tidurku.
"Ayo cerita, sekarang juga." Wajahnya penuh dengan rasa penasaran dan masih memegang erat tanganku.
Yah, dia adalah sahabatku, namanya Amie. Kamu sudah saling mengenal sejak usia 21 tahun. Dia sangat luar biasa. Aku suka dia, sebagai sahabat tentunya.
"Yah, begitulah. Dia menyatakan cintanya padaku, dan aku menerimanya."
Aku mempersingkat semuanya karena terlalu malas untuk bercerita. Aku memegang rambutku yang masih basah.
"What? Kok kamu nerima dia gitu aja. Kamu gak selidiki dulu gitu dia siapa dan maunya apa. Coba aku tanya sekarang, nama dia siapa?"
"Theo..."
"Nama lengkapnya maksud aku."
"Theo Parkin."
"Asalnya?"
"Sekarang yah sama dengan kita, dia di Bandung juga."
"Bukan, maksud aku tempat asal dia, tempat lahirnya?"
"..." Aku terdiam.
Amie mengerutkan keningnya, curiga padaku.
"Tanggal lahirnya?"
"..." Aku masih tetap terdiam.
"Keluarganya di mana? Dia kerja apa?"
"Aku tidak tahu Mi, yang aku tahu masih sebatas namanya."
"Tuh kan, kamu pasti kena tipu deh. Jangan-jangan dia itu seorang duda dengan anak tiga yang suka mabuk-mabukan dan dia pengen kamu merawat anaknya dan menjadi pembantu juga, dan...."
"Stttt... apaan sih, yah enggaklah, orang kita seumuran juga, dan dia masih terlihat muda juga, dan yah... gak mungkinlah dia punya anak tiga. Ngaco kamu Mi..."
"Terus, kenapa dia dekatin dan sekarang minta pacaran sama kamu?"
"Yah, dia bilang sih, udah kenal aku sebelumnya, tiga bulan yang lalu kami kenalan di depan gereja dan dia mulai suka sama aku dan sedikit mencari info gitu."
"Tuh kan, itu juga yang bikin aneh, jangan-jangan dia penjual organ tubuh manusia. Ntar dia bakal ngajak kamu ke tempat gelap dan ...."
"Udah ahhh... negatif banget sih pikiran kamu. Aku mau lanjut ngeringin rambut, masih basah nih..." Aku memegang rambutku menyodorkan ke wajahnya.
"Tunggu... kalau begitu kamu pasti punya fotonya, sini kasih tunjuk aku!" Amie menaikkan salah satu alisnya dan menatapku curiga.
"Ya ampun Mi, bentar..." Aku mengambil hpku dan mencari fotonya, aku ingat soalnya kami sempat foto sebelum makan malam.
Aku mencari wajahnya di layar hpku dan menyodorkannya ke Amie, sahabatku itu.
"Nih...." Amie terkejut, dia mengambil hp dari tanganku dan melihat dengan dekat.
"Seriusan ini?"
"Iyaaa.... Gak percayaan amat sih."
"Ganteng bangett... Gak apa-apa deh kalau dia duda juga dan penjual organ tubuh. Aku rela..."
"Sini hp aku, air liur kamu jatuh tuh." Aku mengejek sahabatku itu. Aku menarik hpku dan menyimpannya kembali.
"Ingat ini pacar aku, pacar sahabat kamu. Doain aja supaya langgeng."
Aku kembali ke kursi favoritku dan mulai mengeringkan rambutku kembali.
Sejenak aku berpikir pertanyaan Amie tadi, benar ya, yang aku tahu hanya nama dan usia dia doang. Dia asalnya dari mana? Keluarganya di mana? Pekerjaannya apa?
Dasar, aku sudah mengiyakan pacaran lagi. Besok aja deh nanya dia langsung sehabis gereja bareng.
"Sana balik ke kamar kamu, jangan rebahan di tempat tidurku."
"Iya, iya ini juga mau pergi."
"Bye, love you.."
"Love you too." Rambutku sudah kering.
Aku menutup pintu kamarku dan membaringkan diriku di kasur empuk dengan selimut merah favoritku.
Belum juga mataku tertutup sempurna, aku teringat tiba-tiba, aku harus ngabarin Theo besok jadi gereja bareng atau enggak. Aku mengambil hpku dan melakukan panggilan kepada dia.
"Hai, gimana besok, jadi gereja barengnya?"
"Jadi jadi, aku udah selesai kerja kok, ternyata gak lembur banget lah. Mau gereja yang jam berapa?"
"Yang pagi aja gimana? Aku juga mau ngobrol sesuatu sama kamu, tapi sehabis gereja aja."
"Boleh, oke oke."
"Sip, bye..."
"Bye Bae." Sesaat aku terdiam mendengar dia mengucapkan kata "bae..."
Sebenarnya dia udah beberapa kali menyebut aku dengan panggilan seperti itu, tetapi aku masih merasa risih.
"Kenapa gak dimatiin?" Suara Theo masih terdengar jelas dengar di telingaku.
Aku tersadar ternyata panggilannya belum dimatiin.
"Kamu norak tau gak sih..."
Selesai kalimat terakhirku, aku menutup panggilannya.
Tiba -tiba hpku berbunyi, tanda pesan masuk.
"Mimpi indah bae 😘" Astaga, aku terkejut dengan tanda emoji kiss di pesannya.
Aku mematikan hpku dan bersiap untuk tidur.
Dasar... kenapa dia membuat malamku jadi aneh begini sih, batinku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amore
Romance"Oke deal. Kalau dari aku, pertama, tidak ada seks selama pacaran, tidak ada megang payudara atau kemaluan. Itu dilarang." Dia terlihat syok melihat aku mengungkapkan semua itu secara terbuka dan tidak ada keraguan di raut wajahku.