Bagian Keduapuluh Empat

1.8K 43 4
                                    

Aku tidak menyangka akan begini.

Hari ini aku di sini dengan beberapa orang yang aku cintai. Aku sedang berdiri dengan kekasihku di depan altar. Kami berdua berlutut untuk diberkati oleh Pendeta di gereja asal kami.

Saat pendeta mengucapkan kata-kata pemberkatan, air mataku terjatuh.

Aku tidak dapat berkata-kata. Kuhapus air mataku dengan jari tanganku yang terbungkus dengan kain putih. Aku hanya bisa melihat kebawah dan mengingat semua hal yang aku lalui.

Dari saat aku disakiti dan hampir menyerah untuk mencintai lagi, namun Tuhan berkata lain.

Sekarang aku dengan orang yang sangat aku cintai telah berdiri di depan-Nya, membawa semua kekurangan dan kelebihan kami masing-masing.

Kami di berkati dan berjanji di depan pendeta dan orang-orang yang menyaksikan pernikahan kami. Terlebih lagi Tuhanlah yang kiranya menjadi saksi utama dan kiranya selalu menyatukan kami berdua.

Kupegang tangannya Theo yang kurasakan sedikit bergetar. Aku tahu hal ini adalah hal baru untuk kami berdua, sungguh mengharukan dan membuat air mataku terjatuh lagi.

Theo melihatku dengan air mataku yang mengalir di pipiku. Dia mengusap wajahku dengan tangannya lembut. Aku menutup mataku saat dia melakukan itu.

Tuhan, terima kasih, batinku.

Kulihat orang-orang yang duduk datang melihat kami menikah di gereja.

Aku sangat terharu, ku lihat kedua orang tuaku dan kakakku serta suaminya duduk bersama. Kulihat Mama sesekali mengusap air mata, wajahnya merah dan matanya sembab. Hal itu membuat air mataku menetes lagi. Kulihat Papaku sangat tegar melihat diriku yang masih di depan altar.

Tuhan, aku sayang mereka, batinku.

Aku juga melayangkan pandanganku ke keluarga Theo. Aku melihat ayahnya dan kakak laki-lakinya di sana, duduk bersama. Mereka tersenyum kepadaku.

Aku kembali melihat Theo dan tersenyum.

I love you…”ucapku pelan.

Dia tersenyum melihatku dan kemudian kami berhadapan dan berpelukan.

“Aku mencintaimu Nana…”ucap Theo berbisik di telingaku saat kami berpelukan.

***

Setelah selesai pemberkatan, kami kembali ke tempat resepsi pernikahan dan mengikuti setiap acara yang sudah dipersiapkan.

Pernikahan kami cukup meriah dengan banyak kerabat datang manghadiri.

“Sayang….” Mamaku datang menghampiriku dan kemudian memelukku.

“Mama…” Aku tidak dapat menahan air mataku dan menangis di pelukan Mamaku. Aku juga dapat merasakan kalau Mamaku juga menagis.

“Ikut Mama yuk, kita ngobrol dulu.”ucap Mama usai memelukku.

Aku pun pamit dari Theo dan mengikuti Mama.

Aku dan Mama duduk di salah satu tempat yang cukup tenang untuk ngobrol.

“Selamat atas pernikahanmu ya sayang…”ucap Mama.

“Makasih Ma…” Aku tersenyum kepada Mama. Aku tidak menyangka akan menikah dan lepas dari keluargaku.

“Jadilah istri penolong, karena memang kodratnya di dalam Alkitab juga bahwa perempuan dijadikan sebagai penolong. Kamu juga harus bisa sebagai penolong yang baik untuk suamimu. Kamu harus selalu bersyukur dan jadilah kuat. Menjadi istri memang tidak gampang namun tidak susah juga. Akan ada banyak sukacita yang akan kalian lalui, begitu juga dengan duka dan kesulitan, tapi ingat kalau Tuhan yang mempersatukan kalian berdua dan kiranya Dia juga yang memelihara pernihakan kalian.”ucap Mamaku.

Ucapannya itu membuat mataku berlinang dan aku memeluk Mamaku lagi.

“Iya Ma, doakan Nana ya Ma…”ucapku.

“Oh iya, jangan pernah kamu lupa untuk mendoakan suamimu, bagaimana pun keadaannya karena dialah tulang punggung dan pemimpin dalam keluarga kalian nantinya. Kiranya Tuhan memberikan belas kasihan-Nya kepada keluarga kalian yang baru.”

Aku mengangguk.

Aku memang sangat mengagumi Mamaku. Seorang Mama yang sungguh luar biasa dan takut akan Tuhan, sangat rendah hati. Aku sangat menyanyangi Mamaku.

“Ayo.. nanti pengantin wanitanya dicari-cari.”ajak Mamaku.

Kami pun bergabung bersama dengan yang lain.

Theo mendekat dan melingkarkan lengannya di pinggangku. Dia sangat dekat dan aku hanya bisa terseyum kepadanya saat dia melakukan itu.

Aku juga mendekatkan diriku kepadanya, dia adalah suamiku sekarang.

Kemudian tiba-tiba dia mencium kepalaku dari belakang dan berbisik pelan di telingaku.

Love you…”

Aku melihatnya dan tersenyum kecil.
Dia juga tersenyum kepadaku.

Satu persatu orang-orang yang menghadiri pernikahan kami memberikan ucapan selamat.

Begitu hangat rasanya melihat orang-orang yang kami kasihi datang menghadiri pernikahan kami berdua.

Terima kasih Tuhan, batinku.

***

Akhirnya resepsinya selesai.

Sekarang sudah pukul 17.30 Wib dan kami berdua bersiap-siap untuk pulang.

Tiba-tiba, James, ayah Theo menghampiri kami berdua.

“Selamat ya atas pernikahannya. Ini ada hadiah kecil dari saya.”ucapnya sambil memberikan kunci kepada kami.

Aku tidak tahu dengan jelas ini kunci apa, namun tiba-tiba Theo memeluk ayahnya itu.

“Terima kasih Om…”ucapku.

Kemudian Theo mengajakku untuk meninggalkan gedung tempat pernikahan kami dilaksanakan.

Aku pamit kepada orang tuaku dan ayah Theo juga, begitu juga dengan Theo.

Aku mengikutinya dari belakang dan kami berdua masuk ke dalam mobil.

Mobil kami melaju namun hanya Theo yang tahu tujuan kami.

AmoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang