Di antara motor dan mobil yang berlalu lalang dengan cahaya mereka yang silau, aku berdiri di pinggir jalan mengenakan sebuah gaun yang panjangnya hanya sampai lutut. Sebuah gaun kemeja yang panjang tangannya hanya 3/4. Rambut yang aku kuncir seadanya dan wajah yang hanya aku beri sedikit sentuhan bedak bayi.
Tas yang aku bawa hanya sebuah tas selempamg kulit kecil, di dalamnya ada dompet, parfum, dan untuk berjaga-jaga aku membawa semprotan cabai. Meski begitu aku yakin, kalau ada beliau pasti semprotan ini tidak begitu berguna.
Aku menghidupkan layar ponselku, berusaha memeriksa seandainya ada pesan yang masuk. Namun nyatanya tidak, padahal waktu telah berlalu tujuh menit sejak waktu yang kami janjikan. Aku mendengus kesal, padahal angin malam begitu dingin, bisa-bisanya orang itu membuat aku berdiri sendirian di pinggir jalan.
Namun tak lama sebuah mobil bewarna hitam datang mendekat. Berhenti tepat di depanku, kemudian kaca pintu mobilnya terbuka, aku tersenyum yang kemudian disambut dengan senyuman duda beranak satu tak lupa anaknya juga menyambutku penuh riang.
"Maaf, Saya telat sedikit." Katanya, aku kemudian terkekeh kecil, "Barusan Saya niatnya mau balik masuk aja, lho!"
"Papa jahat emang!" Seru Evyna seiringan dengan tanganku yang berusaha membuka pintu mobil, kemudian duduk di depan bersama Pak Arden.
"Papa kamu emang jahat, jahat banget, ya!" Kataku yang ditanggapi cekikikan Evyna, sementara sang Papa hanya cemberut namun masih terlihat begitu keren.
"Kalau jahat Evy sudah Papa lempar ke jurang." Tanggap Pak Arden yang kemudian mulai menjalankan mobil kembali, sementara Evyna menjulurkan kepalanya dari belakang dan menyender manja padaku.
Aih, memang gadis kecil yang satu ini adalah makhluk paling menggemaskan yang ada didunia ini!
"Hush hush, aku sama Kak Ninis!"
"Gak bisa, Papa yang sama Nissa." Kemudian sama seperti tadi siang, Pak Arden meraih tanganku dan menggenggamnya lembut. Saking terkejutnya diriku, aku sampai membatu bingung harus menanggapi apa.
Memang om-om ganteng yang satu ini tidak bisa mengontrol perilakunya dengan baik. Kalau begini bisa-bisa jantungku melompat keluar dari dada menuju Palung Mariana. Ya ampun, apa jangan-jangan kini wajahku luar biasa memerah?
Namun untungnya Evyna dengan cekatan melepaskan pegangan tangan Pak Arden, kemudian merebut tanganku dan menggenggamnya erat, "Gabisa! Papa jahat!"
Pak Arden hanya menghela napas berat, kemudian berpura-pura cemberut, "Ya sudah, kita gak jadi ke papper lunch, kita ke warteg pinggir jalan saja."
"Iya, kita ke warteg aja ya Evyna sayang, makanan di warteg enak-enak, lho!" Aku pun ikut menggoda Evyna, namun sepertinya Evyna tidak senang, "Males!" Teriaknya yang kemudian mendudukan dirinya di belakang dan memasang ekspresi cemberut.
Astaga, bisa-bisanya ada makhluk semenggemaskan Evyna di dunia ini! Bagaimana bisa Pak Arden yang serius一meski ganteng一ini bisa menciptakan makhluk yang semenggemaskan kamu?
一一一
"Pah, mau muter!" Ujar Evyna yang kini tengah menggenggam boneka kelinci merah muda yang baru saja Pak Arden belikan, aku bisa melihat kerutan pada dahi Pak Arden yang kurang suka dengan ide Evyna barusan.
Pak Arden kemudian dengan begitu gentle, berlutut di hadapan Evyna dan mengelus pucuk kepala sang gadis kecil, "Sudah malem Evy sayang, kita muter mallnya lain kali saja, ya? Lagian kita kan sudah sering muter-muter disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ninetynine of Hundred
Teen FictionKalau Adine adalah orang yang hidup didunianya sendiri, maka Arden adalah orang yang terobsesi dengan dunia itu. ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ Tuntutan pernikahan dari keluarga besar dengan pemikiran primitif, membuat Adine Issabella Lim semakin pusing p...