Chapter 14: Persiapan untuk Pesta (1)

13 3 0
                                    

Awan-awan melintas perlahan, mengiringi gerakan sang matahari yang mulai terbit dari ufuk timur, memancarkan cahaya kemerahan yang temaram. Bintang-bintang mulai lenyap dan cahaya Sang Rembulan mulai memudar. Hanya dalam waktu satu jam, cahaya kemerahan itu lenyap dan langit merah fajar digantikan oleh langit biru yang cerah. Jalan-jalan kota pusat yang tadinya sepi dan remang-remang mulai dipenuhi oleh para pejalan kaki dan kereta kuda. Tak lupa para pedagang yang setia menunggu pembeli di tepi jalan yang ramai, terus menjajakan barang dagangannya. Panas matahari masih belum mencapai bumi, tapi cahayanya sudah mampu menerangi dunia ini sepenuhnya. Kicauan merdu burung gereja memenuhi suasana, menyajikan nada-nada yang sungguh memanjakan telinga. Udara pada pagi hari di kota pusat yang belum tercemar oleh polusi ini sangat kontras dengan udara di dunia tempat asal Zero, yakni bumi, yang dipenuhi oleh polusi.

Tunggu, di mana tokoh utama kita itu?

Rupanya ia masih berbaring dengan nyaman di ranjangnya. Bahkan, lampu tidurnya saja masih menyala, padahal kamarnya sudah terang-benderang dan gorden beserta jendela kamarnya sudah sengaja dibuka entah oleh siapa agar cahaya matahari bisa masuk dan membangunkannya. Pakaiannya tampak kusut dan rambut hitam kelamnya tampak acak-acakan. Ya, ia masih belum bangun juga. Padahal jam yang tergantung di dinding kamar tersebut telah menunjukkan pukul 07:30 pagi. Dasar. Benar-benar pemalas.

"Huaaahhhmm ...."

Pemuda itu menguap sembari mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang karena merasa kurang nyaman, seolah tak peduli akan cahaya matahari yang menerobos masuk lewat jendela kamarnya yang terbuka.

Seekor burung gereja yang datang entah dari mana, mendadak hinggap di jendela kamar Zero yang terbuka, kemudian mulai berkicau dengan nyaring, seolah berusaha membangunkan Zero.

"ARRGGHH!! BERISIK!!! AKU SEDANG TIDAK MAU BERMAIN DENGAN BURUNG!!!" bentak Zero sembari mengibaskan lengannya ke jendela, berusaha mengusir sang burung gereja. Burung gereja yang terusir itu hanya bisa terbang dengan perasaan kesal.

"Cuiitt!!! Cuiitt!! Cuiitt!!! Cuiitt!! Cuiitt!!! Cuiitt!! Cuiitt!!! Cuiitt!! Cuiitt!!! Cuiit. Cuiitt cuiitt!!!" (Dasar manusia lacknad!! Udah dibangunin ga tahu terima kasih. Awas lu nanti dimakan monster elang!!!) Begitulah arti dari kicauannya.

(Author: awokwokwokwokwok)

Lima belas menit berlalu. Kamar tersebut kembali sunyi untuk beberapa saat, kemudian seekor Typhoon Cock — ayam jantan yang memiliki atribut angin sehingga bisa terbang dan mengendalikan angin — menghinggapi jendela kamar Zero yang terbuka. Ayam tersebut berkokok sekeras mungkin, berusaha untuk membangunkan Zero.

"ARRGHH!! KAU LAGI!! AYAM SIAPA, SIH, INI?!" Zero yang tengah tidur dengan amat nyaman merasa kesal karena diganggu oleh seekor ayam jago, kemudian bergegas membentak dan mengibaskan tangannya mengusir sang ayam. Typhoon Cock yang terusir itu hanya bisa terbang menjauh dari jendela kamar tersebut.

"Kukuruk!! Kukurukuruyuk!!!" (Awas kau!! Kulapor mamakku!!!) Begitulah arti dari kokokannya.

(Author: awokwokwokwok 😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂🤣🤣🤣🤣🤣🤣)

Lima belas menit berlalu. Lima belas menit yang diisi dengan kesunyian. Zero, karakter utama kita yang pemalas itu, masih tenggelam di dalam alam mimpinya dan tampaknya enggan untuk bangkit dari tidurnya. Ditambah lagi, ranjangnya yang empuk dan nyaman sangat melenakan. Sang Surya mulai bergerak dari ufuk timur ke utara, semakin lama semakin tinggi. Awan-awan yang melintas perlahan masih setia menemaninya menyinari dunia MineWorld.

Setelah melewati lima belas menit penuh kenyamanan, akhirnya karakter utama kita yang pemalas ini kena batunya. Seorang perempuan berambut pirang keemasan mendadak menggebrak pintu kamarnya dengan amat kasar, membuat si pemalas Zero langsung bangkit dari posisi tidurnya. Keterkejutan tergambar dengan jelas di wajahnya yang tampak acak-acakan karena baru saja bangun tidur. Ya, perempuan itu adalah Hikari.

"HEI, PEMALAS!! KENAPA KAU BELUM BANGUN JUGA?!" bentak Hikari dengan suara nyaring.

"Oh, ayolah. Ini, 'kan, baru jam delapan pagi. Lagipula kita sedang berada dalam masa istirahat," ujar Zero sembari memutar matanya dengan malas, seolah tak peduli terhadap wanita yang tengah berkacak pinggang di hadapannya saat ini.

"Kau lupa bahwa besok malam kita diundang oleh King Max Dizer untuk menghadiri pesta perayaan kemenangan pasukan militer kota pusat?" ucap Hikari.

"Oh, itu, ya," sahut Zero dengan wajah malas. "Kurasa aku akan mengenakan pakaian yang ada saja," lanjutnya sebelum kembali merebahkan tubuhnya di ranjang miliknya.

"Hei, yang mengundang kita adalah Yang Mulia King Max sendiri, lho!!" ujar Hikari.

Namun, tampaknya Zero tidak mendengar ucapan tersebut. Ia telah kembali memasuki alam mimpinya yang indah dan nyaman. Dengkuran pelan mulai terdengar.

"Haaahh ...." Hikari menghela napas berat. "Kalau begini, cuma ini satu-satunya cara ...."

Wanita berambut keemasan itu mengangkat lengan kanannya ke atas. Perlahan, cahaya keemasan mulai menyelimuti lengannya. "Magic: Light Element: Heat Light Blanket."

"WAWAWAAAAAAAWWWW!!!" Zero melompat dari tempat tidurnya karena ia merasakan panas yang amat sangat di bagian bawah tubuhnya. "Apa-apaan, sih?! Kalau aku hangus bagaimana?!" bentaknya dengan gusar.

"Haahh ... habisnya kau gak bangun-bangun. Ayo cepat, kita harus bersiap-siap," ujar Hikari sembari memegang tangan Zero dan menyeret tubuhnya keluar kamar.

"Woy, tunggu dulu!! Setidaknya biarkan aku duduk beristirahat dulu!!!" seru Zero. Namun, Hikari tampaknya sama sekali tak memedulikan seruan pemuda itu. Ia terus menyeret Zero.

"Heeeeeiii!!!"

(Author: awokwowkokwokwokwok 😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂🤣🤣🤣🤣🤣 ngakak njir)












To be continued






Coming Soon

Chapter 15: Persiapan untuk Pesta (2)



(Adegan romancenya ada di chapter selanjutnya :v karena ini baru part 1. Maaf atas PHP-nya. Wkwkwkwkwkwk.)

RE: Legend (The Past of The Lord)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang