8. Be my girl?

4.2K 229 0
                                    


Berkali-kali Arjuna mendial rentetan nomor di ponselnya. Namun, berkali-kali pula ia hanya mendapat pesan dari operator.

"Shit!" umpatnya.

Arjuna melempar asal ponselnya. Ia benar-benar pening sekarang. Matanya terpejam, berharap dirinya menjadi tenang. Ah, mengapa Arjuna se kacau ini?

Tak lama, ponsel Arjuna berdering, menandakan sebuah panggilan masuk. Tanpa pikir panjang, Arjuna menggeser tombol answer untuk menjawab panggilan itu.

"Kenapa lama banget, angkatnya?" tanya Arjuna.

"Ya maaf, abis aku sibuk. Ada masalah apasih?" tanya orang diseberang sana.

"Nanti malam, aku jemput kamu. Kita-

"Maaf, Jun. Nanti malam aku ada lembur bikin proposal pengajuan sponsor perusahaan."

"Oh yaudah, semangat lemburnya,"

"Thank you,"

Arjuna mengusap wajahnya kasar setelah mematikan sambungan teleponnya. Tidak ingin berlarut menuruti emosi, Arjuna memilih untuk mandi. Ia bertekad untuk bisa menahan emosinya, ia tidak ingin kejadian itu terulang kembali.

•🌵🌵🌵•

Tuk

Tuk

Tuk

Naomi mendengar sesuatu mengenai kaca jendela kamarnya berkali-kali. Awalnya, ia pikir itu suara cicak yang menjentikkan ekornya di jendela. Namun, suara itu tak kunjung berhenti.

Dengan raut wajah masam, Naomi membuka tirai jendelanya untuk memastikan suara yang mengganggu itu.

"Apasih?!" bentak Naomi setelah mengetahui siapa yang mengganggu rebahannya.

Siapa lagi kalau bukan tetangganya yang sering ia labeli Voldemort. Ya, Arjuna yang tengah melempari kaca jendela Naomi dengan batu kecil.

"Saya mau ngomong penting sama kamu. Kamu-

"Gak bisa, aku sibuk!" potong Naomi seraya menutup jendela kamarnya cepat.

Gadis itu menghembuskan nafas lega setelah tidak mendengar lemparan pada kaca jendelanya. Ia mamasang headset pada telinganya seraya memejamkan mata. Belum lama Naomi memejamkan matanya, ia merasa headset yang dipakainya dilepas dengan paksa.

Ketika ia menemukan Arjuna yang melakukan itu, "Ngapain ke kamarku?! Om, mau ngerampok, ya?!" sembur Naomi.

"Wow wow, calm down girl. Hobi banget teriak-teriak. Saya kesini mau ngomong penting sama kamu."

"Masuk darimana? Rumah ini dikunci semua pintunya sama Bi Idah, Om masuk lewat mana?"

"Lewat pintu lah, Bi Idah udah pulang. Jadi ya saya ngomong aja kalau ada perlu sama kamu."

"Harus banget langsung nyamperin ke kamar? Gak sopan, Om!"

"Kalau saya nggak langsung kesini, pasti kamu bakal kunci kamar kamu biar gak bisa ketemu sama saya,"

"T-tapi kamar itu privasi, Om. Apalagi aku cewek."

"Terus kenapa? Kamu takut? Tenang Naomi kamu itu tid—

"Mau ngomong penting apa?" sela Naomi, ia tau kearah mana pembicaraan Arjuna jika tidak ia hentikan. Itu pasti akan membuatnya malu.

Arjuna terkekeh, "So, can I sit here?" ucapan Arjuna diangguki oleh Naomi.

"Mulai sekarang, kamu jadi pacar saya. Nanti malam, saya jemput kamu. Kita dinner bareng keluarga saya." ucap Arjuna tanpa jeda.

Naomi mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mencerna ucapan Arjuna. Seketika, pupilnya membesar setelah paham lontaran kalimat pria berambut keriting didepannya.

"Gak-

"Saya nggak menerima penolakan. Mulai sekarang kita pacaran."

"Hah?! Mana bisa gitu! Kok Om maksa? Aku gak suka dipaksa, ya Om!"

"Jika kamu menolak, saya tidak akan segan untuk mengirim foto sebagai bukti bahwa kamu kemarin bolos sekolah pada wali kelas kamu," ancam Arjuna.

"Kok gitu sih, Om?! Cepu banget jadi orang!" teriak Naomi tidak terima dengan keputusan sepihak Arjuna.

"Jangan teriak, Naomi. Saya didepanmu." Arjuna menghela napas, "Tenang saja, kamu nggak perlu melibatkan perasaan dalam hubungan kita. Begitu juga saya. Kita hanya sepasang kekasih di depan umum."

Naomi terdiam, otaknya bereaksi lagi, "M-maksud Om, kita pacaran pura-pura?"

Arjuna mengangguk, "Kita hanya perlu memainkan peran, Omi."

"No problem! Oke, aku terima. Tapi, hapus dulu fotonya," putus Naomi.

Tangan Arjuna mengulurkan handphone nya pada Naomi agar gadis itu yang menghapus sendiri. Ia tersenyum tipis. Semudah ini mengancam seorang gadis petakilan didepannya.

"Kalau begitu, saya pulang dulu. Jangan lupa nanti malam, babe," ucap Arjuna seraya memasukkan ponselnya ke saku.

"Jangan panggil gitu! Geli tau," omel Naomi.

Arjuna terkekeh melihat tingkah remaja itu.

Sebenarnya, Arjuna juga tidak mau memerankan drama konyol ini. Ia juga masih menginginkan telinga yang sehat. Tapi, ia tidak punya pilihan selain menjadikan gadis hiperaktif itu jadi kekasih pura-puranya.

Flashback on

"Oma mau, nanti malam kamu ajak kekasih kamu untuk dinner bareng keluarga kita." putus wanita lansia itu dengan telak.

Arjuna hanya melongo mendengarkan keputusan mengerikan Nenek kesanyangannya itu.

"Tapi Oma, Juna-

"Usia Oma sudah semakin tua. Oma pengen lihat kamu nikah, bisa gendong cicit dari kamu. Kamu kesayang Oma. Oma gak mau, kamu terlalu di perbudak pekerjaan hingga tak sempat memikirkan calon penerus Radeva setelahmu."

"Iya, Oma." ucap Arjuna lemas.

"Oma seneng, kamu nurut banget sama Oma."

Arjuna tersenyum hangat membalas ucapan neneknya.

Flashback off

🌵🌵🌵

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang