18. Kebenaran

2.6K 190 8
                                    

Two Of Us - Louis Tomlinson

Naomi melambaikan tangannya seiring dengan menghilangnya Zeno dan Deon. Setelah pulang tadi pagi, suasana hati Naomi sangat buruk, hingga ia menyuruh kedua sahabatnya untuk ke rumahnya. Benar saja, setelah halaman belakangnya penuh dengan sampah bekas snack dan minuman kaleng, suasana hati Naomi telah mulai membaik walaupun tidak sepenuhnya.

Langkah Naomi menuju ke dapur untuk menemui Bi Idah yang sedang mengiris bawang. Ia duduk pada salah satu kursi di sebelah Bi idah. Dengan menyampingkan ego, Naomi memberanikan diri untuk bertanya.

"Bi, eum— Mama, eum— Mama," gagap Naomi.

Bi Idah mengalihkan pandangannya dari bawang, kemudian menatap Naomi, "Semenjak Non pergi, Nyonya hanya sekali pulang ke rumah. Itu pun, Bibi tidak bisa melihat wajahnya karena Nyonya mengenakan masker,"

"Mama sakit?"

"Bibi tidak tahu, Non. Mungkin kurang enak badan karena pekerjaan di kantor,"

"Ya udah, kalau gitu Naomi ke kamar dulu ya, Bi," izin Naomi.

Bi Idah mengangguk ramah, "Sok atuh, Non. Kalau mau ngemil, di kulkas ada buah naga, udah Bibi potong-potong,"

"Iya Bi, terimakasih yah,"

Bukannya ke kamar seperti yang ia katakan pada Bi Idah, langkah Naomi justru membawanya pada kamar Belinda. Memang semenjak mereka pindah, Naomi tidak pernah sekalipun memasuki kamar Belinda. Karena Naomi berpikir jika Belinda akan selalu mengunci kamarnya.

Pandangannya terjatuh pada foto ayahnya yang terfigura pada nakas sebelah ranjang Belinda. Ternyata ibunya masih mencintai ayahnya. Naomi tersenyum kecut ketika tersadar tidak ada satupun barang ataupun fotonya disini.

"Papa, Omi kangen Mama. Sebentar lagi, Omi ujian akhir, Pa. Omi bingung harus kuliah dimana. Pengen deh, diskusiin ini sama Mama. Sebenarnya, Omi juga takut gagal  dapat nilai sesuai keinginan Mama. Anak Papa ini pengecut ya? Cuma luarnya kelihatan berani sama liar, tapi sama ujian akhir gini aja takut," kekeh Naomi sumbang diiringi dengan air mata yang turun perlahan.

"Apa Omi sanggup berjalan sendirian? Mengapa Papa yang meninggal, tapi Mama juga ikut pergi? Kalian terlalu percaya kalau Omi akan tumbuh menjadi gadis yang kuat," cemooh Naomi.

"Tuhan baik, Pa. Disaat Papa sama Mama nggak ada, Deon sama Zeno dikirim buat nemenin Omi. Harusnya Deon sama Zeno jadi saudara Omi, ya Pa? Biar kita bisa tinggal serumah, terus Omi nggak merasa sendirian lagi,"

Gadis itu menangis tergugu menatap foto ayahnya. Naomi begitu lelah. Apa yang bisa diharapkan dari seorang Naomi? Si biang rusuh, hobi membolos, selalu kepala 4 ketika ulangan, si pemalas, lalu sisi buruk yang mana lagi? Terkadang ia menangis ketika mengingat kebaikan Tuhan yang masih membiarkannya hidup di dunia, walaupun tak memiliki tujuan seperti ini.

Naomi meringkuk pada ranjang Belinda. Setidaknya aroma Belinda yang tertinggal pada sprei membuatnya membayangkan ia tengah menangis dalam dekapan hangat ibunya. Beberapa kali ia menggumam ia merindukan sosok Belinda.

Ketika tangan Naomi menelusup dibalik bantal untuk menemukan kenyamanan, ada sesuatu yang menghentikan gerakan Naomi. Ia menarik sesuatu itu dari balik bantal. Tangannya seketika bergetar ketika menyadari apa yang tengah di genggamnya itu.

🌵🌵🌵

Di dalam taksi, Naomi tak henti-hentinya menggigit kukunya. Gadis itu langsung memutuskan untuk pergi ke kantor tempat Belinda bekerja setelah menemukan sesuatu dari balik bantal tadi. Ia benar-benar cemas.

Setelah sampai, Naomi berlari menuju lobby untuk bertanya pada resepsionis dimana ruang kerja Belinda.

"Maaf mbak, sejak seminggu yang lalu Ibu Belinda memang izin tidak masuk," jelas resepsionis itu semakin membuat jantung Naomi berdebar.

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang