10. Happy Birthday

3.6K 227 2
                                    


Matahari pukul 6.15 pagi, tengah menyinari Zeno, Deon dan Naomi, yang kini sedang berada di halaman belakang rumah Naomi. Bukannya bersiap untuk berangkat sekolah, mereka justru berkumpul di rumah Naomi. Mereka tengah mendiskusikan sesuatu dengan serius.

"Lo, yakin?" tanya Zeno memastikan.

Naomi memberi jawaban dengan anggukan kepala.

"Masalahnya, lo baru bolos dua minggu lalu. Lo mau bolos lagi?" timpal Deon.

"Gimana, ya. Entah rasanya gue pengen banget seharian nungguin Lala. Ini juga kan hari ulang tahun Lala. Udah jauh hari gue nyiapin buat surprise dia,"

Kedua cowok itu hanya menghela napas. Mereka akan membuang tenaga jika melarang Naomi si keras kepala. Mau tidak mau, mereka tetap menuruti kemauan gadis itu.

"Yaudah, ayo berangkat. Kita kasih kejutan Lala waktu bangun tidur, pasti dia seneng," kekeh Naomi seraya membayangkan ekspresi kebahagiaan Lala.

🌵🌵🌵


Mini Cooper silver milik Zeno kini telah terparkir di basement lantai 2 rumah sakit. Ketiga sahabat itu segera menuju loby untuk menanyakan ruang rawat Lala. Setelah mendapat jawaban, katiga sahabat itu berlari kecil menyusuri koridor rumah sakit.

"Bu Hani," panggil Naomi pada wanita paruh baya yang kini tengah duduk dengan cemas.

"Kalian datang, Nak?" lirih Hani dengan suara bergetar.

Tanpa pikir panjang, Naomi memeluk erat tubuh wanita itu seraya mengusap punggungnya berkali-kali. Ia bermaksud untuk menenangkan Hani, namun tak dapat dipungkiri pula Naomi juga merasa sangat khawatir dengan kondisi Lala.

Hampir setengah jam mereka menunggu Lala di kamar inap setelah dokter keluar dan memperbolehkan agar Lala ditemani. Bocah perempuan itu kini terbaring lemah diatas brankar dengan beberapa selang yang menempel di tubuh kecilnya. Lingkar mata yang menghitam dan cekung, tubuhnya semakin kurus serta rambutnya pun telah habis. Sekejam inikah penyakit itu menggerogoti tubuh gadis kecil itu.

Beberapa kali Naomi melirihkan nama Lala seraya menatap bocah yang terbaring lemas itu. Zeno yang mendengar hal itu, segera memeluk tubuh Naomi. Diusapnya lengan gadis hiperaktif itu yang kini tengah menegang.

Setelah berapa menit menunggu, kelopak mata Lala bergerak. Perlahan namun pasti, bocah penderita kanker darah itu membuka matanya. Ia beberapa kali mengerjapkan mata untuk mengatur intensitas cahaya yang memasuki matanya.

"Hai," sapa Naomi setelah Lala melihatnya.

Lala hanya tersenyum lemah.

"Selamat ulang tahun, Lala," ucap Deon lembut seraya meraih tangan kurus Lala.

"Terimakasih, Kak Deon," balas Lala lemah.

"Usia Lala nambah setahun, ya? Duh, cepet banget rasanya," timpal Zeno.

Raut senang kini tersirat pada wajah Lala.

Naomi mendekati Lala, digenggamnya tangan dingin bocah itu, "Selamat ulang tahun, Lala. Kak Omi punya sesuatu buat Lala,"

Kotak pink berpita merah itu kini beralih dari tangan Naomi ke tangan Lala. Dengan perlahan, Naomi membantu Lala membuka hadiah pemberiannya.

"Stitch! Terimakasih Kak Omi," cicit Lala seraya memeluk boneka berwarna biru itu.

Sedetik kemudian, Naomi memeluk Lala seolah tengah memberi energi untuk bocah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedetik kemudian, Naomi memeluk Lala seolah tengah memberi energi untuk bocah itu. Didekapnya erat tubuh kurus itu. Entah mengapa, bahu Naomi terasa basah. Ketika ia mendongak, ia melihat Lala dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Hei, Lala jangan nangis. Lala itu anak yang kuat, tau. Ini stitch nya yang akan nemenin Lala tidur, ya?"

Naomi dengan telaten menghapus jejak air mata Lala.

"Terimakasih semua, Lala beruntung ketemu sama kalian," ucap Lala seraya mempererat pelukannya pada Naomi.

Naomi melepas pelukan Lala karena merasa pelukan Lala perlahan mengendur. Mata Lala semakin sayu diiringi nafas yang perlahan melemah. Namun, bibir pucatnya masih membentuk sabit.

"Kak Omi, Kak Deon, Kak Zeno, Bunda, Terimakasih sudah menerima Lala. Lala sayang kalian," ucap gadis itu lemah.

Keempat orang itu hanya tersenyum hangat sebagai balasan ucapan terimakasih Lala. Hani sedari tadi hanya terdiam karena ia menahan agar tidak menangis. Wanita itu tidak sanggup melihat penderitaan bocah berusia 10 tahun itu.

"Kak, kepala Lala sakit banget," ringis Lala seraya menekan kuat kepalanya.

Hal itu membuat Deon dengan sigap menekan tombol disamping brankar Lala untuk memanggil dokter.

"Lala tahan sebentar, ya... sebentar lagi dokter datang," ucap Naomi menenangkan.

Naomi mengusap kepala Lala, membantu mengurangi rasa sakit gadis itu. Ia tak kalah panik dengan kondisi Lala saat ini. Sampai kedatangan dokter membuatnya keluar dari ruang inap Lala.

Tak henti-hentinya Naomi meremas tangan Zeno dengan kaki yang terhentak-hentak kecil. Beberapa bulir keringat tampak mengalir pada dahi gadis itu.

Pintu ruangan terbuka, seorang dokter keluar seraya melepas maskernya. Kemudian Naomi menghampiri dokter itu dengan tergesa. Belum sempat ia bertanya, Naomi melihat dua perawat kini tengah melepas beberapa selang yang menempel di tubuh Lala, membuatnya menerobos masuk ruangan.

"Nggak mungkin!" teriak Naomi ketika Lala mulai ditutupi kain putih.

"Lala... Ini kakak sayang, kamu jangan bikin kakak khawatir dong, ayo buka matanya..."

Naomi menangkup tubuh lemah Lala. Diguncangnya tubuh bocah yang perlahan mulai terasa dingin.

"Lala! Dengerin kakak! Kamu jangan dulu tinggalin kakak sayang, kita rayain ulang tahun kamu bareng bareng. Bangun, sayang,"

"Kak, maaf saudari Lala sudah meninggal sepuluh menit yang lalu," ucap salah satu perawat, menenangkan Naomi namun tak berhasil.

"Nak, ikhlaskan dia, ya? Lala pasti udah seneng disana," ucap Hani ikut menenangkan.

Bukannya tenang, Naomi semakin histeris. Dikecupnya seluruh wajah Lala. Zeno yang tidak tega dengan keadaan Naomi, kemudian meraih tubuh gadis itu untuk ia dekap.

"Husstt, lo jangan gini, Naomi. Lo gak boleh gini. Lala bakal sedih liat kondisi lo," bisik Zeno.

"Lepasin! Gue mau peluk Lala! Jangan halangin gue!"

Naomi memberontak dalam dekapan Zeno. Deon pun menyarankan untuk membawa Naomi keluar ruangan. Ia tidak ingin Naomi bertindak nekat.

Naomi semakin meraung ketika Zeno membawanya keluar ruangan. Ia bergerak seperti hilang kendali. Kondisi ini membuat Deon agak kesal.

"Naomi! Dengerin gue! Heh! Liat mata gue!" gertak Deon seraya menangkup pipi Naomi untuk ditatapnya, "Lo pikir cuma lo yang sedih?! Cuma lo yang hancur?! Kita juga ngerasain! Lo lihat tatapan kosong Bu Hani, tadi?! Dia sama hancurnya seperti lo! Apalagi dia yang selama ini ngerawat Lala. Tenang, Naomi. Please, kali ini lo kendalikan diri lo, kita semua sayang sama Lala. Kita semua juga sangat merasa kehilangan,"

Naomi sedikit melemah mendengar penuturan Deon, "Ta-tapi, hiks.... gue sayang hiks.... Lala.... hiks.... Lala udah pergi, Yon, hiks.... dia ninggalin gue, hiks...." ucap Naomi tersenggal-senggal.

"Lala udah nggak sakit lagi, Naomi. Dia udah sembuh, lo harusnya ikhlas kalau Lala sembuh. Lo suka ngeliat Lala menderita karena penyakitnya?" tanya Zeno yang dibalas dengan gelengan kuat Naomi.

"Udah ya, lo tenang dulu. Ikhlaskan dia, jangan buat dia sedih karena lihat kondisi lo," ucap Deon seraya mengusap punggung Naomi.

Perlahan, mata Naomi mulai meredup. Ia terkulai lemas dalam pelukan Zeno.

🌵🌵🌵

Terimakasih sudah membaca :)

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang