17. Arjuna's anger

2.7K 160 3
                                    

Drrt drrt drrt

Ponsel Naomi bergetar pertanda ada sebuah pesan masuk, sedetik kemudian nama Arjuna terpampang dalam layar.

Om Voldemort

[10.35 pm] Dimana? Kenapa belum pulang?

[10.35 pm] Kamu lupa kalau sekarang waktunya belajar untuk ulangan kamu minggu depan?

[10.36 pm] Cepat pulang

Read.

Sudah hampir dua jam Naomi duduk di sebuah sofa reyot pada ruangan yang penuh dengan asap rokok. Ia berada pada tempat nongkrong atau bahasa kerennya markas segerombolan anak-anak dengan hobi menyetel musik rock keras, merokok, minum, main kartu dan masih banyak lagi. Ken, yang membuat Naomi berada pada posisi saat ini.

Naomi mendengus keras setelah membaca pesan dari Arjuna. Ia lalu mengalihkan pandangan pada cowok di sebelahnya yang sedang serius dengan game di ponselnya. Sebenarnya, ia pun sudah jenuh dengan sikap Ken yang semena-mena padanya. Seorang Naomi yang selalu diistimewakan Deon dan Zeno, kini seperti budak yang menurut pada setiap ucapan Ken.

"Ken, gue mau pulang,"

Ken menoleh sebentar, sebelum melanjutkan fokus pada gamenya, "sebentar, ya By. Yakin deh, bentar lagi,"

"Dari sejam yang lalu lo ngomong gitu mulu. Gue udah suntuk, gue pengen pulang!" nada Naomi mulai meninggi karena jengkel.

Mendengar bentakan Naomi, Ken menatap Naomi sepenuhnya, "yaudah sana pulang! Gue gak mau nganterin,"

"Gak masalah!" gertak Naomi.

Namun, ketika Naomi sudah bangkit dari duduknya, Ken menahan tangan gadis itu seraya menunjukkan sesuatu pada layar ponselnya. Mata Naomi melebar setelah melihat layar ponsel Ken. Mau tak mau, ia kembali duduk, karena Ken mangancam untuk menelpon kontak yang ada di layar ponselnya. Kontak guru Sosiologi mereka.

🌵🌵🌵

"Darimana saja, kamu?" tanya Arjuna ketika Naomi baru saja melepas sepatunya.

Naomi mendongak, menatap mata Arjuna, "abis main sama temen,"

"Sama Deon dan Zeno?"

"Bukan. Temenku yang lain,"

Ketika Naomi hendak melewati Arjuna, langkahnya terhenti karena lengannya terlebih dahulu dicekal oleh Arjuna.

"Ada apa lagi sih, Om?"

"Saya belum selesai berbicara, Naomi."

Arjuna menatap tegas Naomi.

"Kenapa sih, ada yang salah ya?"

"Kamu masih belum sadar kesalahanmu, Naomi?"

Naomi berbalik menatap Arjuna dengan tatapan menantangnya, "apanya yang salah?"

"Dan masih bertanya apa yang salah? Oke, saya uraikan satu persatu kesalahan kamu. Pertama dan yang utama, kamu pulang larut malam. Kedua, kamu pasti pergi dengan teman cowok kamu yang mungkin tidak sedekat Zeno dan Deon. Ketiga, kamu mengingkari janji kamu sendiri untuk belajar. Terakhir, kamu bau asap rokok seperti ini, itu artinya kamu tadi berada di tempat yang tidak sesuai," papar Arjuna menggebu-gebu.

"Terus apa korelasinya sama, Om? Aku punya kehidupan, Om! Kenapa tiba-tiba Om berlagak posesif gini? Emang kalau aku punya temen selain Zeno dan Deon, salah ya?!" sungut Naomi tak ingin kalah.

Kedua manusia itu saling melempar tatapan menusuk. Seolah tengah saling membunuh dalam tatapan masing-masing.

"Jelas ada! Kamu saat ini tinggal di apartment saya, itu berarti kamu harus menaati aturan yang saya buat! Saya selalu melarang kamu untuk keluar larut malam ini sendiri. Kanapa bebal sekali?!" bentak Arjuna.

Naomi terdiam beberapa saat setelah mendengar bentakan Arjuna. Ia menggerakkan tangannya untuk melepas cekeraman Arjuna, namun bukannya lepas cengkeraman itu semakin kuat. Terdengar ringisan Naomi menahan sakit.

"Apa bedanya dengan Om? Bahkan kemarin kita pulang sampai pagi!" elak Naomi berusaha tenang walaupun ia menahan rasa takutnya mati-matian.

"Bedanya, saya berani menjamin kamu tetap Naomi yang utuh hingga pulang! Tidak seperti teman berandalan kamu! Baru saja berteman, sudah berani membawamu ke tempat tidak jelas seperti itu!"

Tidak ada bantahan lagi dari gadis bermata hitam legam itu. Ia berusaha menggerakkan tangannya dalam cengkeraman Arjuna walaupun tubuhnya bergetar menahan takut. Naomi yakin, Arjuna pasti merasakan hal itu.

"Lepas,"

"Tatap saya, ketika saya berbicara!"

Bentakan Arjuna membuat Naomi terkesiap. Tubuhnya semakin bergetar, pun matanya telah mengeluarkan air mata. Ia benar-benar takut dengan Arjuna sekarang.

"Jangan mentang-mentang saya tidak pernah marah ke kamu, kamu jadi berlaku seenaknya. Kamu sekarang berada dalam otoritas saya. Sekali lagi kamu berulah, saya tidak dapat menoleransinya," ucap Arjuna rendah seperti menahan semua amarahnya pada Naomi.

Naomi menciut ketika merasakan embusan napas mint Arjuna pada telinganya.

Menyadari ketakutan gadis itu, Arjuna menghentak kasar tangan Naomi. Saking kasarnya hingga membuat Naomi terhuyung ke belakang. Untung saja Naomi masih bisa menahan berat badannya.

Sedetik kemudian, Naomi berlari ke arah kamarnya.

Blam!

Naomi membanting pintu kamarnya sebagai bentuk ungkapan marah pada pria dewasa berambut keriting itu.

Hei bung, kau kenapa semarah ini?

"Shut up, motherfucker!"

🌵🌵🌵

Kini, Arjuna tengah menikmati secangkir tehnya seraya menonton berita pada televisi. Namun, kegiatan itu terinterupsi dengan kemunculan sosok Naomi dengan dua tas tenteng besar yang tampak terisi penuh. Jika Arjuna asumsikan, sepertinya Naomi memutuskan untuk kembali pulang ke rumahnya.

Arjuna meletakkan cangkir tehnya pada meja didepannya, kemudian berjalan menghampiri Naomi yang tampak kesusahan dengan dua tas besarnya. Tanpa pikir panjang, Arjuna menyambar salah satu tas dalam gendongan gadia itu. Naomi yang awalnya kaget karena tindakan tiba-tiba Arjuna, kembali menetralkan mimik wajahnya. Naomi masih marah pada Arjuna.

"Biar saya yang mengantar kamu pulang," ucap Arjuna.

Naomi terdiam, tidak merespon apa-apa. Ia hanya terdiam seraya berpura-pura sibuk dengan barang bawaannya. Naomi masih marah pada Arjuna.

Sesuai ucapannya, Arjuna kini tengah menyetir mobilnya untuk mengantar Naomi pulang. Selama perjalanan, tidak ada yang membuka pembicaraan diantara mereka. Hanya alunan pelan musik dari tape Arjuna yang menemani sepanjang perjalanan mereka.

Hingga, mereka sampai pada tempat tujuan. Pun masih dalam keadaan sunyi. Naomi secepat mungkin meninggalkan Arjuna dengan berlari kecil.

"I'm sorry," gumam Arjuna ketika melihat punggung Naomi yang telah tergantikan oleh pagar.

Arjuna merasa bersalah setelah kejadian semalam. Terlebih ketika melihat mata sembab Naomi, Arjuna sangat ingin memeluk gadis itu. Namun, ego dan kemarahan karena tindakan Naomi yang menahannya.

• • • •

• • • •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang