20. Kado

15 1 0
                                    

Selamat Membaca
*******************

"Wah, gila kak filmnya tadi bagus banget," celetuk Bela.

"Duh pelan-pelan dong makannya kan jadi belepotan gitu," kata Rafa sambil menghilangkan sisa makanan di pipi Bela dengan menggunakan tisu.

"Habis gimana lagi, laper banget sih," Rafa tertawa geli mendengar jawaban Bela.

Mereka berdua pun lalu menuju parkiran mobil setelah selesai makan makan banyak di restauran. Bela tersenyum lega, setidaknya perutnya tidak akan membuatnya malu seperti tadi. Dan bisa diduga apa yang terjadi Rafa mengajaknya makan dahulu. Ia memesan banyak makanan untuknya. Bela menolak tapi Rafa tak mendengarkannya. Bela kemudian berunding mengajak Rafa untuk BMM (Bayar Masing Masing) saja tetapi ditolak mentah-mentah oleh Rafa.

Rafa lalu menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan Bela tampak bingung, Rafa bukan memilih jalan menuju rumahnya. Jalanan yang tampak asing bagi Bela.

"A....." Bela hendak mengucap sesuatu tapi ia urunkan. Banyak pertanyaan yang aklan ia lontarkan. Bela begitu tercengang ketika melihat keluar jendela mobil. Bela lantas menurunkan kaca jendela mobil dan membiarkan semilir angin masuk perlahan-lahan.

Ia merasakan dejavu. Sesuatu yang sangat familier di hidupnya. Terdengar sayup-sayup suara debur ombak yang tidak asing lagi baginya. Aromanya yang khas. Entah Bela tak begitu yakin dengan perasaan apa yang berkecamuk di hatinya. Yang jelas selama belasan tahun ia selalu merindukan momen-momen dirinya yang menghabiskan waktu di pantai. Tapi impiannya selalu ia tutupi oleh keraguan dan perasaan takutnya.

"Ini beneran di pantai?" bibirnya tiba-tiba berdesis. Tubuhnya sedikit bergetar. Ia sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak menetes. Ia sangat rindu dengan pantai, tapi di pantai pula semua traumanya berasal.

"Gak usah takut, ada gue," ucap Rafa pelan. Ia tak sadar telah menggenggam tangan Bela erat.

Bela tersadar, "Eh, iya kak, aku gak papa kok,"

Bela sedikit merasa curiga dengan perkataan yang diucapkan Rafa. Seolah-olah Rafa mengerti sesuatu tentang dirinya. Tapi apa itu? Bela tidak tahu. Ia segera menepis-nepis pikiran negatifnya.

Perlahan Bela membuka pintu mobil dan menjulurkan kakinya keluar. Ia lalu disambut pemandangan yang sangat menakjubkan.

Bela melangkah hati-hati mengikuti Rafa yang dengan santainya melepas alas kakinya.

"Kak Rafa gak takut kakinya kena duri? Tu liat di sana banyak tulang ikan!" celoteh Bela memecah keheningan.

"Takut sih, tapi udah biasa. Dulu gue tu tinggal gak jauh dari sini. Nanti kita bisa mampir di warung deket mantan rumah gue gimana? Mau gak?"

Bela menyambutnya dengan antusias, " Wah, boleh juga tu. Enak ya pernah tinggal deket pantai. Aku suka banget sama pantai. Itu dulu si sekarang agak takut kalo main ke pantai,"

"Kenapa?" ucap Rafa yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia membiarkan air laut melewati kakinya perlahan.

Bela terdiam ia juga menghentikan langkah kakinya tatkala melihat dua anak kecil bermain lari-larian di tepi pantai. Tiba-tiba tanpa disadari oleh keduanya ombak yang cukup besar pun menghampiri mereka. Lalu salah satu dari dari keduanya terseret ombak. Dan anak yang satunya berteriak keras sambil menangis ketakutan. Bela tercekat. Tubuhnya terasa kaku.

"Hei, Bela lo kenapa?" tanya Rafa panic sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Bela. Nyatanya, setelah Bela tersadar dari lamunannya di pantai itu sepi pengunjung. Ia tidak melihat tanda-tanda ada anak yang terseret ombak. Berarti tadi hanya khayalannya semata?

"Bela, are you okay?" kata Rafa kemudian.

Bela mengangguk-anggukkan kepalanya. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar bunyi keras. Berdebum jatuh. Bela panik. Semua mimpi buruknya datang bersamaan setelah rasa paniknya muncul. Ia mendengar jerit-jerit tangis kesakitan. Ia juga merasakan kayu-kayu yang membentur tubuhnya seakan memukuli dirinya. Tubuhnya tak kuat lagi menopang berat tubuhnya. Ia kemudian berjongkok dan tak berani membuka matanya. Tangisannya semakin kuat. Ia masa bodoh jika Rafa menganggapnya cewek yang cengeng.

Bela terkejut pasalnya ia merasakan pelukan hangat dari seseorang. Pelukan yanga amat menenangkan yang kemudian terasa membelai-belai rambutnya lembut. "Gak usah takut, itu tadi ada dahan kelapa yang jatuh. Udah jangan nagis lagi," bujuk Rafa. Ia kemudian mengusap aliran anak sungai di pipi Bela.

***

Perasaan yang campur aduk membuat kepalanya sedikit pening. Ia mengambil beberapa tisu lagi. Entah tisu yang keberapa Bela lupa. Ia lagi-lagi menitikkan air matanya ketika tiba-tiba sekilas memori masa kecilnya muncul. Memori itu tanpa bisa ia cegah berputar-putar di kepalanya. Seperti menonton film 3D yang sangat menyedihkan. Ia merindukan semuanya.

A princess doesn't cry (no-oh)
A princess doesn't cry (no-oh, oh)
Burning like a fire
You feel it all inside
But wipe your teary eyes

Bela terdiam menyimak lagu yang baru saja Rafa putar. Lagu A princess Doesn't Cry – Aviva. 'Itu lagu buat gue ya?' batin Bela.

Seolah tahu apa yang Bela pikirkan Rafa berucap, " Anggap aja itu gue yang nyanyi buat lo,"

'Cause princesses don't cry
Don't cry, don't cry, oh
Don't cry
Don't cry, oh
Don't cry, don't cry, don't cry, oh
'Cause princesses don't cry

"Makasih kak. Btw, aku bukan princess di negeri dongeng lo kak haha.."

"Tapi menurut gue, lo itu putri yang harus dijaga,"

"Hah? Serah lo deh kak haha.. oh iya, makasih banyak untuk hari ini gue jadi merasa sedikit lega," kata Bela.

Rafa terlihat sedikit menaikkan alisnya, "Harusnya gue yang minta maaf udah buat lo nangis. Gue minta maaf ya? Dimaafin nggak?"

"Ih kok gitu sih, aku yang salah udah ngerusak suasana," kata Bela sambil melepas seatbelt dan mengaitkan tas selempangnya di pundak. Mobil telah berhenti persis di samping gerbang rumah Bela.

"Tunggu!!" sergah Rafa buru-buru menarik lengan Bela.

"Ada apa kak?"

Bela terkejut setelah tahu Rafa menyodorkan sebuah kado untuknya. Setahunya hari ini Bela tidak sedang berulang tahun. Bukankah Bela telah berulang tahun 2 hari yang lalu?

"Buat?" tanya Bela penasaran.

"Buat sahabat kecil gue yang hari ini ulang tahun,"kata Rafa lirih seperti berbisik.

"Apa kak?"

"Gak, gak, lupakan. Buat lo lah. Emang ngasih sesuatu harus pake alasan?"

Tok...tok.....tok.....

Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk jendela di samping Bela. Bela segera menurunkan kaca jendela mobil.

"Bel, ngapain lo gak turun-turun? Dan lo lagi modusin adik gue, ya?" curiga Andrian.

Bela mengabaikan ucapan abangnya, "Kak aku turun dulu ya, bye. Hati-hati pulangnya,"

###
TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang