6• Danau

17 5 1
                                        

Waktu cepat berlalu sampai-sampai aku tak menyadari bahwa aku benar-benar tertinggal jauh olehnya.

Selamat Membaca
******************

Panas matahari yang menyengat membuat beberapa siswa yang menunggu angkutan umum ataupun jemputannya terlihat kepanasan. Para siswa lebih memilih menepi di bawah pohon dan di etalase toko daripada menunggu di tepi jalan.

Tapi tidak dengan Bela. Gadis itu disibukkan dengan aktivitasnya yang sesekapi melirik arloji putihnya. Jam menunjukkan pukul 2 siang. Ia lalu mengambil handphonenya yang berada di saku roknya. Bela lantas menekan kontak abangnya.

Lalu terdengarlah suara di seberang sana, "Halo adikku yang jelek!" terdengar kekehan Andrian.

"Ih abang gitu nanti Bela aduin mama lho," kata Bela mengancam.

"Iya deh maapin abang ya!! Eh Bel tumben nelpon kangen ya?"

"Ih abang lupa apa gimana sih? Ini udah jam berapa hah? Katanya janji mau jemput Bela jam setengah 2. Bela udah capek, pegel, kepanasan, ka...,"

"Oh iya ya abang lupa nih. Tunggu bentar ya ni kerjaan hampir kelar," kata Andrian memotong perkataan Bela.

"Bang Drian cepet lho!! Awas aja kalo lama, Bela bakalan ngambek,"

Tuuut.....

Bela memutuskan sambungan telfonnya dengan abangnya, yaitu Andrian. Ia pun memilih berjalan-jalan pelan sambil menunggu abangnya.

Langkahnya terhenti di sebuah danau yang berada tak jauh dari sekolahnya. Bela menghirup udara yang masih sejuk kuat-kuat. Ia lalu duduk di atas rumput-rumput tebal. Bela mengambil batu kecil lalu membuangnya ke danau hingga menimbulkan percikan-percikan air.

Bela memandang danau dengan tatapan kosong sampai-sampai ia tak menyadari seseorang yabg mendekatinya. Bela tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara daun-daun kering yang terinjak. Bela pun menoleh dan menemukan sosok kakak kelas yang membangunkannnya di perpus kemarin.

Ada sedikit rasa malu yang terbit, namun Bela segera menepisnya jauh-jauh. Ia mulai memberanikan diri menyapa Rafa dengan gugup.

"Er.. Anu ..... E .... Kok belum pulang kak? Atau lagi nunggu seseorang." Bela merutuki mulutnya yang asal ceplos.

Rafa terkekeh, "Ngapain gugup gitu, kaya liat hantu aja,"

Rafa lalu menjulurkan tangan kanannya dan berbicara, "Hai ini pertemuan ketiga kita kan masa belum kenalan. Kenalin gue Rafa, Rafael Anderson Baskara,"

Bela gelagapan. Ia lalu menyambut uluran tangan Rafa, "Gue Bela kak, Rosabela Azelart Holland." Bela terlihat sedih, setelah mengucapkan nama belakangnya dan mengingatkan kerinduannya pada keluarga kandungnya.

"Lo gak pa-pa kan," Bela tersadar. Ia lalu melepas tautan tangannya dengan tangan Rafa. Bela pun menampilkan senyum manisnya untuk menjawab bahwa ia baik-baik saja.

Rafa lalu duduk di samping Bela, dan ikut menatap danau lurus.

"Eh kak Rafa nanti kali ada yang cemburu gimana?" tanya Bela hati-hati.

Rafa mengangkat sebelah alisnya, "Siapa?"

"Pacar Kak Rafa!!"

"Gue," kata Rafa sambil menunjuk dirinya sendiri, "Gak punya pacar tuh,"

"Tapi saat ini sepertinya ada yang gue suka," kata Rafa lirih.

Tiba-tiba handphone yang berada di genggaman Bela bergetar.

"Bentar ya kak," kata Bela. Buru-buru mengangkat telfon dari abangnya.

Setelah selesai bertelfon ria dengan abang tercintanya ia pun segera mendekati Rafa.

"Kak tadi ngomong apa, suaranya pelan banget," tanya Bela penasaran.

"Gak, gak, bukan apa-apa," kata Rafa gelagapan.

"Oh yaudah, gue duluan ya kak. Soalnya udah ditunggu abang," kata Bela sopan. Ia lalu mendekati mobil yang sudah sangat dihafalnya, yaitu mobil abangnya setelah melihat Rafa menganggukkan kepalanya.

###

Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang