Konferensi

72 97 1
                                    

"William atheo martzian" salam seorang perempuan cantik dengan matanya yang indah.

"Athea jeanne marizta" sautku sambil melihat surat undangan ke pemilihan ketua akademi yang kami miliki.

Begitulah tingkah laku kami saat akhirnya mendapatkan selayang surat yang menandakan kami pantas untuk memilih.

Hari ini adalah hari pemilihan ketua dan wakil murid akademi dari seluruh Akademi Von Schmeichel, setelah sebelumnya perwakilan semua akademi dari seluruh dunia berkumpul di 6 tempat berbeda untuk melakukan kampanye.

Ada 12 calon pasangan, masing-masing 2 pasangan dari setiap cabang akademi.

Kecuali, von schmeichel eropa dan Amerika utara. Amerika utara hanya menyumbang 1 pasangan calon, dan justru von schmeichel eropa menyumbang 3 pasangan calon.

Aku dan athea sangat antusias, karena ini seperti politik pemerintahan sungguhan, mulai dari debat, kampanye, hingga rumor-rumornya pun seakan-akan pemilihan presiden.

Dan inilah saat yang semua orang tunggu, hari pemilihan. Dan hebatnya, konferensi diadakan di daerahku, charlotte.

Hari ini semuanya lebih ramai, dan semua tempat di akademi penuh dengan murid dari seluruh dunia. Yang membedakan seragam kami adalah strip.

Yap, Amerika Utara menggunakan strip hijau, Asia menggunakan merah, Eropa menggunakan biru, Afrika menggunakan kuning, Australia menggunakan oranye, dan Amerika Selatan ungu.

Sorak sorai basis pendukung pun bergema di setiap lorong akademi, dan kami semua bersatu dan tidak membeda-bedakan. dari warna kulit, strata sosial, bahasa, dan postur memanglah berbeda, tapi kami semua sama dan bebas memilih pasangan yang kami mau.

---

"Theo, kamu nanti memilih siapa?"

"Aku akan memilih yang dari eropa athea"

"Kenapa?"

"Dia orang yang jujur, dan tidak arogan, aku yakin apapun yang terjadi kepada akademi ini akan bisa diatasinya dengan baik"

"Kau tau theo? Aku jugaa sepertii ituuuuu" ucap athea dengan antusias

"Lihat!! Itu diaa theo, itu diaa!!"

"Siapa?"

"Orang yang kita bicarakan, orang eropa, dia ada di taman itu"

"Kamu benar, ayo kita sapa"

"Ayo! atheo matheoo" kata athea dengan sangat bersemangat, hingga kukira dia tersetrum listrik.

"Selamat pagi kakak" sapa athea kepada calon ketua akademi dari eropa

"selamat pagi, ada apa?"

"Eh? Kakak berbicara bahasa apa?"

"Indonesia athea, Indonesia..." Sautku sambil meledek nya

"Aku nggak ngira lho kakak dari indonesia, oh iya aku theo martzian" sapaku sambil berjabat tangan

"Aku arkana yamin, betul sekali aku dari indonesia, negeri yang indah bukan?"

"Tentu saja, apalagi di Bali, aku merasa seperti ada di taman mimpi"

"Theo, bilang kepadanya aku mendukungnya" kata athea sambil menarik bajuku

"Oiya, asal kakak tau, kami mendukung kakak dengan 100% tekad! semoga kakak menang melawan calon lainnya, karena kulihat mereka ada yang hanya ingin tenar dan juga memiliki tujuan yang buruk"

"Yeah kau benar, terutama mba vaeleri dari amerika selatan, dia ingin membuat sistem kasta antar murid, walaupun dia menyampaikannya secara tersirat"

Kemudian datang seorang wanita berambut pirang ke arah kami, ia memakai seragam yang sama dengan arkana yamin.

"Oi arkanaa, koe dah dipanggil noh ama dewan, penyampaian pidato sebelum pemilihan tinggal 15 menit lagi!!" Kata seorang wanita yang menghampiri arkana, sudah jelas orang Indonesia dan juga asistennya, mungkin pacar? Aku tidak tahu.

"Oke theo, senang bertemu denganmu, kau sangat baik, dan semoga kita bisa bertemu lagi, kalau begitu aku pergi dulu ya, selamat tinggal" kemudian arkana berbalik dan segera menuju ke aula sekolah.

----

"Iiih theo jahat"

"Kenapa jahat?"

"Aku cuma ngerti dia ngomong 'selamat tinggal'"

"Hahahahaha, sepertinya kamu harus banyak belajar bahasa asing athea" kataku sambil menepuk bahunya

"Lalu, kok kamu bisa Bahasa Indonesia?"

"Tentu, pembantu rumahku berasal dari sana, jadi aku pernah belajar bahasanya"

"Huuuh curang"

"Kamu juga curang, curangnya karena kamu begitu cantik hari ini athea" ucapku dengan menggenggam tangannya

"Um, make up?"

"Hey kan kamu tidak boleh pake make up sama papa... Huh athea nakal yaa" kataku kali ini sambil mencubit hidungnya

"Aww! Iya iya theo aku ga pake lagii"

"Ingat kata papa 'Dengan atau tanpa make up, seorang athea marizta tetaplah cantik' dan aku sependapat dengan papamu"

"Iyaa theo, aku mengerti, 100% mengerti"

"Yasudah, ayo kita ke aula, sepertinya akan menarik"

"Iyaaayoo" kata athea dengan semangat kembali

XynansaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang