✾ Curiousier ❈
3 juni 1993
"William, maaf reuni kita harus dalam keadaan seperti ini" ucap sir rise. Ya, sejak kemarin malam ayah theo berada di rumahku, sekarang jam 6 pagi, kami semua baru kembali dari mengantar ibu theo ke rumah sakit, jam 7 nanti proses pemakamannya akan dimulai.
Theo hanya berbicara satu kata saat sampai di rumah, "dimana kamar yang bisa kupakai?" Ucapnya, kemudian aku mengantarnya ke satu kamar tamu, lalu dia masuk dan mengunci dirinya hingga sekarang, raut wajahnya juga masih dipenuhi amarah.
Papa dan sir rise mengobrol di ruang tamu dekat porch, aku yang sedang sarapan di porch samar-samar bisa mendengar ucapan mereka.
"Tidak masalah, yang penting kita tetap bertemu, sudah lama ya? Sudah 15 tahun sejak terakhir kita berduel" ucap papa sambil tertawa
"Yeah, kau benar"
"Apa kau ingin tanding ulang?" Tanya papa.
"William, kau tahu kan aku harus segera ke london?"
"aku tahu, sherophine bukan?"
"Iya, aku harus meyakinkan keluarga sherophine untuk memberikan seluruh kekuatan mereka untuk theo, termasuk tenaga dan bisnis"
"Tentu saja aku tahu, tapi ini seperti bukan dirimu rise, kau selalu mendidik theo untuk sederhana, pun kau hanya memberinya sedikit uang. Tapi sekarang kau memberinya uang yang bahkan bisa membeli sebuah negara"
"Aku mengerti maksudmu, tapi mereka sudah mulai bergerak, kita harus kembali merundingkan ini, aku harus segera membawa theo dan clarissa untuk memegang keluarga sherophine, kau tahu kan sherophine bisa kapan saja runtuh"
"Kau membawa theo? Bagaimana jika dia tahu dan ingin terlibat?"
"Will, aku tidak yakin mereka akan membantu kita kali ini tanpa melihat theo, aku sudah melihat theo, dia kunci kita"
"Rise, kau lupa janjimu pada hannah?"
"Tentu aku ingat, tapi ini satu-satunya cara, william"
"Tidak, ada jalan lain, seorang martzian tidak akan melanggar janji bukan? Walaupun harus mengorbankan segalanya, benar kan?"
"Tapi itu sangat egois, hanya demi theo seluruh dunia dalam bahaya, ini untuk kebaikan semua orang" ucap sir rise.
"Rise, kau sudah berkorban banyak, karirmu, cintamu, masa kecilmu, dan sekarang kau mau mengorbankan masa kecil anakmu? Tidak rise, aku tidak membiarkanmu kali ini, kau tidak perlu berkorban lagi"
"Aku akan menjaga theo, kau pergilah, aku tahu kau pasti bisa meyakinkan mereka" sambung papa.
"William-"
"Rise!" Papa meninggikan suara
Aku sama sekali tidak mengerti apa yang papa dan sir rise bicarakan, tapi sepertinya sir rise tadinya akan pergi membawa theo ke london karena suatu alasan.
"Baiklah, tapi dia tidak akan tinggal disini kan?"
"Itu terserah dia" kata papa sambil sedikit terkekeh.
"Bagaimana dengan anakmu? Siapa namanya, oh ya jeanne!" Ucap sir rise
"Bagaimana kalau dia tidak nyaman jika theo disini?"
"Kupikir anakku akan baik-baik saja dengan theo, mereka berdua juga memiliki banyak kesamaan, dan kupikir mereka berdua cocok"
"Maksudmu?" Tanya sir rise
"Ayolah, anakmu itu memanggil anakku dengan nama athea, nama yang bagus, tapi bukankah itu panggilan sayang?"
"Kau kan memang sudah memberi nama itu sejak dia lahir"
"Jangan pura-pura lupa Rise, siapakah yang dulu memanggil Hannah disaat semua orang memanggilnya Rachelle?" Ucap papa meledek sir rise.
"Sepertinya mereka jatuh cinta, apakah kau tidak melihat mereka berpelukan tadi malam? Dan jika benar mereka jatuh cinta maka kita akan menjadi besan yang cocok rise" sambung papa dengan tertawa.
Aku yang menguping di porch seketika memerah, entah kenapa aku jadi salah tingkah.
Lalu bagaimana papa bisa tahu hal itu? Sedangkan papa sedang mengurusi ibu theo, memang papa kadang aneh.
"Baiklah-baiklah kau menang, terimakasih william, aku selalu saja merepotkanmu"
"Apakah menjadi martzian harus selalu merendah? Tidak kau tidak theo, semuanya merendah padahal jasa kalian tidak bisa dibalas"
Sir rise hanya sedikit terbatuk, membuat ruangan itu lengang. Papa nampak mengambil sesuatu, sepertinya kunci mobil.
"Ayo kita akan mulai pemakamannya, sudah mau jam tujuh"
"Kau benar, ayo segera kesana"
Papa menengok kearah porch dan berkata,
"Jeanne! Maksudku... athea! Aku tahu kau menguping daritadi, cepat kau panggil theo dan mama, kita akan ke pemakaman"
"Ah iya papa!" Aku lagi-lagi salah tingkah, kenapa laki-laki selalu saja pintar menangkapku.
❈❈❈
Pemakaman ibu theo berjalan dengan semestinya. Entah kenapa pemakaman dilakukan secara tertutup, hanya sekitar 20 orang yang datang. Kebanyakan dari tamu yang datang sama sekali tidak kukenal, dan nampaknya mereka berasal dari luar amerika.
Pemakaman berlangsung sendu, tak jarang ada orang yang menitikkan air mata, papa dan ayah theo mengangkat peti ibu theo menuju ke tempatnya dikebumikan.
Theo tidak berbicara satu kata pun selama pemakaman, bibirnya kering karena belum makan ataupun minum sejak kemarin, pandangannya kosong, tubuhnya juga terlihat kaku, kesedihan dan amarah masih menyelimuti wajahnya yang pucat.
"Anak muda yang tampan bukan?" Ucap seorang nenek tua yang melihatku yang sedari tadi menatap theo.
Nenek tua itu memakai gaun hitam dengan rok warna-warni dan sebuah topi aneh berwarna putih, lengkap dengan sebuah tongkat untuk membantunya berjalan.
"Aku tidak tahu bibi, itu hal yang relatif"
"Hoho, anak semuda ini ternyata sudah pintar ya? Memang seorang marizta"
"Ah tidak, dia jauh lebih pintar dariku" kataku sambil nenunjuk theo
"Apa kamu menyukainya nona?" Ucap nenek tua itu dengan tersenyum.
"Apa maksud bibi?"
"Aku bisa melihatnya, matamu, takdirmu, masa depanmu"
"Aku tidak mengerti bibi, bibi ini berbicara apa?"
"Nona, segala hal tidak perlu harus dimengerti, terkadang kau hanya perlu membiarkannya mengalir"
"Sama seperti masa depan kalian, tidak bisa dimengerti, aneh, dan sangat berbeda"
"Tapi lihatlah sekarang, kalian Xynansa"
"Xynansa?" Tanyaku kepada nenek tua itu.
"Xynansa adalah resonansi dari dua hal yang tidak akan pernah menyatu"
"Xynansa adalah suatu simbol kesatuan, suatu keajaiban, dan sesuatu yang indah"
"Kalian adalah Xynansa"
KAMU SEDANG MEMBACA
Xynansa
RomanceKetika jarak memisahkanmu, ketika waktu melupakanmu, ketika kamu kehilangan segalanya, dan ketika dia tak lagi mencintaimu.