Karena minggu pertama kuliah belum ada kegiatan praktikum, alhasil Kirani tiap hari ke kampus hanya untuk gabut-gabutan demi mengisi absensi.
Kalau tidak ke perpustakaan, ya makan, habis makan, main hp, dengar lagu, melamun, repeat.
Sering sih, ia diajak Auri keliling kampus, namun Kirani yang dasarnya penakut, pemalu, dan pemalas jadi tak perlu berpikir dua kali untuk menolak. Untungnya lagi, Auri sebagai teman bisa mengerti dengan tingkah manusia sejenis Kirani ini.
Pukul satu siang, kelas selesai. Auri dan Kirani jalan ke gerbang kampus bersama. Tapi mendadak Abangnya Auri, Kak Juna-Maha-Tampan, menelepon Auri dan menyuruh adiknya untuk menunggunya saja karena sebentar lagi kelas beliau juga selesai. Jadinya mau tak mau Auri harus kembali.
Setelah dadah-dadah manja dengan si teman baru, Kirani melanjutkan langkah sambil membuka aplikasi untuk memesan ojek online, dan memutuskan untuk menunggu di pos satpam saja. Namun mendadak dikejutkan dengan suara klakson motor yang entah kapan sudah berada di sebelahnya.
Saking terkejutnya, hp yang Kirani pegang hampir terjun bebas di udara.
"Halo selamat siang, masih inget gue?"
Kirani mengerjap, masih kaget.
Pemuda itu lalu mematikan kendaraannya, setelahnya kembali menengok ke arah Kirani, mungkin menunggu jawaban.
"I-iya kak."
"Lo bener temennya Auri, kan?" tanya Harzi memastikan. Kirani menggangguk. "Nama lo siapa, sih? Waktu itu dijawabnya cuma 'iya' doang. Apa jangan-jangan nama lo emang 'iya'?"
Bacot. "Kirani, nama saya Kirani."
Harzi nya manggut-manggut. "Ooh, Kirani... ini mau pulang?"
"Iya."
"Sendirian?"
"Berdua sama abang ojolnya."
Harzi tertawa. "Iya deh... Jadinya udah dipesen apa belum?"
Kirani terdiam sebentar, berpikir apakah harus berbohong atau tidak.
"Naik."
"H-hah?"
"Ojolnya belum dipesen, kan? Ya udah sini naik, gua anterin." Ulangnya.
Kirani ragu, dan juga takut. Bagaimana kalau orang ini ternyata punya niat jahat padanya? Bagaimana jika ia membuat kesalahan lalu berakhir kena ospek susulan? Ngeri.
Tapi akhirnya gadis itu berakhir juga di jok belakang motor Harzi.
"Rumah lo daerah mana?"
"Rapkal."
"Bagian?"
"Utara."
"Lah, sekomplek dong?" Gelaknya spontan, yang membuat kerutan di antara alis Kirani makin terlihat.
"Oh ya? Kakak di mananya?"
"Barat."
"Lah iya, emang sekomplek."
Harzi terbahak seraya melirik si adik tingkat dari kaca spion. "Nggak pernah ngelihat lo."
"Emang anak rumahan."
"Sekelas sama Auri, kan?" Tanyanya. Kirani mengangguk meski tak terlihat. "Kalau sama Leora?"
Fix, rumor itu sepertinya benar. "Katanya di kelas B, Kak." Jawab Kirani.
Setelah itu tak ada percakapan lagi. Selain masih canggung, Kirani juga terlalu malas untuk menanggapi pertanyaan Harzi. Bukannya gimana ya, kan sudah dibilang dari awal kalau Kirani memang menghindari orang ini.
Setelah tiba di depan rumah dengan selamat, Kirani turun dan buru-buru mengucap terima kasih pada Harzi.
"Bentar, gue mau nanya."
"Nanya apa, Kak?"
Harzi mengacak rambut sebentar setelah melepas helm. "Lo ada dendam sama gue?"
"Maksudnya, Kak?"
"Ya, nggak tau. Lo jutek begitu bawaan lahir atau emang nggak suka aja sama gue?"
Kirani kontan mengulum bibir, merasa tertangkap basah telah menunjukkan ketidaksukaannya pada lelaki ini. "Ah... emang bawaan lahir sih, hehe. Maaf kalau udah bikin Kak Harzi tersinggung. Sekali lagi makasih tumpangannya." ucapnya dengan senyum yang dipaksakan.
"Santai aja, balik dulu."
"Iya. Hati-hati, Kak."
Begitu motor Harzi menghilang di belokan jalan, Kirani langsung menghela napas kasar.
"Bangke bangke bangkeee." Umpatnya. "Kenapa juga gue harus berurusan sama dia?!"
"Apa nih, dateng-dateng udah misuh aja?"
Sahut seseorang dari arah pintu. Kirani berbalik dan mendapati adiknya sudah berdiri di sana. Mendeliklah ia kepada si bocah kematian itu. "Lo jam segini kenapa udah di rumah? Bolos ya?"
"Enak aja! Orang jamkos." Jawab Kanaka. adik yang hanya terpaut usia satu tahun dengan Kirani.
Kirani kembali menghela napas lalu mendorong Kanaka untuk masuk ke dalam rumah. "Udah makan belom?"
"Belum. Kan nunggu kamu dulu, sayang."
Ucap Kanaka yang langsung dihadiahi toyoran dari Kirani. "Kapan tobatnya sih, Nakaaaa?"
Kanaka tergelak dan balas memeluk si kakak. "Aku tuh sayang sama kamuuuu. Di mana lagi kamu bisa nemu adik dengan kasih sayang tanpa batas seperti aku?"
"Naka bego Naka sintingggg." Ujar Kirani memberontak di pelukannya.
"HAHAHAHAHAHAHAH! Makanya udah kecil nggak usah belagu." Begitu katanya. Memang senang dia memancing amarah Kirani.
Singkat cerita, sepuluh menit Kirani dan Kanaka habiskan untuk bergelut dulu. Hingga akhirnya Kirani kalah dan mengajak Kanaka untuk makan siang bersama.
"Naka."
"Hng?"
"Kalau semisal gue deket-deket cowok modelan lo, bahaya nggak sih?"
"Modelan gue? Ganteng maksudnya? Ih, jangan."
"Kenapa coba?"
"Nggak pantes, hehe." Cengirnya membuat Kirani lagi-lagi melayangkan tabokan penuh cinta pada bahu Kanaka. "Terus modelan gue yang gimana maksudnya?!"
"Errr... sejenis fuckboy?"
"First of all, gue bukan fuckboy. Yang kedua, kenapa juga mereka mau deketin cewek modelan lu?"
Kirani mengernyit. "Gimana maksudnya?"
"Nolep."
"GUE NGGAK NOLEP YA!!!"
"You are, Kirani."
Bahu Kirani langsung turun. "Iya juga sih... lagian cewek kayak gue emang bukan sasaran cowok begituan. Makasih ya, udah diingetin."
"Iya, cantik. Sama-sama."
introduce ;
Kanaka Gilang Aditya // Naka, Gilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
make you mine [✔]
Fanfiction[ terbit ] [ ft. lee haechan ] "i can fix her." harzi echlanu, until today. ©tuesday-eve, 2020. was ; #1 in haechan. #1 in nct. #1 in au. #1 in jaemin. #1 in leedonghyuck.