INDIRA (DEWASA)
Sudah beberapa hari berlalu dan aku terus saja di samping Jaeson untuk mengawasinya, tapi tetap saja aku tidak menemukan bukti nyata kalau pacarnya dia itu aku. Huft, aku hampir putus asa. Selagi dia siapkan sarapannya aku berbaring di tempat tidur, memperhatikannya dengan kekesalan yang luntur karena lama ku tahan - tahan.
"ya tuhan kapan sih dia kasih celah?"
Jaeson begitu pintar menutupi, ada saja yang dia lakukan agar aku tidak bisa dapatkan petunjuk. Setiap dia telpon, dia tidak pernah bisa diam, jalan kesana ke mari bahkan naik ke kursi, tingkahnya aneh. Baguslah kalau aku tidak jadian dengannya dulu.
Dia itu seperti orang yang terkucilkan, tinggal di apartemen sendirian. Tidak ada yang menengoknya sama sekali bahkan ibunya yang artis itu pun tidak!. Cup cup cup kasihan.
"du du du du dudu", senandungnya sambil memakai kaos kaki.
Aku bangkit dan mendekat padanya. Ada satu kebiasan buruk yang membuatku kesal. Dia itu kalau sarapan selalu saja tidak di habiskan.
Setiap dia sarapan dia membuat 2 roti tapi hanya satu yang dia makan, yang satu di tinggal begitu saja. Kalau niatnya begitu kenapa bikin 2 kan mubazir. Huh.
Brakk....
Dia telah keluar dari apartemen, untuk menghemat waktu langsung saja aku ke sekolah.
Tring....
Aku sampai di sekolah lengkap dengan seragam, disana aku melihat Indira yang diikuti Pojir berjalan masuk ke dalam kelas. Aku pun segera bersembunyi di antara tanamanya hias.
"pssttt psssttt"
Pojir celingukkan lalu aku melambaikan tangan sedikit. Dia pun melompat dan menghampiriku.
"lu ngapain?"
"supaya Indira enggak sadar kalau ada gue"
aku pun ikut menariknya agar ikut sembunyi. Dia tampak merasa aneh.
"Ra? Lupa kalau kita gaib"
"tapi kan Indira bisa lihat gue"
"tapi gue kan enggak"
Iya juga ya, tapi kan jadi enggak maksimal ala detektifnya.
"udah ikutin gue aja"
Kemudian Jaeson nampak lalu masuk ke dalam kelas.
"lu udah dapat petunjuk belum soal mereka?", tanyanya sambil keluar dari semak - semak.
"belum tuh", jawabku yang turut keluar.
Kami menelusuri koridor lalu menuju tempat biasa kami, yaitu taman belakang yang kosong.
"Ra, mereka kok hati - hati banget ya"
"iya ya"
"jangan - jangan mereka bisa lihat kita?"
"enggak mungkin. Indira cuma bisa lihat gue, lu enggak bisa"
"tapi Jaeson?"
"enggak mungkin!"
"yaudah lah mungkin gue cuma berlebihan aja"
Saat jam istirahat tiba kami memantau mereka dari kejauhan. Indira sudah masuk duluan ke kantin bersama dengan Elza.
"Indira masuk tuh"
Lalu kami menunggu kedatangan Jaeson. Tapi kok lama di tunggu dia tidak ada.
"enggak ada Ra"
"iya"
KAMU SEDANG MEMBACA
DIMENSI (SELESAI)
Любовные романы"Bodoh Indira! ngapain kamu nunggu laki - laki itu sampai tidak kawin!" iya itu lah aku, aku jatuh cinta pada seorang pria hingga buta. sampai aku menunggunya tanpa tahu kapan dia akan datang. iya dia datang, tapi malah memberikan undangan pernikaha...