KERJA SAMA

125 12 0
                                    

INDIRA (DEWASA)

Aku duduk berhadapan dengan Jaeson di apartemen. Dia melihatku dengan tatapan tajam, memperhatikanku dari atas ke bawah. Jarang melihat cewek cantik kali ya ini cowok.

"sejak kapan lu bisa lihat gue?", tanyaku padanya.

"ya sejak lu ada"

"enggak sopan!, ngomong sama orang tua pakai lu gue"

"maaf tante"

"sejak kapan gue nikah sama om lu!"

"anjir serba salah"

"diem. Gue mau terusin pertanyaannya. Lu jadian sama gue? Maksudnya Indira"

"iya. Kenapa? Kenapa tante gak suka kalau saya jadian sama Indira?"

"ya enggak lah ikhlas lah brengsek", ujarku lalu bangkit.

"kok tante ngegas!", jawabnya yang ikut bangkit.

Kini kita saling berdiri dan menatap tajam satu sama lain. Beberapa detik kemudian, kami berpaling, menghela nafas lalu duduk kembali.

"kenapa tante bisa nuduh saya jahat?"

"karena kamu memang jahat"

"kenapa?"

"karena saya hampir mati karena kamu!"

Aku menatapnya lalu kami saling diam, dia seperti bertanya - tanya, tatapannya nanar, lalu ku tahan air mataku.

"maksudnya?"

"sebelum saya kecelakaan, kamu hancurkan hati saya dengan undangan pertunanganmu dan kata - kata kamu kalau kamu mencintaiku"

Dia menatapku tanpa berkata apapun. Dia berpaling lalu bersandar di sofa.

"jadi itu yang akan terjadi di masa depan?"

Ku kepalkan tanganku lalu aku bangkit dengan derai air mata.

"kalau kamu tidak halangi aku, aku bisa saja bertemu dengan orang yang lebih baik dan sudah pasti mencintaiku. Kenapa? Kenapa kamu halangi takdirku dengan Bryan. Apa salah ku? Apa salah Bryan?"

"maksudnya apa?,

dia pun ikut bangkit. Dia berjalan dan berdiri tepat di hadapanku dengan jarak yang begitu dekat.

Mengahalangi takdir? Bryan?"

"iya. Bryan!, harusnya Bryan yang jadi takdirku. Dia mencintaiku lebih tulus dari kamu, tidak hilang meski aku tidak tahu wujudnya. Sekarang aku minta pertanggung jawabanmu dan bantu aku perbaiki takdirnya"

"Bryan?", ucapnya terheran.

"iya dia, saudara tirimu yang kamu ambil cintanya, kamu halangi takdirnya"

Dia mengambil jaketnya lalu menarik tanganku.

"ikut"

"mau kemana?"

Dia menarikku masuk ke dalam lift, orang - orang melihat dia heran. Ya jelas, yang dia gandeng kan makhluk gaib, orang pasti mengira kalau tangannya sedang kram. Dia bawa aku ke bawah lalu bukakan aku pintu mobil dia dorong aku masuk ke dalam.

"kita mau kemana?"

"ikut"

Dia pacu mobilnya, sampai aku ketakutan meski aku tidak akan lecet kalau kecelakaan. Dia terlihat begitu marah dan menahan emosi. Mau kemana sih? Kalau masuk jurangkan dia doang yang mati, aku enggak akan bisa mati lagi.

Kami masuk ke dalam sebuah rumah mewah, ini rumah siapa?. Mobil berhenti lalu kami keluar, langkahnya begitu cepat dengan amarah yang membuncah. Kami naik ke lantai 2 lalu masuk ke dalam sebuah ruangan.

DIMENSI (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang