INDIRA (DEWASA)
Aku seperti berputar di pusaran angin, terombang - ambing di gumpalan awan yang gelap. Aku semakin hanyut dan terjatuh sangat dalam.
"aaaaaaa", aku berteriak lalu aku tergeletak.
Sayu - sayu mata ku terbuka, jemariku terasa lemah, sekujur tubuhku kaku dan sakit. Ada banyangan dua orang di samping kanan - kiri ku.
"Indira, kamu sadar?"
"panggil dokter Jaes"
Pandanganku semakin jelas, ku lihat lampu yang menyorot lalu ada Elza di sampingku. Mulutku sukar karena masker oksigen.
"Indira, lu sadar? Syukurlah", ujar Elza mengenggam tanganku.
Sayup - sayup ku dengar suara dari arah lain. Tapak kaki yang gemuruh.
"Tuan Bryan juga sadar"
Saat nama itu ku dengar, perlahan memori terputar. Kala malam itu, saat kami menghabiskan malam bersama.
Beberapa dokter dan beberapa perawat datang untuk memeriksaku. Aku sudah membuka mataku tapi aku merasa lemah sekali tak bertenaga.
"Tuan Bryan, syukurlah anda sadar"
Nama itu ku dengar lagi dan seakan memberiku energi untuk menggerakkan tubuhku.
"Indira kamu sudah sadar, sudah jelas melihatku?", tanya Jaeson sambil mengusap rambutku.
Perlahan kepalaku bergerak dan tertoleh ke arahnya. Lalu aku mengangguk.
Tiba - tiba seorang pria datang dengan berlinangan air mata.
"Tuan Jaeson, tuan Bryan juga sudah sadar"
Jaeson nampak bahagia, dengan air mata yang mengucur deras.
"nanti aku kesini lagi", pamitnya padaku.
Elza masih menggenggam sambil memijat tanganku. Memori di pikiran masih berjalan, mengingat perjalanan spritualku, Pojir, Bryan, Jaeson remaja, Aku remaja. Lalu wajah Bryan.
"maaf bunda udah nungguin aku", samar - samar ucapan itu terngiang kembali.
Mataku melotot dan mengingat malam itu, dia menukar kesempatan hidupnya untukku. Aku pun bangkit terduduk.
"Indira, tiduran aja kamu masih lemah"
"Bryan! Bryan", ujarku sambil berlinangan.
Aku seperti mendapatan suntikkan energi yang maha dahsyat yang bisa membuatku banyak bergerak. Ku lepas masker oksigenku dan selang infusku.
"Indira!, jangan! Lu baru sadar"
Aku tidak menghiraukan Elza, aku segera berlari ke depan. Bertemu dengan Bryan.
"Indira!", Jaeson terkejut, dia nampak khawatir dan menjemputku.
Aku menolak tangannya lalu berjalan perlahan menuju Bryan yang lemah, dia sedang memandangiku dengan senyum yang terkembang.
Aku berlari kepadanya dan memeluk. Tangisku pun tumpah."terimakasih untuk tadi malam", suaranya terdengar lemah.
"bilang kalau semua bisa ini di ubah"
"kamu udah janji kan, kamu akan hidup lebih baik lagi"
"Bryan aku mau sama kamu"
"tadi malam kita sudah menyatu"
"kamu enggak boleh tinggalin aku"
"aku akan selalu ada di dekat kamu apapun wujud dan keadaanku"
"Bryan hiks hiks"
Jaeson mengusap pundakku, dia melepaskan pelukku yang masih lemah dan menjauhkanku dari Bryan. Bryan terlihat tersenyum dan terus memandangku.
"Jaes"
Jaeson menoleh pada Bryan dengan air mata yang masih mengalir.
"bisa kita bicara berdua?"
Pak jelo mundur sedang perawat memapahku untuk kembali ke kamar.
Aku duduk di atas ranjangku, dengan tangis yang belum habis. Elza memelukku, meski dia tidak mengerti apa yang sedang aku tangisi. Kenangan tentang pojir terputar di pikiran. Butir air mata tak berhenti menetes mengingat tingkahnya. Lucu, dia selalu suka datang tiba - tiba, selalu membuatku tertawa, selalu ada, kadang tengil dan kadang suka mengingatkan kalau aku benar - benar bodoh. Lalu aku teringat wajah Bryan, yang berjalan di taman, mengawasiku di toko buku dan saat dia mengutarakan cintanya padaku. Kenapa dia harus pergi?.
"BRYAN!", terdengar suara teriakkan Jaeson. Membuat tangisanku semakin kencang dan melemahkan tubuhku.
"Bryan, I Love You"
***
Karena masa pemulihan aku tidak bisa ikut memakamkan Bryan. Sekarang kondisi ku membaik dan dokter mengizinkan ku untuk pergi sebentar. Jaeson menemani aku. Ku bawakan dia setangkai mawar putih yang selalu dia berikan padaku.
Melihat pusara tanah membuat nafasku terasa sesak. Jaeson selalu menjagaku dan memegang kedua bahuku dengan erat. Aku duduk di samping pusara tanah yang masih menggunung. Ku sentuh nama indahnya lalu aku bersandar pada nisannya. Sambil menangis ku letakkan setangkai mawar putih itu. Jaeson terus menguatkanku dengan tak melepas genggamannya.
"aku baru ketemu kamu sebentar Bryan, tapi kenapa kamu malah pergi. Harusnya kamu tembak aku terus kita pacaran, tunangan, nikah. Apa gunanya selama ini kamu berkorban tapi akhirnya aku sendirian lagi hiks hiks hiks"
"aku ke mobil dulu ya. Aku lupa bawa air", pamit Jaeson.
Aku mengangguk mengiyakannya.
Kepalaku masih bersandar di nisannya. Sambil memunguti tanahnya."cie nangis"
Suara itu....?
"enak banget udah enggak jadi kunti magang"
Suaranya terdengar dari belakang, aku bergegas bangkit dan berbalik.
"masih kece kan gue? Pojir"
Aku terdiam melihatnya.
"wih sampai bengong gitu, ganteng ya eee"
Aku tersenyum lalu menyentuh wajahnya.
"bisa di pegang", ujarku.
"bisa", suaranya berubah menjadi lembut.
"aku kangen"
"aku udah enggak magang"
"iya kamu udah pocong beneran"
"Indira, hidup terus berputar. Aku sudah berhenti tapi kamu tidak. Kamu harus jalani yang terbaik, bersama dengan orang yang baik. Satu lagi jangan biarkan Jessica membelunggu kalian"
"Bryan"
"iya"
"I Love You"
Dia tersenyum dan bercahaya lalu dia menghilang.
"Indira", ku dengar suara Jaeson lalu ku tunggu dia yang sedang berlari ke arahku.
"are you okay?"
"ehm iya", jawabku sambil menghapus air mata.
"dokter udah telpon, kita harus kembali"
Aku mengangguk dan menurut, Jaeson menggandeng tanganku lalu berjalan membawaku. Langkahku semakin jauh meninggalkan makamnya lalu aku menoleh ke belakang.
Terlihat Bryan yang bersinar sedang melambai kan tangan ke arahku. Aku tersenyum dan terus melangkah pergi.
"aku janji Bryan, aku akan hidup lebih baik dan mengenangmu"
Tamat
****
Dear my readers.
Aku tidak punya banyak kata untuk menamatkan ini.Masih banyak yang belum diceritakan. Tapi aku butuh waktu untuk meneruskannya, karena setelah koma mungkin Indira akan mengalami astral projection karena dia pernah menyentuh kehidupan gaib sebelumnya.
Thanks
I 💛 u
![](https://img.wattpad.com/cover/207659601-288-k345991.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIMENSI (SELESAI)
Romance"Bodoh Indira! ngapain kamu nunggu laki - laki itu sampai tidak kawin!" iya itu lah aku, aku jatuh cinta pada seorang pria hingga buta. sampai aku menunggunya tanpa tahu kapan dia akan datang. iya dia datang, tapi malah memberikan undangan pernikaha...