KESEMPATAN

125 10 2
                                    

INDIRA (DEWASA)

Hari ini Jaeson dewasa mengajakku untuk menjenguk Bryan dan sekalian menemani ragaku. Meski aku bisa berteleportasi dengan cepat tapi aku menemani dia berjalan di sepanjang lorong rumah sakit.

"akhirnya gue ada temen melihat yang aneh - aneh"

Ya tentu kami berdua bisa melihat para hantu disini. Yang kini sudah biasa aku temui.

"mbak, ada yang namanya Indira?"

"enggak ada mbak"

"enggak mungkin mbak! Coba cari lagi"

Aku mendengar suara perempuan yang tengah gelisah mencari keberadaanku.

"Jae, lu denger enggak? Ada yang nyari gue?"

Jaeson terdiam dan segera menengok ke meja perawat yang ada di depan kamar lamaku. Dia memperhatikan seorang gadis, berambut panjang, memakai mantel kuning selutut, dengan style eropa.

"sudah mbak, tapi tidak ada"

"enggak mungkin sus!"

Dengan cepat Jaeson menariknya dan meminta maaf pada semua perawat yang ada di sana.

"maaf ya maaf"

Astaga ternyata itu Elza, aku yang terkejut dan segera berlari ke arahnya.

"Elza, Elza gue ada disini"

Tapi percuma, aku lupa dia tidak bisa melihatku.

"Jaeson!. Mana Indira? Lu tau kan"

"sssttt"

Jaeson segera menarik Elza masuk ke dalam lift.

"dia dimana?"

"sstt"

Di dalam lift Elza terus ribut mencariku namun tidak ada satu pun dari pertanyaannya yang di jawab oleh Jaeson. Jaeson menggelandang Elza untuk masuk ke ruang Bryan lalu masuk ke pintu rahasia yang ada disana. Dan akhirnya Elza menemukanku.

Dia diam tak bergeming dengan air mata yang menetes. Tasnya jatuh dari tangan, lalu dia terjatuh bersimpuh.

"gue enggak nyangka kalau akan terjadi seperti ini ketika gue pergi hiks hiks. Harusnya gue enggak pergi ke paris, harusnya urusan itu gue tunda"

Dia menangis terisak - isak, wajahnya basah penuh air mata. Aku mendekat dan ikut bersimpuh tapi tak ada daya aku tidak bisa memeluknya. Jaeson melangkah perlahan lalu berlutut menyusul kami. Dia memberika sapu tangannya.

"jangan nangis, nanti Indira sedih", ujarnya.

Elza mendongak, melihat wajah Jaeson yang sedang mengangguk sambil mengajaknya untuk bangkit.

"tapi..."

Perlahan - lahan Elza bangkit, selangkah demi selangkah Jaeson membawa Elza mendekat pada ragaku. Elza terdiam dengan wajah yang begitu menyedihkan.

"Indira! Lu harus kuat hiks hiks, gue mohon lu harus sadar hiks hiks", ujarnya sambil memelukku.

Seketika air mataku mengalir deras, bahkan ragaku pun mengalami hal yang sama. Aku ingin memeluk Elza tapi tidak bisa. Aku pun berlari keluar, aku tidak tahan lagi melihat Elza yang begitu sedih melihat keadaanku.

Sebuah tangan merangkul pundakku, lalu menarikku untuk bersandar di pundaknya. Aku menoleh lalu tersenyum melihat Jaeson yang nampak mengerti dengan apa yang aku rasakan.

"hiks hiks hiks"

Aku pun memeluknya, menangis di dalam pelukkannya.

Elza sudah nampak tenang, tapi dia masih saja terus memandangi ragaku yang tengah terbaring dengan mata sendunya. Jaeson berdiri di sebelahnya, sambil menggenggam tanganku dia berkata.

DIMENSI (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang