PANGERAN BAIK HATI

114 12 6
                                    

INDIRA (DEWASA)

Aku masih ada di disini untuk mengawasinya, iya dia, Bryan Bramantyo. Sejak awal aku di dekatnya belum ada cacat yang aku temukan dari dirinya. Sampai aku bertanya - tanya dia ini manusia atau malaikat sih?.

"Den, Bryan di tunggu pak Jelo di ruang tengah"

"nanti saya kesana. Terimakasih ya mbak"

Dia berjalan menuruni anak tangga lalu bertemu dengan seorang pria. Dia menyambutnya dengan hangat bak keluarga sendiri, sebenarnya siapa dia?.

"selamat pagi tuan"

"pagi", ujarnya lalu memeluknya.

Dia mempersilahkannya untuk duduk dan megobrol santai di ruang tamu.

"saya sudah lakukan apa yang tuan perintahkan"

"terimakasih pak"

"oya tuan, saya dengar ibu tiri anda masih berusaha untuk dapat bagian dari harta pak Rusia Bramantyo"

"hem saya tidak tertarik dengan harta Papa pak, jika saya boleh saya akan berikan semua yang dia mau"

"tapi saya ragu jika mereka bisa memelihara apa yang ayah anda bangun. Bagaiman kalau mereka tidak bisa menjaga kesejahteraan karyawan"

"kita harus berbaik sangka pada setiap orang pak. Bagaimana kita tahu kalau beliau tidak baik jika kita belum pernah memberi kepercayaan pada mereka?"

"tuan muda ini terlalu baik. Padahal Ibu tiri anda sudah...."

"sudah pak jangan di teruskan", ucap Bryan memotong.

Sudah apa ya maksudnya?, ibu tirinya Bryan aka Mama nya Jaeson sudah apa maksudnya?.

"woy!", Pojir mengangetkanku.

"lu ini jangan kayak setan kenapa sih?"

"lah gue kan memang pocong"

Oh iya ya dia ini kan memang pocong, tapi kebiasaan dia itu suka datang tiba - tiba lalu hilang tiba - tiba. Apalagi kalau saat yang di perlukan wush.. Hilang entah kemana.

"nguping lu ya! Dosa lu!"

"aarrggghhh udah dateng ngagetin, di tambah ngeselin lagi!"

Aku menoleh lagi tapi bapak - bapak itu sudah pergi, yah kan! Enggak tahu kan mereka ngomong apa lagi! Rokes banget sih ini pocong.

"tuh kan! Udah selesai kan!", kesahku.

"itu siapa memang?"

"makanya gue dengerin karena gue lagi mau cari tahu"

Tiba - tiba saja Bryan melewati kami, aku pun segera menggeser Pojir lalu mengikutinya. Dia masuk ke dalam kamar lalu menutupnya lalu aku menembus tembok dan aaaaaaa
Aku menutupi mataku dengan kedua telapak tanganku, ya ampun dia sedang buka baju. Tapi bagus juga badannya, aku menutup mata tapi agak mengintip sedikit, biar malu tapi aku kan mau yang indah - indah, aku enggak munafik kok he he he.

Selesai itu aku mengikutinya keluar, di luar ada Pojir yang berdiri menunggu.

"kita ikut?"

"iya lah!"

Aku dan Pojir ikut dia masuk ke dalam mobil, seperti biasa walaupun dia majikan dia tidak pernah biarkan supir duduk sendirian di depan.

Di sepanjang perjalanan aku terus saja memperhatikannya, aku tidak pernah bosan karena tutur katanya yang lembut dan sopan. Sedang aku terpesona tapi Pojir malah ribet celingukkan di belakang.

"ngapain sih lu?", tegurku.

"kayaknya mobil belakang ngikutin
kita"

Aku pun ikut menengok, apa iya sih? Bukannya karena kebetulan aja ya kalau jalan yang di lalui itu sama?. Aku kembali ke posisiku dan tidak mempedulikannya,

DIMENSI (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang