6. MENYELAMATKAN

11.6K 1K 223
                                    

"Disaat mulut tidak mampu lagi mengeluarkan suara, maka jalan satu-satunya adalah bermedia pada air mata."

•••

|Baca perlahan, resapi setiap kata, siapkan tissue.|

•••

Dilain sisi saat Salsha yang terus mendekap hangat tubuh Queen yang luar biasa dingin. Raju dan Abraham masih berada ditempat dengan membelakangi para siswi itu.

"Hallo, Pak. Iya udah ditangani. Segera membaik, kok. Siap, Pak." ucap Abraham pada telepon dari Pak Retno yang menanyakan kabar Queen. Lalu Abraham memberitahu para peserta yang masih berdiam diri di garis finish untuk segera kembali ke tenda.

"Ju, mending lo balik ke tenda, duduk di dekat api unggun. Gue takut lo kena hipo juga." ucap Abraham khawatir, pasalnya Raju kini hanya menggunakan kaos lengan pendek berbahan rajut, tidak terlalu mampu mencegah dingin.

"Trus lo gimana?" tanya Raju yang lumayan kedinginan.

"Aman, udah sana."

Raju mengangguk dan berjalan pergi.

Raju memutuskan untuk berlari sampai pada akhirnya ia tiba di tanah lapang bertenda itu. Ia langsung duduk didepan api unggun dengan menggosok-gosokkan lengannya.

Malam sudah semakin larut. Hanya sunyi yang menemani Raju saat ini. Tidak terganggu karna sudah terbiasa.

Raju membuka handphonenya. Tidak ada notifikasi dari orang yang ia tunggu. Bahkan tadi pagi, saat ia berangkat kesini pun orang itu tidak nampak wujudnya.

Raju marah, tapi hati kecilnya menolak, hati kecilnya masih mengharapkan orang itu—yang mungkin tidak mengharapkannya.

Raju : Ma, dimana?

Dengan menghembuskan nafas, lelaki itu melepas handphonenya begitu saja hingga menyentuh tanah. Dan menatap kosong api unggun yang semakin besar dihadapannya.

Sekian menit, bunyi notifikasi yang sengaja ia bedakan dari bunyi notifikasi lain itu akhirnya berbunyi. Raju mengambil handphonenya dan membaca.

Mama : Masih dikantor, kayaknya akan bermalam disini. Kamu dirumah udah makan?

"Ahhh!"

Bahkan Ibunya sendiri tidak berniat mencari keberadaannya kepada orang rumah.

Wanita karir itu tidak tahu kalau Raju sedang ada acara sekolah. Jika Raju tidak mengirim pesan lebih dulu, mungkin tidak ada pertanyaan 'Udah Makan' dari wanita itu.

Raju mencengkram handphonenya dengan erat. Mata tajamnya semakin meruncing dan pantulan cahaya api unggun di matanya menambah kesan mengerikan pada diri Raju saat ini.

Hidupnya seakan tidak terarah. Apapun yang ia lakukan tidak akan membuat alih fokus Mama-nya kepada dirinya. Apapun kelebihan dari dirinya tidak akan mendapat apresiasi apapun dari Mama-nya.

Ia hanya butuh pengakuan. Pengakuan bahwa ia benar-benar seorang anak yang diinginkan. Ia hanya butuh pengakuan atas prestasi yang sudah ia capai.

Dalam satu hari, jumlah kata yang mereka ucapkan bisa terhitung dengan jari tangan. Mereka tidak sering beradu argumen, namun jika sudah bentrok, semua umpatan ada disana. Tidak Raju, tidak Elena, sama-sama keras kepala.

Bagaimana bisa mereka berbincang banyak kata, jika pertemuan mereka pun tidak pernah minimal satu jam. Elena berangkat kerja disaat Raju belum bangun dari tidur, dan Elena pulang kerja disaat Raju sudah tertidur dimalam hari. Sekalipun Raju sengaja terjaga semalaman dengan tujuan memiliki waktu dengan Elena, Elena justru tidak pulang atau kelelahan dan tidur sampai tidak sempat menyapa.

2. Q & R [ADIKTIF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang