analisa penghapus .2

43 21 10
                                        

Ada kalanya dimana manusia berhenti bekerja. Ada kalanya dimana manusia terus memutar roda. Tanpa henti, tanpa lelah dan selalu kelihatan bertenaga.

Namun, selalu ada kisah menarik dari makhluk bernama manusia. Entah pria atau wanita.

Seperti saat ini. Diriku –yang mana adalah sebuah penghapus– baru saja dibeli tanpa dibayar, kejadiannya sekitar 7 menit yang lalu.

Kini aku berada dalam genggaman tangan lembut Gladis. Namun sayang, tangan lembut itu terasa dingin, karena konflik dalam kisahnya tak sesuai dengan harapnya.

Apa saja?

Aku tak tahu dan bukan hal penting untuk ku cari tahu.

Aku –sebuah penghapus– hanya ingin berguna. Hanya ingin membenarkan garis dari pensil yang melenceng atau coretan pensil yang tak perlu.

Tugasku hanya menghapus jejak pensil, bukan untuk menghapus masa lalu seorang bermasalah, berkedok juru gambar dan pelukis wajah.

Perlu diketahui!

1. Pensil itu benda yang mudah berbuat salah. Seperti manusia yang –malah– dengan sengaja atau tidak.

2. Kesalahan pensil itu mudah untuk dihapus. Sedang manusia, kadang memperlukan sebotol anggur untuk menghapus bayang-bayang kesalahannya.

Sayangnya, anggur bukan dibuat untuk menghapus. Tapi dibuat sebagai obat amnesia sesaat.

3. Pensil itu benda yang simpel. Jika ia tumpul, maka hanya perlu menajamkannya dengan peruncing atau cutter, lalu melakukan kesalahan lain lagi.

Dan manusia? mereka terlalu rumit. Jika mereka tumpul, menanamkannya butuh keringat dan air mata.

Dan saat mereka kembali melakukan kesalahan, mereka akan repot mencari sebotol anggur untuk mereka teguk sambil menangis tersedu-sedu.

KEBODOHAN YANG DIBERI NYAWA!

Ya! Aku senang saat mengatakannya, bahwa manusia itu makhluk paling ribet. Menumpuk kesalahan dan menghapusnya dengan minuman.

Disaat pemikiran ku hampir membuahkan kesimpulan, Gladis menghentikan langkahnya tiba-tiba.

Kepulan asap hitam berbau solar dibakar menyambut kami, di depan pintu berwarna coklat yang tertutup rapat.

Gladis terengah, keringat bercucuran dari dahinya. Andai aku bisa, aku ingin menghapus jejak air matanya.

Aku iba melihat gadis cantik ini menangis dalam larinya tanpa ku ketahui sebabnya.

Gladis menjulurkan tangannya, membuka pintu di hadapannya dengan hati-hati.

Kriek ...

Kosong, kehampaan menyambut kami dengan gundah yang selalu menemaninya.

Samar, aku dapat mendengar teriakan kencang, memohon dan menangis pilu agar berhenti.

Beberapa detik berikutnya, Gladis berlari kecil saat suara pria mulai terdengar. Namun, hanya tawa gila yang bercampur isak tangis dari mulut yang sama.

"Ruang seni."

Begitu tulisan yang terpajang di pintu sebuah ruangan. Gladis segera masuk tanpa mengetuk. Membuka kasar pintu yang sudah tua dan agak lapuk.

Ia menganga, mendapati pria gahar yang
–aku tak asing dengan wajahnya– tengah berjibaku dengan kertas yang biasanya berwarna putih tulang.

Gladis berhambur memeluk pria itu, agak menjauhkannya dari sebuah gambaran tentang kematiannya.

"T, please ...." isak Gladis sambil berusaha menyadarkan sang seniman. Perlahan, pria itu membalas pelukan Gladis. Dan pemandangan berikutnya, terlalu drama untuk kuceritakan.

Aku hanya bisa mengatakan ... Gladis dan pria kekar itu berpelukan dan menangis bersama, membuatku semakin heran dengan yang namanya manusia.

Setelah agak lama, akhirnya tangisan mereka reda, aku memandang remeh pada pasangan cengeng itu.

Tanpa kuduga, Gladis membuka bungkusku agak kasar dan terburu-buru. Kemudian, menghapus bagian tubuh dari gambar, mulai dari leher ke bawah.

Gambar sempurna yang harus disia-siakan. Orang bernama aneh ini tampaknya lebih hebat dari yang kupikirkan, ia dapat menutupi garis kesalahan pensil tanpa menghapusnya.

Menutupinya dengan garis kesalahan lain yang disebut Hatch, salah satu dari enam jenis arsir.

Ya, tipikal manusia. Menutupi kesalahan dengan kesalahan –atau mungkin menutupi kebohongan dengan kebohongan– entahlah.

Setelah selesai menghapus, Gladis meraih pensil yang tadi menangis histeris dan berteriak sia-sia.

Menggambar ulang tubuh pada gambar dengan, er ... Aneh(?)

Sama sekali tak sinkron dengan kepala yang lebih mirip foto hitam-putih, daripada lukisan.

Dapat kulihat, pensil itu tersenyum lega, begitu pula dengan Gladis. Nampaknya persepsi ku dijungkir balikkan dalam kurun waktu satu jam ini.

Gambar jelek dan aneh, akibat pensil yang salah menggores, ternyata malah menciptakan pelangi setelah hujan.

Dan artinya, kebenaran dariku –sebuah penghapus– tak selalu dibutuhkan untuk pensil yang menciptakan kebahagiaan walau dengan kesalahan.

Pensil & penghapus
-End-

HONESTY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang