Kenyataan itu menakutkan!
Kata Cemani demikian. Sebegitu menakutkan kah yang namanya kenyataan?
Walau sudah mencoba berpikir keras, Jito tetap tak tahu bagian mana yang menakutkan dari kenyataan.
Jengger menyimak dengan khidmat, menghiraukan sengatan si raja panas yang mudah dikalahkan.
"Dengar ini. Aku hanya akan bercerita sekali, jadi sebagai seekor jago muda dengarkan cerita dari yang lebih tua dengan sedikit tata dan krama."
Jito mengangguk patuh. Cemani memulai kisah pahit nya Setelah mengambil napas panjang.
"Wisata masa lalu." Cemani mengambil ancang-ancang dengan secuil lirik "secukupnya" milik Hindia.
"Maaf, aku hanya merindu. Namun, hanya yang baik dari ceritaku dan sayangnya yang akan ku beri padamu adalah bagian hitam dari buluku."
Jengger mendecih, ia sudah bosan dengan basa-basi Cemani.
~~~
Dahulu kala.
Ada 4 ekor ayam jago berwarna warni bagai pelangi, berbeda fisik lagi hati. Empat Sekawan dalam kandang dan empat lawan dalam pertarungan.
Kita bisa sebut salah satunya, Jengger, jago tiga warna paling bijak dan berwibawa .
Lalu ada Belóng, si jago putih dan paling gigih.
Kemudian, ada Abang, si jago merah padam paling gagah dan tak pernah mendendam.
Dan terakhir, ada Cemani, si jago paling hitam dan paling kelam, karena latar belakangnya yang harus ia bungkam.
Semua baik-baik saja, itu yang selalu dikatakan Belòng setelah salah satu kawannya selamat dari pertarungan. Turnamen sabung ayam antar Kelurahan, namun banyak dari luar domisili yang datang.
Setidaknya persahabatan mereka benar-benar berlangsung cukup lama sampai ...
Kemuning, ayam betina yang baru datang dari pasar. Paling cantik dan menawan di kandang. Anggun dan berkelas. Sungguh tak pantas kiranya ayam jantan lain bersanding dengannya, kecuali keempat jago sakti gagah lagi rupawan.
Dan saat itulah petaka datang ...
~~~
Bukan salah Kemuning, bukan salah paras cantiknya, bukan pula salah ketiga jago yang mengejarnya; bukan pula salah Pak Karto sang pemilik kandang, bukan pula salah takdir yang tertulis di atas daun dari pohon kehidupan di atas awan sana dan bukan salah hati mereka yang menagih rindu dan cemburu.
Ya! Tak ada yang salah, ini sudah jalan yang disediakan untuk masing-masing.
Kekacauan dimulai saat Belòng, Abang dan Jengger memperebutkan Kemuning. Dimulai dari saling sindir, saling ejek dan saling umpat.
Lalu, dilanjutkan dengan saling senggol, saling patok dan saling memasang posisi. Sikap waspada yang selalu digunakan setiap sabung.
Dan adegan selanjutnya ... Kita tahu sendiri.
Mereka bertiga bertarung, bahkan dengan bertaruh hidup dan mati serta menjual harga pertemanan dan menggadaikan akal.
Ironis, tapi itulah kenyataannya.
Dimana Cemani?
Ia ada, di balik pohon pisang, menonton dengan pilu dan berdoa dalam bisu.
Di saat itulah, Cemani melihat satu lagi Ironi.
Kemuning–si betina idola–tengah bersama Japra, ayam jantan dari kandang tetangga. Berdua di bawah keremangan kandang berkaki tinggi.
Pemandangan mengejutkan yang membuat Cemani naik pitam. Ia datangi dua sejoli yang telah memadu kasih itu, di bawanya amarah yang ia kumpulkan pada jalunya.
Tanpa aba-aba, Cemani melebarkan bulu di lehernya lalu menyerang.
BRAK!
Kurungan di samping Japra hancur berantakan. Memang, kurungan itulah yang Cemani incar. Menggertak kelakuan dua sejoli biang masalah.
Bodoh! Japra yang tersulut, menantang Cemani karena 'kegiatannya' tertunda.
Kemuning yang tahu betul Siapa Cemani hendak melerai. Namun sayang, emosi Cemani sudah tak bisa diajak kompromi.
Dengan sekali gerakan, Cemani melayangkan jalunya ke arah dada Kemuning. Lalu, semua berubah gelap di mata Kemuning.
"Inikah akhir?" gumam Kemuning yang terkapar tak berdaya.
"Apakah kegelapan ini darimu Cemani? Atau dari karma yang kutorehkan pada kawan-kawanmu? Atau karena kecantikan ini adalah kutukan? Atau ...."
Tak terdengar lagi suara gumaman lirih dari paruh Kemuning. Sepi dan senyap, sedikit demi sedikit kelopak mata Kemuning tertutup sempurna.
Darah merah segar membasahi ceker Cemani yang hitam. Lagi, ia bunuh betina tak berdaya dengan jalu yang sama.
Amarah Segera singgah kembali di hati Cemani. Lalu, diserangnya Japra bertubi-tubi, tanpa ampun dan tanpa jeda. Hingga Japra mati dengan banyak luka yang menganga.

KAMU SEDANG MEMBACA
HONESTY (End)
Short Storyjujur ... aku sebagian darimu yang selalu menghindari kata itu. jujur ... aku sebagian dari mereka yang dengan mudah meminta orang lain melakukannya. jujur ... aku sebagian dari kalian yang dengan amat sangat mengharapkannyya. dari ku, untukmu ... H...