(masih) hujan

21 7 0
                                    

Aku (hujan) masih turun dengan derasnya karena siang ini aku begitu bersemangat.

Ya! Di siang yang panas ini, aku punya kesempatan emas untuk menurunkan suhu yang menyengat kulit.

Di tengah kegiatanku, aku tak lupa mengamati sekeliling, menikmati setiap derai tangis dan tawa anak-anak manusia.

Dan di sanalah perhatianku dicuri.










Dengan mata kecilku aku melihat ...

Seekor katak di pinggir kolam. Ia termenung sendirian, di depannya ada kolam yang berisi beraneka ragam ikan.

Ada kumpulan bebek yang berenang, ada tiga ekor capung yang mengintip dari balik daun pisang, ada burung gereja dan merpati yang bertengger berdampingan di sebuah pohon raksasa di tengah taman kota tak jauh dari kolam.

Sang Katak mendongak ke atas, menatap pohon kering yang daunnya sudah berguguran.

"Tidakkah engkau rindu dengan angin lembut yang membelai mu, bukan angin ribut yang menjatuhkan mu?" sang Katak berdialog dengan keheningan, hanya ada suara ku yang beradu dengan air kolam.

"Pohon, ranting ... Tidakkah kalian membenci angin dan hujan yang telah memisahkan kalian dari daun-daun segar? tidakkah kalian membenci pada si raja siang yang dengan tega merenggut warna hijau dari daun dewasa menuju tua?"

Suara katak melemah, diikuti dengan tetesan ku yang kian mereda.

"Kenapa kalian bisa rela?" sambung si katak.

"Kenapa kalian bisa menerima hal pilu ini dengan lapang dada?"

Hewan-hewan lainnya hanya menatap katak dengan penuh rasa penasaran, dimulai dari ikan capung dan burung-burung, mereka mendengar suara pilu sang pawang hujan.

Aku kembali turun dengan deras, saat keluh kesah lainnya meluncur dari mulut Sang Katak tanpa lelah.

"Tidakkah kalian membenci keadaan ini?!"

Aku sempat bertanya-tanya, apa yang terjadi padanya hingga ia menyalahkan keadaan?

Namun, pertanyaan itu aku simpan dalam hati. Biarlah tetap menjadi misteri yang dikuliti oleh waktu.

Tak sampai disitu, sang Katak mulai meracau tak jelas dan banyak kosakata aneh yang kudengar darinya.

Sampai ...

"Tidakkah Kau lelah seharian hanya berkeluh kesah?"

Katak mendongak saat mendengar suara asing menegurnya. Di atas sana, tempatnya di salah satu dahan pohon kering. Ada seekor merpati bersayap satu, cacat.

Yang membuatku atau Katak heran adalah ... Sejak kapan merpati cacat itu ada di sana? dan lagi, bagaimana caranya burung bersayap buntung itu naik ke atas dahan?

"Tak perlu heran," ujar merpati itu, tampaknya ia mengetahui kekagetan katak.

"Namaku Doro, siapa namamu?" Merpati itu memperkenalkan diri sambil mengelus paruhnya dengan salah satu kakinya.

Doro masih di sana, menunggu jawaban dari katak. Ia tak menghiraukan bulu kelabu nya yang basah akibat aku.

"Bu-bukan urusanmu!" jawab katak acuh. Doro menatap katak di bawahnya datar.

"Hujan masih panjang, dan aku yakin keluh kesah mu juga masih panjang. Pertanyaan ku ..." Doro menggantungkan kalimatnya

"Tidakkah Kau lelah dengan semua kesia-siaan yang telah kau lakukan?"

"JAGA BICARAMU!" teriak katak.

Doro menghela napas berat. "Dengar nak, aku sudah lebih tua dari kakek nenekmu, aku sudah berkeliling ke pelbagai penjuru dunia yang tak pernah terbayangkan di otakmu." Doro mulai serius. Tanda kalau ia benci pada pemuda yang sok tahu.

" saranku, pelankan suaramu, jangan berteriak sebelum Karma mengecap dagingmu!"

Katak bungkam, nampaknya peringatan Doro cukup ampuh untuk menyumpal mulut katak muda ini.

"Dengar ini ..."

Katak berbalik pelan, lalu dengan ragu ia mendongak dan memperhatikan Doro.

"Kau tahu kenapa pohon dan ranting merelakan?"

Katak menggeleng.

"Kau tahu kenapa daun menerima keadaan?"

Kata kembali menggeleng.

"Karena jauh sebelum kejadian ini terjadi, mereka tahu bahwa setiap yang tumbuh pasti gugur, setiap yang segar pasti layu dan setiap yang hidup pasti mati," ujar Doro dengan suara dalam.

"Dan sebelum Itu semua terjadi, mereka sudah belajar bahwa hidup tak melulu soal angin lembut yang bertiup, pasti selalu ada badai dan topan." Doro mengambil jeda.

"Jadi, mereka sudah jauh hari menyiapkan diri, mensugesti diri sendiri bahwa besok bisa saja daun ter muda yang gugur. Bukan soal usia atau kecelakaan tapi karena sudah digariskan!"

HONESTY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang