Orang menyebutku hujan, tetes yang jatuh.
Kadangkala, di saat aku datang, banyak yang menyambut ku dengan senyum mengembang. Suka ria, bermain, berlarian, menari, menyanyi dan segalanya.
Mereka yang menyambutku hangat.
Tapi banyak juga yang mengeluh, mendesah dan menghela napas susah.
Mereka yang menyambut ku dengan dingin dan tak bersahabat.
Aku menjadi saksi, dari kenangan manis dan pahit para homo sapiens, primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Sebagian mengatakan demikian. Teori asal mula dari kaum mereka. Teori yang sudah lepas dari konsep religi.
Mungkin kalian pernah dengar ini ...
Meskipun Jatuh dari angkasa
Partikel hydro meteor
Sentuh bumi basahi jiwaJadi Air ini punya tujuan Ketika turun
Memberi harapan Disetiap tetes mengalunIni waktu yang tepat
Untuk kita bertemu
Saat air langit menutup Jejak rinduBasahmu redakan ragam letupan
Emosi yang terjebak
Sejak langit lupa Akan bumi
Saat hujanIngat?
Atau mungkin pernah mendengar di suatu tempat?
Itulah aku.
Kita cukupkan perkenalan kita, karena aku akan berkisah. Bukan tentang aku, tapi tentang mereka.
Tentang dua jejak kaki yang menjadi pedoman, tentang daun kering yang menjadi panutan dan tentang air mata yang jadi guru bagi para pelajar.
Mari kita awali dengan sebuah tarikan napas, hirup dalam dalam oksigen gratis yang telah disediakan. Lalu pasang telinga dan perhatikan sekelilingmu.
Dengan mata kecilku aku melihat ...
Seorang anak lelaki yang mengenakan seragam putih biru, bermuka pundung layaknya mendung. Berdiri mematung di tengah keramaian orang yang berlalu-lalang.
Sosoknya begitu mencolok, karena di saat yang lain terus bergerak entah maju atau mundur, ia tetap diam di tempat tak beranjak barang seinci pun.
Aku akan menamainya sebagai "kelabu" atau kita panggil Kel, Ab mungkin juga Bu.
Sesuka hati kalian saja memanggilnya.
"Kelabu!" seru seorang gadis yang berpakaian sama sepertinya. Wajahnya cerah bagai mentari yang hangat kala menyapa di pagi hari.
Kelabu menoleh sesaat, lalu kembali menatap ujung sepatunya kosong, menghiraukan beberapa orang yang sengaja menyenggol bahu nya keras.
"Ya ampun, dari tadi aku nyariin kamu lho," keluh Mentari–kita namai saja begitu–sambil menggembungkan pipinya.
"Buat apa?" tanya kelabu tanpa mengalihkan pandangan dari sepatu hitam nya. Mentari mengetuk-ngetuk dagunya, berpikir kiranya jawaban apa yang tepat untuk pertanyaan Kelabu barusan.
"Hm ... Se-Senja nyariin, kangen katanya," jawaban Mentari asal, sedikit grogi saat menjawab. Ia tak berbakat dalam berbohong, ia tahu itu dan sayangnya ia baru saja berbohong.
Kelabu mendecih. Keheningan menyapa, padahal suasana lapangan tengah ramai, banyak orang yang datang hanya untuk bersenang-senang di bazar yang akan diadakan malam ini.
"Kenapa suaraku tak pernah didengar?" gumam kelabu lirih, namun dapat didengar jelas oleh Mentari.
Dengan ragu, Mentari menggamit tangan Kelabu yang penuh plester di setiap jemarinya. Menggenggamnya erat-erat dengan kedua tangan mungilnya. Menyalurkan rasa hangat dan khawatir.
"Kelabu, aku selalu denger suara kamu kok," ujar Mentari hangat.
Kelabu tertawa hambar. "Hanya kamu, tapi mereka?"
Mentari tersenyum kecut, ia tahu siapa yang Kelabu maksud dengan mereka.
"Suatu hari nanti, Papa sama Mama kamu pasti dengar, kok, aku yakin."
Kelabu mengangkat dagunya ragu saat awan mendung menaunginya.
"Jangan berlebihan kalau berharap." Kelabu menatap mendung dengan sorot yang sulit untuk kuartikan.
"Kakakku selalu bilang begitu," sambungnya sembari menoleh pada Mentari.
Mentari makin mengeratkan genggamannya, ia tak ingin melihat kelabu dalam keadaan rapuh.
Perlahan rinai hujan–yaitu aku–turun dengan teratur, berurutan dan sesuai irama.
Mentari membulatkan mata indahnya.
"Kelabu, hujan!" pekik Mentari tertahan. Ia sedikit kesulitan saat Kelabu yang masih mematung. Tenaganya tak cukup untuk menarik teman masa kecilnya.
"Gak papa," ujar Kelabu datar.
"Lagian, hujan hanya air."
Mentari tahu apa arti dari perkataan Kelabu barusan. Secara tidak sengaja, Kelabu mengumumkan bahwa tak ada lagi yang bisa menyakitinya, lebih sakit dari yang ia terima saat ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/221415860-288-k278730.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HONESTY (End)
Short Storyjujur ... aku sebagian darimu yang selalu menghindari kata itu. jujur ... aku sebagian dari mereka yang dengan mudah meminta orang lain melakukannya. jujur ... aku sebagian dari kalian yang dengan amat sangat mengharapkannyya. dari ku, untukmu ... H...