diskusi ayam jago .4

20 8 0
                                    

Apa salahnya menjadi bodoh?

Jito bertanya pada dirinya sendiri, setelah mendapat kuliah gratis dari Doro, Jito memberanikan diri memasuki medan perang.

Ring tinju tanpa wasit, tanpa pemain. Ada, namun para petarung itu masih ada di sudutnya masing-masing.

Hawa dingin menusuk daging alot Jito, padahal ini sudah tengah hari.

"Jito, namamu Jito, kan?" tanya Cemani yang mengendurkan pertahanannya, melemaskan otot-otot yang kaku akibat terlalu lama beradu pandang dengan Jengger.

Jengger melirik Jito tak suka, tapi ia tak boleh tersulut dan meledak-ledak hanya karena kedatangan oknum tak diundang.

Jito mengangguk pada Cemani, lalu menempatkan diri di tengah, di antara kurungan Jengger dan Cemani.

"Bang ..." panggil Jito.

"Abang pernah bilang, menjadi dewasa itu bukan soal umur atau jalu yang kian kuat dalam menggempur." Satu serangan ringan dari Jito. Menuntut kekonsistenan sang tokoh besar dalam kandang.

"Cemani." Jito beralih menatap Cemani yang senantiasa dengan aksen flat nya.

"Doro tadi bilang, jika sudah hitam, alangkah baiknya untuk tidak menambah porsi hitam dalam pakan." Satu lagi serangan ringan dari Jito, menampar paruh hitam Cemani yang kokoh.

"Betina tak hanya satu," sambung Jito sendu menatap tanah basah dengan sayu. "Teman atau bukan, musuh atau mantan, jangan pernah mengangkat jalu Jika bukan untuk kebaikan." Jito menerawang.

Jengger merunduk dalam Cemani pun demikian.

"Aku ayam yang bodoh." Suara Jito terdengar amat dalam. "Aku bahkan tak tahu arti dari penggalan kalimat yang aku katakan barusan."

Jengger lelah berdiri, ia memilih duduk dan mendengarkan.

"Aku juga pengecut, padahal abang sendiri yang melatih, tapi aku tetap tak berani mengangkat jalu karena aku terlalu takut."

Cemani melirik Jengger, lalu ia juga ikut merubah posisi jadi duduk.

"Jito," panggil Cemani tegas. Jito menoleh dan menatap Cemani polos.

"Kau percaya pada yang namanya kesempatan?"

Jito diam sesaat, lalu ia mengangguk ragu.

"Kalau begitu, percaya kah kau dengan yang namanya kenyataan?"

Sial! Jito hanya berniat bicara dua sampai tiga kecap, tapi karena ia berada di tengah makhluk ber-otak, ia harus menjawab setiap pertanyaan konyol.

Apakah semua makhluk terpelajar selalu menanyakan hal-hal yang sudah awam? sepertinya ia tak akan tahu sebelum menjadi terpelajar.

Jito mengangguk, lalu Cemani mengambil napas dalam.

"Dengarkan ini," titah Cemani agar Jito memasang telinga.

"Pertama, akan kuceritakan kenyataan, lalu kita bahas kesempatan," sambungnya dengan nada ramah.

Jengger menelan ludah susah. "Inilah kenyataan!"

"Wah! Berarti kita belajar sejarah?" tanya Jito sumringah.

"Benar. Maka itu, aku si ayam hitam ini akan berdongeng untukmu." Cemani terkekeh namun hatinya menangis pilu.

Doro mengawasi dari depan sarangnya dengan 1000 spekulasi berputar dalam otaknya.

"Bab tiga, kenyataan!" ujarnya perih. Ia lalu melangkah menuju sarang, menghiraukan tatapan iba, cemooh dan gosip tentang dirinya.







"Masihkah disebut burung, burung yang tak lagi bisa terbang?"

Doro beku, tanpa sengeja ia mendengar sebuah celetukan konyol. Paruhnya terbuka sedikit, ia lalu menoleh ke bawah.

Ternyata ada seekor induk bebek bersama beberapa anak-anaknya yang masih kecil, berceloteh pada induknya dengan polos dan naif.

Angin berhembus ringan, menerpa setiap bulu kelabu Doro. Bulu yang menemani sepanjang napasnya, bulu yang selalu menghangatkannya dalam keadaan dingin yang menusuk tulang.

"Tentu saja."

Kembali, Doro tertegun. Ia memperhatikan seksama sekumpulan bebek yang dikomandoi induk mereka yang cantik dan menawan.

"Mereka akan tetap disebut burung, entah bisa terbang atau tidak." Sang induk menjelaskan. "Bahkan, setinggi apapun sesuatu terbang, belum tentu disebut burung."

Satu sayatan tertoreh lagi di hati Doro.

"Terbang bukanlah suatu kewajiban bagi burung, seperti kita." Sang Induk memperhatikan wajah polos anak-anaknya.

"Intinya, kita akan tetap jadi burung, dan terbang hanyalah satu kelebihan dari segudang kekurangan."

HONESTY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang